Pahlawan Bukan Hanya Dikenang

0
476

Sumpah pemuda telah diperingati sekitar 13 hari yang lalu. Tentu masih diingat bagaimana sumpah pemuda itu menjadi tonggak kebangkitan untuk melawan penjajah yang sudah berabad-abad lamanya menduduki Indonesia. Mereka tidak rela  negerinya dijajah dan tidak akan ada bangsa manapun yang rela negerinya dijajah, mungkin hanya segelintir orang yang mengambil manfaat dari penjajahan. Semangat para pemuda seperti itu patut dibanggakan sebab merekalah yang akan menjadi generasi bangsa.

Sumpah pemuda sudah berlalu. Tidak ada lagi peringatan sumpah pemuda yang biasanya diisi dengan pembacaan ikrar para pemuda. Entah apakah generasi sekarang ini hanya sekedar memperingati tanpa memberikan kontribusi yang lebih sesuai dengan harapan para pemuda yang telah melakukan ikrar kesetiaan pada Indonesia 72 tahun silam. Ataukah juga menanamkan semangat, sehingga harapan para pendahulunya bisa tercapai, dan mereka bangga berucap “Inilah generasi yang bisa ku banggakan, teruslah berjuang nak!, kalian menjadi harapan bangsa.”

Sekarang kita sampai pada tanggal 10 November. Hari yang sudah ditetapkan oleh pemerintah RI sebagai hari pahlawan. Penetapan ini mengacu pada perlawanan anak bangsa pada para penjajah yang ingin menjajah kembali negeri ini setelah memproklamirkan diri sebagai negara merdeka. Mereka tidak ingin kemerdekaan yang diidamkan ratusan tahun harus sirna kembali. Mereka ingin mencegah kerakusan penjajah demi terwujudnya negeri yang sejahtera dan keturunannya kelak bisa tidak lagi ditindas oleh penjajah.

Kita bisa ingat pada hari itu (10 November 1945), semua elemen masyarakat bersatu padu melawan keberingasan penjajah yang mencoba masuk kembali ke Indonesia melalui Surabaya. Para Kyai yang menjadi panutan masyarakat pun cukup andil dalam perlawanan ini, salah satunya dengan diterbitkannya Resolusi Jihad oleh KH. Hasyim Asy’ari. Mereka juga ada yang terlibat langsung dalam pengaturan strategi dan pertempuran.

Dengan menyandang tekad kuat dan semangat yang membuncah para pejuang itu melawan penjajah yang memiliki persenjataan canggih. Secara logika, pasti akan kalah. Tapi karena memang senjata “semangat” ini sangat ampuh yang disertai pertolongan Allah sehingga bisa memukul mundur penjajah. Hampir sama dengan peperangan Badar. Di mana pada waktu itu secara matematis kaum muslim akan kalah sebab lebih banyak tentara musuh. Namun pada akhirnya Islamlah yang menang. “Tak gentar”, itulah sebagai modal awal menuju kemenangan.

Kini, tidak ada lagi penjajah yang secara nyata menenteng senjata dan menembakkan ke negera  kita. Sebab itu memang akan menimbulkan resiko besar, mengingat sekarang sudah diputuskan tidak ada penjajahan. Hanya saja, sekarang bukan tidak ada penjajahan. Penjajahan itu masih ada, tapi tidak dalam bentuk perlawanan konfrontatif. Melainkan dengan menjajah kebudayaan dan perekonomian Indonesia. Sehingga bisa dilihat, bagaimana kebudayaan barat sudah mulai merasuk dan sedikit demi sedikit menghilangkan kebudayaan Indonesia yang seharusnya dilestarikan. Perekonomian yang seharusnya sangat maju pesat malah carut marut. SDA yang melimpah tidak bisa dinikmati sendiri, tapi dinikmati bangsa lain. Bangsa Indonesia seakan-akan bagaikan lilin yang hanya menguntungkan orang lain dan merugikan diri sendiri.

Sistem ekonomi kapitalis yang menjadi penyebabnya. Kegiatan ekonomi hanya sebagai sarana memperkaya diri tanpa peduli pada orang lain. Sehingga tidak heran kalau ada kata “Yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin”. Bisa dilihat pabrik-pabrik banyak berdiri di Indonesia. Tapi yang perlu diketahui banyak buruh pabrik yang masuk dalam kategori orang miskin, karena gaji mereka sedikit, tidak sesuai dengan kebutuhan. Padahal jam kerjanya sangat padat. Sebagai pembuat produk, kadang mereka tidak akan mampu untuk membeli produk itu sendiri. Tentu ini sangat memprihatinkan. Jadi seakan-akan bangsa ini bagaikan anak kecil yang bisa dengan mudah dikelabuhi.

Selain itu, bangsa ini sedang melawan diri sendiri. Maksudnya, kemunduran bangsa Indonesia juga banyak disebabkan oleh anak negeri sendiri yang lebih mementingkan diri sendiri dan menghancurkan bangsa. Hal itu salah satunya dilakukan dengan cara korupsi dan penebangan liar. Sudah berapa triliun uang negara diambil oleh rakyat Indonesia sendiri. Berapa ribu hetar hutan yang ditebang secara liar. Dua hal itu tentu sudah menjadi penyebab kemunduran bangsa. Sedangkan pelakunya adalah anak bangsa sendiri.

Jadi selain melawan jajahan dari bangsa lain, semisal dalam segi budaya dan ekonomi, Indonesia juga melawan diri sendiri. Tapi yang menjadi penyebab utama kemerosotan ini adalah yang kedua ini. Sebab rongrongan dari dalam efeknya akan lebih dahsyat. Makanya Nabi Muhammad bersabda kepada sahabat setelah selesai perang badar bahwa orang Islam telah menyelesaikan sebuah perang yang besar dan akan menghadapi perang yang lebih besar lagi, yaitu perang melawan hawa nafsu, perang melawan diri sendiri. Perang melawan diri sendiri dikatakan besar karena bagaimana bisa menang melawan orang lain kalau melawan diri sendiri saja sudah kalah. Misalnya seandainya ketika perang badar orang Islam dihinggapi rasa takut, maka kemenangan tidak akan terjadi. Memerangi rasa takut termasuk perang melawan diri sendiri. Masih banyak lagi contoh melawan diri sendiri, salah satu yang terpenting untuk dikalahkan adalah hawa nafsu, dalam kata lain memarangi keinginan diri untuk melanggar aturan Allah.

Dengan demikian, masih banyak tugas para penerus bangsa, para pengisi kemerdekaan. Walaupun mereka tidak butuh lagi untuk menenteng bambu runcing atau senjata lain. Permasalahan bangsa masih banyak yang butuh diselesaikan dengan cara diperjuangkan. Pahlawan untuk sekarang bukan lagi orang yang memanggul senjata. Melainkan orang yang bisa menyelesaikan permasalah bangsa sehingga menjadi negara maju dan rakyat akan sejahtera.

Untuk itu semua, tidak cara lain kecuali dengan membulatkan tekat untuk memperjuangkan bangsa. Tirulah semangat para pahwalan yang dengan penuh keyakinan dan tekat kuat demi terciptanya kemerdekaan. Oleh karena itu, di saat peringatan hari pahwalan ini, kita gunakan kesempatan untuk mengenang dan meniru semangat para pejuang atau pahlawan itu. Sehingga peringatan hari pahlawan akan menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bukan berlalu tanpa bekas.

Bangkitlah “Indonesiaku”, demi masa depan bangsa, demi jeri payah para pejuang, demi tegaknya negeri kita…….!!!!

Tinggalkan Balasan