Kartini “Rasul”-nya Indonesia

0
435

Rasul atau utusan Allah yang membawa risalah kebenaran dan mengentas umat dari jurang ketertindasan serta kelamnya kebodohan selalu aktif tidak mengenal lelah meski halangan rintangan melanda. Raden Adjeng Kartini yang merupakan sosok wanita Indonesia dengan kelembutan dan kecantikanya menyimpan keberanian tinggi untuk mengagkat masyarakat Indonesia di tengah tekanan bangsa penjajah.

Beliau adalah seseorang dari kalangan bangsawan Jawa, putri Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, bupati Jepara. Ibunya bernama M.A. Ngasirah, putri dari Nyai Haji Siti Aminah dan kyai Haji Madirono, seorang guru agama di Telukawur, Jepara. Pemikirannya begitu menyentuh semua kalangan karena kata-kata yang keluar dari relung hatinya mewakili setiap orang di bumi Indonesia yang saat itu masih belum bisa keluar dari penjajahan Belanda.

Suatu ketika beliau mengikuti pengajian di rumah Bupati Demak Pangeran Ario Hadiningrat, yang yang tak lain adalah pamannya. Kyai Sholeh Darat nama sang guru memberikan ceramah tentang tafsir Al-Fatihah. Orang yang pertama kali mau belajar al-qur’an beserta terjemahannya itu tertegun dengan kandungan surat Al-fatihah.

Setelah pengajian selesai, beliau dengan mengajak pamannya untuk bertemu dan berdialog lebih panjang terkait kandungan surat pertama dalam kitab suci Al-Qur’an itu dengan sang guru. Seperti dialognya, “Kyai, perkenankan saya bertanya bagaimana hukumnya apabila seorang berilmu menyembunyikan ilmunya?” Kartini membuka dialog. Kyai Sholeh tertegun, tapi tak lama. “Mengapa Raden Ajeng bertanya demikian?” sang guru balik bertanya. “Kyai, selama hidupku baru kali ini aku berkesempatan memahami makna surat Al Fatihah. Isinya begitu indah, menggetarkan sanubariku,” “Bukan buatan rasa syukur hati ini kepada Allah. Namun, aku heran mengapa selama ini para ulama melarang keras penerjemahan dan penafsiran Al-Quran ke dalam Bahasa Jawa. Bukankah Al-Quran adalah bimbingan hidup bahagia dan sejahtera bagi manusia?”

Setelah pertemuan itu, Kyai Sholeh menerjemahkan ayat demi ayat, juz demi juz. Sebanyak 13 juz terjemahan diberikan sebagai hadiah perkawinan Kartini. Kartini menyebutnya sebagai kado pernikahan yang tidak bisa dinilai manusia. Surat yang diterjemahkan Kyai Sholeh adalah Al Fatihah sampai Surat Ibrahim. Kartini mempelajarinya secara serius, hampir di setiap waktu luangnya. Namun sayang, tidak sampai selesai sangguru kembali kepangkuan-Nya.

Dalam suratnya kepada Ny Van Kol, tanggal 21 Juli 1902, Kartini juga menulis; Saya bertekad dan berupaya memperbaiki citra Islam, yang selama ini kerap menjadi sasaran fitnah. Semoga kami mendapat rahmat, dapat bekerja membuat agama lain memandang Islam sebagai agama disukai. Karena Kartini bisa berbahasa Belanda, maka di rumah ia mulai belajar sendiri dan menulis surat kepada teman-teman korespondensi yang berasal dari Belanda. Dari buku-buku, koran, dan majalah Eropa, Kartini tertarik pada kemajuan berpikir perempuan Eropa. Timbul keinginannya untuk memajukan perempuan pribumi, karena ia melihat bahwa perempuan pribumi berada pada status sosial yang rendah seakan tidak berharga.

Perhatiannya tidak hanya semata-mata soal emansipasi wanita, tapi juga masalah sosial umum. Kartini melihat perjuangan wanita agar memperoleh kebebasan, otonomi dan persamaan hukum sebagai bagian dari gerakan yang lebih luas. Berkat kegigihannya Kartini, kemudian didirikan Sekolah Wanita oleh yayasan Kartini di Semarangpada 1912, dan kemudian di Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Ciribon, dan daerah lainnya. Perhatian besar yang belum ada sebelumnya itu membuahkan hasil dengan mengangkat citra sebaga wanita sebagai masnusia yang setara dengan laki-laki yang memiliki hak sama dalam hal kemajuan dan pendidikan.

Namun, sekalipun beliau memiliki kegihan sebagai pejuang emansipasi wanita tidak melupakan sebagai seorang istri yang tetap menghormati suami sebagai imam. Dari cuplikan kisah diatas dapat kita pahami bahwa kesetaraan dalam berpikir untuk keluar dari kebodohan, penindasan dan kesejahteraan wanita memiliki peran sama dengan laki-laki. Fungsi dalam keluarga tetap sebagai ibu rumah tangga yang miliki tugas mengabdi kepada suami dan bersama-sama member yang terbaik kepada putra-putrinya.

 

Tinggalkan Balasan