Transformasi Peradaban Politik Yang Humanis Dari Film Umar Bin Khattab ( OMAR)

0
821

Kita lihat dialektika perpolitikan di Indonesia telah mengalami degradasi yang sangat kritis dan jauh dari nilai-nilai demokrasi pancasila. Politik telah menjadi bomerang bagi kehidupan berbangsa dan bernegara yang tak terkendali. Selain itu, dunia politik mempresentasikan dirinya sebagai lingkaran hitam yang lebih ganas daripada cakaran dinosaurus. Banyak sekali masyarakat kita, khususnya kalangan cendikiawan yang idealis, mahasiswa idealis, masyarakat akar rumput atau kaum proletar yang tak percaya lagi pada politikus bangsa ini, khususnya yang bertengger di parlemen senayan. Perpolitikan di Indonesia telah berada pada titik ambang kehancuran moral, kearifan bangsa, dan sikap yang humanis-transendentif.

Akankah potret perpolitikan di Indonesia akan tampil dengan wajah seribu topeng pencitraan musiman, khususnya pada tahun politik yakni 2013 ialah pemilihan gubernur dan wakilnya di Jawa Timur dan 2014 ialah pemilihan presiden Republik Indonesia dan wakilnya? Akankah topeng-topeng pencitraan dengan manisnya tutur kata selalu menghiasi tayangan media elektronik maupun massa di sepanjang peradaban bangsa ini, khususnya peradaban politik dunia? Kapankah rakyat kita bersikap selektif dan demokrasi dalam merespon segala fenomena perpolitikan di bumi garuda ini?

Negeri kita terlalu banyak dihegemoni oleh kaum opourtunis. Kebenaran akan substansi kehidupan yang demokrasi telah dikontaminasi oleh konspirasi berantai yang elegan. Kebohongan serta ketidakadilan telah bersembunyi di balik tabir kebenaran dan keadilan. Nilai-nilai agama, budaya, sosial, serta kearifan bangsa tidak lagi menjadi fundamen terapan dalam setiap aktivitas kehidupan secara universal. Hanya kepentingan golongan, pribadi, kekuasaan, kepuasan diri, serta  arogansi politik yang telah menjadi fundamen pilar kehidupan berbangsa dan bernegara.

Tanpa disadari atau tidak, mereka telah menjadi budak sistem kapitalisme yang tak dapat terelakkan karena menjadi bagian dari dinamika zaman yang harus dihadapi. Namun, mereka bersikap dinamis-liberalis yang artinya bahwa mereka sangat mudah sekali dalam menyesuaikan diri terhadap perkembangan zaman menuju sistem kapitalis secara bebas tanpa batas. Padahal sebagai manusia yang berakal dan berbudi selayaknya bersikap dinamis-statis. Artinya, masyarakat Indonesia mampu merespon segala perkembangan zaman tetapi tidak mudah terhegemoni atau terdeterminasi oleh arogansi sistem kapitalis.

Melihat suatu fenomena ibarat fatamorgana kehidupan tetapi sangatlah nyata jika dipandang dengan kacamata analisis-kritis, maka bangsa Indonesia perlu berguru pada dunia Islam karena mampu menciptakan suatu peradaban yang modern di masa kejayaannya, serta banyak sekali tokoh-tokoh negara yang bijak dan arif. Kearifan dan kebijaksanaan inilah menjadi point penting dalam merekonstruksi peradaban bangsa ini menuju peradaban yang paripurna dengan cara melahirkan tokoh-tokoh negara, termasuk politikus yang adil, bijak,dan arif. Sebab, dengan karakteristik pemimpin yang filsuf akan melahirkan masyarakat yang filsuf pula karena negara adalah cerminan kehidupan masyarakat Indonesia secara universal. Namun, jika negara ini dipimpin oleh para perompak, maka masyarakatnya pun akan ikutan menjadi perompak atau pembajak yang tak humanis.

Dengan demikian, sepatutnyalah bangsa Indonesia mulai melek sejarah yang saat ini banyak ditayangkan di televisi sebagai upaya untuk mengingatkan kepada kita kembali akan sejarah peradaban dunia dan manusia yang telah mewarnai perjalanan kehidupan universal ini. Misalnya tentang historis kehidupan Umar bin Khattab yang disiarkan langsung oleh stasiun televisi swasta.

Film “ Umar Bin Khattab (Omar) “ telah mengajarkan kita tentang peradaban politik yang humanis dan transendentif. Umar Bin Khattab adalah salah satu sahabat nabi Muhammad saw., yang ke-2 dari khulafaurrasyidin dengan kepribadiannya yang tegas dalam menegakkan kebenaran Islam dan keadilan, santun, dermawan, disiplin, sosial, cerdas, jujur, dan humanis. Siapa sangka seorang Umar bin Khattab yang dahulunya telah membenci Islam, tetapi ketika sang adik membacakan ayat-ayat suci Al-qur’an dengan lirih telah menyentuh hati sekeras batu seperti Umar, sehingga beliau langsung menemui Nabi saw., untuk menyatakan atau berserah diri pada ajaran Allah swt.

Bergabungnya Umar bin Khattab ke dalam barisan pendukung Rasulullah saw., telah menberikan warna baru bagi perkembangan ajaran Islam serta kekuatan di dalamnya. Umar yang mendapatkan julukan singa padang pasir telah menambah kekuatan umat muslim untuk memerangi kemungkaran yang dilakukan oleh kaum kafir quraisy. Artinya, Umar telah menjadi sosok yang gagah berani, tegas, tak takut, saat menghunuskan pedangnya demi menegakkan panji-panji kebenaran Islam.

Umar bin Khattab juga termasuk seorang pemimpin negara dan politikus yang santun. Beliau selalu melibatkan para sahabat-sahabat Rasulullah saw., lainnya yang juga sahabatnya dalam mengambil keputusan dalam urusan kemaslahatan umat atau kenegaraan. Beliau juga seorang yang arif dan terbuka dalam menerima saran, kritik, maupun pengaduan dari rakyat-rakyatnya.

Contohnya, saat beliau hendak jalan-jalan di pasar beliau melihat seorang wanita tua penjual susu telah menegur si penjual gandum yang telah berbuat curang dengan cara mensabotase timbangan, sehingga barang yang ditimbang tidak seberat ukuran timbangan. Inilah sosok pemimpin negara dan politikus yang humanis. Artinya pemimpin yang memiliki sifat memanusiakan manusia terhadap orang-orang disekitarnya tanpa adanya diskriminasi, meskipun itu ialah rakyat jelata. Tidak mengebiri pendapat orang lain, menyikut sahabatnya karena kepentingan tertentu, menjadikan rakyatnya sebagai pundi-pundi suara kemenangan. Sungguh suatu fenomena yang sangat jauh berbeda dengan pemimpin negara kita saat ini.

Beliau juga merupakan sosok pemimpin yang merakyat, dermawan tanpa pamrih. Beliau selalu keliling ke kampung-kampung untuk membagikan selimut dan alas tidur untuk rakyat-rakyatnya  di musim dingin. Selain itu, beliau rela memikul sekarung gandum serta bahan pokok lainnya untuk seorang wanita yang memasak batu untuk mengelabuhi anak-anaknya yang sedang menangis karena kelaparan, serta beliau juga yang memasakkan bubur gandum untuk wanita itu dan anak-anaknya. Beliau tidak memperkenalkan diri sebagai khalifah ketika ditanya si wanita itu, sehingga wanita itu tanpa sadar mengatakan bahwa khalifah umar saja tak peduli dengan kondisinya, tetapi seorang lali-laki yang berpakaian sederhana paruhbaya ini sangat peduli dengan anak-anaknya dan dirinya.

Inilah nilai kepedulian sosial yang transendentif. Para pemimpin bangsa ini dan politikus janganlah mengumbar usaha pencitraan dengan menelanjangi  sikap kepedulian sosial dengan mepresentasikan dirinya sebagai pemimpin negara atau ketua partai atau calon yang akan menduduki kursi legislatif, gubernur, maupun presiden.

Umar juga seorang ahli strategi perang, politikus ulung, administrator, dinamisator, stabilisator, serta ulama ternama sepanjang sejarah peradaban manusia. Beliau tidak hanya sebagai khalifah atau kepala negara di pusat pemerintahan madinah, tetapi beliau lebih dari sekedar seorang kepala negara. Beliau merupakan negarawan elit yang berjiwa filusuf dan humanis, sehingga segala kebijakan yang dikeluarkannya mengandung kualifikasi kerakyatan, keadilan, dan kebenaran yang mengintegrasikan pada landasan fundamen, yakni Al-qur’án dan As-sunnah dengan konstitusi negara.

Kepribadian umar yang seperti inilah patut  untuk diinternalisasikan ke dalam diri para politikus bangsa ini. Politikus bangsa Indonesia janganlah menghegemoni rakyat sebagai sumber penghasil suara untuk kemenangan politik-praktisnya melalui pengebiran humanisasi dengan cara menciptakan tirani politik uang yang sangat menciderahi pilar demokrasi pancasila sebagai landasan hidup berbangsa dan bernegara di Indonesia. Negara ini sudah sangat sering disakiti oleh para pemimpin yang berkuasa dengan tirani materialnya dan menindas masyarakat kecil dengan politik materialism pula. Oleh karena itu, saatnyalah negeri kita tercinta ini diselamatkan dari tangan-tangan kaum opourtunis atau politikus yang tak humanis dengan cara melahirkan negarawan-negarawan yang bijak, berbudi pekerti luhur, adil seperti layaknya seorang filsuf.

By: Rosya Megawati

Img:

Tinggalkan Balasan