Amalan Dahsyat Tukang Becak : “laa haula wala quwwata illa billah”

0
1771

Oleh : Mohammad Mahfud M.D

Awal Ramadhan, empat tahun yg lalu ceramah malam pertama tarawih diberikan oleh Mohammad Mahfud Md., yg waktu itu masih Ketua MK. Ia bercerita mengenai sejumlah hal, namun yg paling mengesankan adalah cerita ini :

Ceritanya adalah mengenai seorang lelaki tua tukang becak yg sanggup menyekolahkan anak2nya hingga menjadi orang. Di atas kertas, sebenarnya muskil baginya untuk bisa mengantarkan anak2nya sekolah hingga perguruan tinggi. Namun kemustahilan itu toh terlampaui juga.

Mahfud, yg mengenal lelaki itu, tentu saja penasaran. “Bagaimana bisa Bapak sanggup melakukan semua itu, apa yg sudah Bapak lakukan untuk anak2?!” kurang lebih, begitu pertanyaannya pada lelaki itu.

Dengan bahasa Jawa halus, lelaki itu menjawab tatag, “Saya hanya berusaha menjalankan pekerjaan saya dgn sebaik2nya, Pak.”

“Mosok hanya itu, Pak?” Mahfud masih penasaran. Ia berharap ada rahasia lain yg disimpan oleh lelaki itu.

Karena didesak, dengan wajah malu2 akhirnya lelaki sepuh itu menjawab, “Sejak masih muda, saya rutin mengamalkan sebuah doa, Pak,” ujarnya.

“Wah, doa apa itu?” Mahfud jadi kian penasaran.

“Nganu, Pak, doanya cuma pendek saja. Lha wong saya saja tidak banyak belajar agama,” aku si lelaki pengayuh becak, sembari tersipu.

“Panjang dan pendeknya doa itu tidak masalah, Pak. Wah, tapi doanya bagaimana ya, itu?!” Pokoknya Mahfud semakin penasaran.

“Setiap kali saya mengayuh becak, sejak muda dulu, pada setiap kayuhan saya selalu membaca doa ini, ‘lawala wala kuwata’. Nggih, ming mekaten,” ujar si pengayuh becak. Kali ini raut mukanya penuh kebanggaan.

Mahfud Md. kontan tercenung. Sbg lulusan pondok, ia tahu bahwa yg dimaksud oleh lelaki tua pengayuh becak itu sebenarnya adalah bacaan ‘hauqalah’, yg aslinya berbunyi “laa haula wala quwwata illa billah”. Hanya, karena lelaki tua itu tak pernah belajar mengaji, maka ia hanya mengingat bacaan itu dalam redaksi yg lain, semampu yg didengarnya saja.

Tapi bayangkan, sungguh Allah memang Maha Pemurah dan Maha Pengasih, ujar Mahfud. “Bahkan sebuah dzikir yang redaksinya keliru pun diijabah-Nya,” kelakar Mahfud dalam ceramahnya.

Dan memang, bukankah nilai sebuah doa tak terletak pada susunan redaksionalnya?! Bukankah Yang Kuasa tak mungkin keliru mendengar atau memahami maksud hambaNya?!

Tapi kita, yg fakir ini, masih saja gemar mempertengkarkan soal kemasan dan redaksional, sehingga sering jadi kehilangan esensi (niad dan ketulusan hati yaitu terbebas dari riya,sombong).

Sadarlah Allah diatas segalanya, termasuk dalam hal diterimanya/tidak suatu amal Ibadah…. yg tidak sesuai dimata kita belum tentu tidak sesuai di mata Allah… bersihkan hati kita dari perasangka buruk dan mudah menghakimi orang lain, baiknya kita lebih was was apakah amalan yg Allah beri kekuatan tuk kita lakukan sudah diterima atau belum dariapada kita sibuk memikirkan amalan orang lain.

Wallahu a’lam

Allahumma sholli ‘ala Sayyidina Muhammad wa’ala alihi washobihi wasalim

Sumber 1 : Para Pecinta Ulama Habaib Was Sholihin/KBAswaja
Sumber 2: Moslem For All

Tinggalkan Balasan