[Cerpen] Cinta Diakhir Deadline

0
769

Krekkkk……

Suara pintu yang sudah tua itu menambah laju detak jantung kami, dag….dig…dug…. apalagi pak guru membawa satu kertas yang masih di dalam stopmap coklat.

“Setelah bapak buka stopmap ini, maafkan bapak….”

Ekspresi kami berubah jadi semakin takut, hormon adrenalin mengakibatkan kringat dingin.

“Kalian semua lulus….. Dan minggu depan acara perpisahannya.”

Hua……. kami semua saling berpelukan, tangispun tak tertahan juga. Tak lupa kami mengucapkan terimakasih dan mencium tangan pak guru yang telah rela menjadi wali kelas selama kelas 3 SMA ini.

Serasa bebaslah beban kami selama ini, mulai dari mengikuti les tambahan disana-sini, belajar kelompok, menghapus jadwal jalan-jalan dengan belajar di rumah. Dan dengan sudah diumumkan kelulusan ini, beban ini sedikit terkurangi. Walaupun sebenarnya dalam kehidupan nyata, ini baru dimulai.

“Milla…. alhamdulillah, tadi aku lihat pengumuman tes masuk universitas yang kemaren kita daftarin, dan kita berdua diterima,” ucap Azizah sahabat karibku.

Kami berpelukan, sungguh nikmat yang bertubi-tubi datang hari ini.

“Eh….. iya untuk acara perpisahan minggu depan, mungkin ini kabar yang kurang baiknya mill…”

“Lho…. memang kenapa? Bukannya ini yang ditunggu-tunggu sama anak-anak kelas 3, eh….maksudku mantan kelas 3,” senyumku.

“Maksudku, ini itu kabar ngak baiknya buat kamu, itu berartikan kamu bakal ngak akan bertemu lagi sama Hanif,” ucap Azizah.

“Astagfirullah zah…. ngomong apa sih kamu?” ucapku.

“Udah deh mill…. aku tau kalau kamu itu punya rasa ke dia, dan menurut aku dia juga begitu. Kamu itu ngak bisa bohong dari aku, kita udah sejak kecil temenan,” Azizah terus beragumen.

“Jikapun ucapanmu itu benar, biarkan rasa ini tetap ada disini,” aku sambil menunjuk dadaku.

“Milla…. tapi diacara itu kemungkinan kamu bisa bertemu dengannya lagi sangat kecil, kemaren aku sempet denger dari Ahmad kalau Hanif akan pergi ke Padang,” jelas Azizah.

“Terus kamu ingin nyuruh aku bilang ke dia kalau aku suka sama dia, kagum sama dia. Tidak Zah… aku tidak mungkin melakukan itu. Biarkan rasa ini terus ada disini, biarkan rasa ini tersampaikan lewat do’a robitahku, dan biarkan rasa ini tersampaikan dalam setiap alunan tilawahku. Jangan biarkan orang lain tahu masalah ini, cukup kita dan Allah SWT yang tahu,” ucapku mengakhiri obrolan yang jika diteruskan tidak akan berakhir.

Akhirnya acara yang ditunggu-tunggupun datang, semua kelas 3 berdandan begitu mempesona, tapi tidak denganku. Aku menghabiskan waktuku karena saat itu aku sedang sakit. Beberapa pesan dari teman-teman masuk ke handphoneku.

 

Dari : Hanif

07.08.2000

19.10 PM

Assalamu’alaikum…. Di acara perpisahan sekolah ini ana ndak liat anti? ternyata kata Azizah anti sakit, semoga lekas sembuh. Sekalian ane mau pamit besok mau pergi ke Padang untuk melanjutkan studi disana. Semoga dilain hari Allah SWT masih memberi izin untuk bertemu. Biarkan ukhuwah ini selalu terjaga dalam dekapan Al-qur’an. Wassalamu’alaikum…

Tak terasa pipi ini telah basah, tangan ini tidak mampu untuk membalas pesan Hanif. Harusnya aku ada di acara perpisahan sekolah malam ini, hati ini begitu berat. Mencintai seseorang dalam diam memang sulit, tapi memang inilah yang harus aku lakukan. Menyembunyikan hati pada seseorang yang ku kagumi karena dia belum layak mendapatkan hati ini seutuhnya, biarkan Allah SWT yang akan menyatukan kekaguman ini bila memang aku adalah tulang rusuknya. Hanya lantunan tilawahku yang terus menjaga perasaan ini, yang terus merayu agar tetap ikhlas dan sabar menunggu janji-Nya yang pasti. Tak terasa aku pun terlelap dalam penjagaan malam para malaikat sambil memeluk Al-qur’an.

Alarm handphone  membangunkanku untuk sholat tahajud, rangkaian do’a ku alunkan hingga airmata ini pun membasahi sunyinya malam. Setelah selesai sholat aku teringat jika belum membalas pesan dari Hanif.

Wa’alaikumsalam… Aasif, ana baru balas. Alhamdulillah, ini cuma demam biasa. Subkanallah…. semoga langkah antum dalam mencari ilmu selalu dimudahkan oleh-Nya. InsyaAllah ukhwah ini akan selalu terjaga…

Setelah membaca berkali-kali tulisan ini, akupun langsung mengirimkannya ke Hanif. Tak berapa lama kemudian handphoneku berdering kembali.

Dari : Hanif

08.08.2013

03.05 AM

Sukron do’anya ukh… ^_^

Akupun hanya tersenyum kecil, tanpa aku balas kembali. Rasanya malu untuk membalasnya, hati ini masih belum siap untuk menahan rasa yang lebih lagi.

Semenjak kepergian Hanif, akupun mulai bangkit untuk mencoba sedikit demi sedikit menghilangkan rasa kagumku padanya. Aktivitas diperkuliahan pun juga semakin aktif, mulai dari muter-muter nyari tempat kos, mencari peralatan ospek. Azizah adalah sosok yang selalu membuat hari-hari lebih mudah. Walaupun kami satu kampus dan satu kos tapi kami beda fakultas. Selalu aktif di segala kegiatan kampus, kami berdu’a juga aktif di lembaga dakwah kampus. Dengan adanya banyak aktivitas ini, fikiran kita akan lebih terarah dan fikiran sia-sia akan tidak pernah terbesit.

Tahun terus berganti begitupun bulan dan waktu, tak disangka 5 bulan lagi aku akan diwisuda. Namun Azizah lebih dulu akan diwisuda dan menurut orang tuanya dia akan melanjutkan S2 nya di Turki.

“Jadi kamu akan meninggalkanku sendirian? Kenapa ngak ngelanjutin disini aja sih zah?” ucapku sedikit merengek.

“Milla sayang…. tau sendiri kuliah di Turki adalah cita-cita sejak jaman SMA. Inikan kesempatan langka masak disia-siain, udah deh ikhlasin. Eh….. nanti ane ajak pergi ke percetakan ya?” kata Azizah.

“Iya deh…. tapi kamu jaga diri ya disana. Mau ngapain ke percetakan?” ucapku.

“Tira ponakan ane anaknya mbak Mira yang paling kecil minggu depan ultah, jadi mesti buatin undangan,”  jelas Azizah.

Kami pun menuju percetakan dengan menggunakan motor, setelah sampai disana kami memilih-milih model undangan yang cocok untuk anak-anak. Tapi dari belakang sesosok lelaki memanggil namaku, akupun menoleh. Aku masih terdiam sambil memandangnya, tiba-tiba Azizah menyeletuk.

“Lho….. Hanif kan?? Temen SMA dulu?” kata Azizah.

“Iya….” ucap hanif.

“Bukannya kamu di Padang?? Kapan pulangnya? Ngapain kamu disini?,” kata Azizah.

“Minggu lalu baru pulang dari sana, ini lagi mau milih-milih model undangan pernikahan,” Ucap Hanif.

“Jadi kamu mau menikah?Kapan?,” Celoteh Azizah.

Belum sempat pertanyaan Azizah dijawab Hanif, aku langsung mengajak Azizah untuk  pulang. Di saat semua perasaan itu hampir terkikis oleh segala aktifitas, tiba-tiba semua itu kembali. Di rumah, Azizah terus menenangkanku dan menyuruhku untuk berfikir positif.

“Cukup Zah…. bagaimana mungkin aku bisa berfikir positif, didepan kedua mataku sendiri dia bersama wanita lain dan dengan kedua telingaku aku mendengar dia bilan sedang mencari model undangan pernikahan. Wanita mana yang bisa berfikir positif lagi?Cukup Zah…. rasa itu sebenarnya sudah terkikis oleh waktu,” tegasku.

“Tapi Mill…. aku tau kamu bohong padaku, aku tahu selama ini dalam setiap do’a mu selalu terselip namanya. Aku akan buktikan bahwa kedua mata dan telingamu memang benar, tapi biarkan Allah SWT yang akan membuktikan bahwa hatimu sebenarnya masih terus berharap padanya,”  Ucap Azizah.

Dia langsung meninggalkanku, aku masih duduk terus menahan tangis. Mencoba untuk terus kuat. Mencoba untuk terus menghapus ingatanku hari ini. Memang sakit hati ini saat  menyukai seseorang dalam diam, tapi terus berfikir jikapun Hanif adalah jodohku. Dia pasti akan kembali untukku, tapi jika Allah SWT memang memiliki jalan lain Dia akan memberi gantinya yang lebih baik.

Paginya aku memutuskan untuk pergi ke perpustakaan universitas, mungkin dengan menyibukkan diri, fikiran dan hati ini bisa lebih terjaga lagi. Beberapa buku telahku pilih, rencana sampai malam aku akan menghabiskan waktuku disini. Tapi handphonku berdering.

“Assalamu’alaikum…. Milla, apa kabar nak?” suara dari balik telephon.

“Wa’alaikumsalam…. Ummi, alhamdulillah baik mi… kalau ummi baik juga kan? Ada apa mi… siang-siang nelfon, biasanya malam telfonnya,” sahutku.

“Hari ini kamu pulang ya Mill… ada berita bahagia,” ucap ummi dengan gembira dari arah seberang.

“Lho…. kok mendadak sekali mi…. berita apa?” tanyaku penuh penasaran.

“Sudah Ummi tunggu kamu dirumah ya…. Wassalamu’alaikum,” ucap ummi sambil memutus telepon.

Mungkin dengan aku pulang ke rumah, perasaanku akan lebih membaik dan bisa melupakan kejadian kemaren. Akupun mengembalikan buku di perpustakaan dan pulang ke kos untuk beres-beres, Azizah masih diam. Aku hanya berpamitan padanya untuk pulang ke rumah. Dia menjawab sekedarnya.

Setelah menaiki bus selama 5 jam akhirnya aku sampai di rumah, ummi telah menyiapkan banyak makanan untukku. Penyambutan kepulanganku ini tidak seperti biasanya.

“Assalamu’alaikum….. Ummi…” salamku.

“Waalaikumsalam…. Milla…..” jawab ummi.

“Mi …. tumben masak banyak benget, mentang-mentang Milla di kos makannya seadanya. Setelah sampai rumah ummi masak banyak gini.”

“Mill….. ummi mau bicara. Kamu sekarang sudah dewasa, ummi pun juga sudah semakin tua. Kemaren seorang lelaki mencoba mendatangi ummi dan melamarmu. Ummi suka dengannya dia begitu sopan, ramah, pintar dan ummi percaya dia sosok suami yang pantas buatmu.” Jelas ummi.

Aku hanya terdiam, bagai halilintar menyambar. Baru kemarin aku merasakan sakit hati yang begitu mendalam, dan hari ini ummi memintaku untuk memintaku untuk menikah dengan orang yang sama sekali belum aku kenal dan aku dan tau siapa dia. Aku mencoba untuk tidak meneteskan air mata. Cukup aku dan Azizah yang tau masalah ini, aku tidak mau ummi mengetahuinya. Air mataku tak dapat ku tahan lagi, aku menangis dan memeluk ummi. Tangisku ini seperti anak kecil aku memeluk ummi sambil menangis sesenggukan.

“Nak…. kenapa kamu menagis? Kamu tidak suka dengan ini semua,” ucap ummi.

Aku masih terus menangis, rasanya tangis ini semakin deras. Aku ingin menceritakan pada ummi, tapi aku berfikir lagi apa kata ummi jika anaknya telah memendam rasa selama beberapa tahun kepada lelaki yang sebentar lagi akan menikah. Akhirnya aku menarik nafas dan mencoba mengapis airmataku.

“Ummi…. ini adalah airmata kebahagiaan, aku bahagia walaupun sekarang Milla sudah sebesar ini ummi masih begitu sangat memperhatikan ummi dan memilihkan calon suami untuk Millah. Milla yankin lelaki pilihan Ummi adalah yang terbaik untuk Milla. Milla setuju ummi dengan perjodohan ini.”ucapku.

“Alhamdulillah…. ummi sangat bahagia Mill….. malam ini calon suamimu dan keluarganya akan berkunjung kemari, ummi berfikir lebih cepat pernikahanmu akan lebih baik,” kata ummi dengan mata berbinar.

Aku hanya mengangguk, setelah selesai menngobrol dengan ummi, aku memutuskan masuk kekamar untuk mandi dan bersiap-siap. Tapi kepalaku pusing sekali, tubuhku gemetar hampir saja aku pingsang tak kuat menjaga keseimbangan tubuhku. Tapi aku segera bangkit dan meminum obat lalu berbaring di tempat tidur. Aku tertidur lelap, hingga setelah magrib. Ummi masuk kekamarku dan terkejut melihat aku belum ganti pakaian. Ku menjelaskan pada ummi, awalnya ummi memutuskan membawaku kerumah sakit tapi aku menolaknya, selain itu calon suamiku juga akan datang kemari.

“Ummi…. Milla percayakan semua pada ummi, Milla setuju dengan apapun keputusan ummi tapi maaf ummi nanti Milla tidak bisa menemui calon suami Milla. Tubuh milla ngak kuat ummi, ngak apa-apakan?” tanyaku pada ummi.

Ummi mengangguk, aku terus berzikir dalam hati untuk menguatkanku. Akupun mengambil mushaf untukku baca agar lebih kuat lagi.

Rombongan calon suamiku telah datang, hari dan tanggal pelaksanaan walimahan telah ditentukan. Aku terus tilawah dikamar, mencoba untuk lebih tenang.

Setelah semua tamu pulang ummi menghampiriku, memberitahu bahwa pernikahanku tepat dimalam sebelum keesokan harinya aku diwisuda. Aku tersenyum pada ummi. Akupun langsung menghungi Azizah serta teman-temanku yang lain melalui pesan singkat, karena tak mungkin jika harus cetak undangan.

Semua telah siap, aku dirias bagaikan seorang bidadari. Semua orang terkesima, tidak menyangka jika aku begitu cantik.

“Barokallah ya Milla cantik….. ngak nyangka kamu bakal duluin aku. Rencana Allah SWT begitu indah,” ucap Azizah.

Kamipun perpelukan, akupun tak percaya jika secepat ini aku akan menikah. Tapi memang rencana-Nya begitu indah. Ijab kabulpun telah di ucapkan setelah semua saksi berkata “Syah…” semua undangan mengucap “Alhamdulillah…” aku langsung di bawa keluar kamar untuk dipertemukan dengan suamiku. Aku masih menundukkan pandangan, yang pertama aku lakukan adalah mencium tangannya. Tangannya putih bersih dan kekar.

“Alhamdulillah…. akhirnya sekarang kau sudah halal bagiku dek Milla,” ucap suamiku.

Aku mencoba memandangnya, sungguh kaget luar biasa. Ternyata suamiku adalah Hanif, lelaki yang selama ini, selalu ada dalam do’a robitohku dan alunan tilawahku. Dia langsung memelukku. Tidak ku sangka ternyata suamiku ini juga telah lama menyukaiku tapi dia tidak mengungkapkannya seperti anak-anak muda pada umumnya. Tapi kami saling mendo’akan  saling berzikir untuk diperjodohkan. Dan ternyata beberapa minggu saat aku bertemu dengannya dipercetakan, sebenarnya dia bersama adik sepupunya yang mencari model undangan untuk pernikahannya 3 bulan lagi. Hidup, mati, rezeki dan jodoh semua telah diatur oleh-Nya. Rencananya begitu indah, disaat hati ini sakit, disaat keesokan harinya aku akan diwisuda Allah SWT telah menyiapkan semua dengan indah dan begitu luar biasa.

Oleh: Dewi Wulandari, Magetan Jawa Timur

Tinggalkan Balasan