“Muhammad’s Day”, Bukan “Valentine’s Day”

0
484

Setiap tanggal 14 Februari, para muda mudi merayakan haris kasih sayang yang biasa dikenal dengan sebutan Valentine Day. Beragama acara yang mereka lakukan, dari yang sekedar mengirim ucapan melalui surat, mengirim coklat, atau bahkan sampai pada pesta. Hal ini mereka lakukan dengan anggapan bahwa hari itu adalah hari kasih sayang, yang memang layak dirayakan oleh orang yang sedang memadu kasih, khususnya pemuda dan pemudi.

Banyak versi dari sejarah munculnya Valentine Day ini. Salah satunya seperti dituturkan berikut ini,

“Valentine adalah seorang pendeta yang hidup di Roma pada abad ke-III. Ia hidup di kerajaan yang saat itu dipimpin oleh Kaisar Claudius yang terkenal kejam. Ia sangat membenci kaisar tersebut. Claudius berambisi memiliki pasukan militer yang besar, ia ingin semua pria di kerajaannya bergabung di dalamya. Namun sayangnya keinginan ini tidak didukung. Para pria enggan terlibat dalam peperangan. Karena mereka tak ingin meninggalkan keluarga dan kekasih hatinya. Hal ini membuat Claudius marah, dia segera memerintahkan pejabatnya untuk melakukan sebuah ide gila.

Claudius berfikir bahwa jika pria tidak menikah, mereka akan senang hati bergabung dengan militer. Lalu Claudius melarang adanya pernikahan. Pasangan muda saat itu menganggap keputusan ini sangat tidak masuk akal. Karenanya St. Valentine menolak untuk melaksanakannya. St. Valentine tetap melaksanakan tugasnya sebagai pendeta, yaitu menikahkan para pasangan yang tengah jatuh cinta meskipun secara rahasia. Aksi ini akhirnya diketahui oleh kaisar yang segera memberinya peringatan, namun ia tidak menggubris dan tetap memberkati pernikahan dalam sebuah kapel kecil yang hanya diterangi cahaya lilin.

Sampai pada suatu malam, ia tertangkap basah memberkati salah satu pasangan. Pasangan tersebut berhasil melarikan diri, namun malang St. Valentine tertangkap. Ia dijebloskan ke dalam penjara dan divonis hukuman mati dengan dipenggal kepalanya. Bukannya dihina oleh orang-orang, St. Valentine malah dikunjungi banyak orang yang mendukung aksinya itu. Mereka melemparkan bunga dan pesan berisi dukungan di jendela penjara dimana dia ditahan. Salah satu dari orang-orang yang percaya pada cinta kasih itu adalah putri penjaga penjara sendiri. Sang ayah mengijinkan putrinya untuk mengunjungi St. Valentine. Tak jarang mereka berbicara lama sekali. Gadis itu menumbuhkan kembali semangat sang pendeta. Ia setuju bahwa St. Valentine telah melakukan hal yang benar.

Pada hari saat ia dipenggal alias dipancung kepalanya, yakni tanggal 14 Februari gak tahu tahun berapa, St. Valentine menyempatkan diri menuliskan sebuah pesan untuk gadis putri sipir penjara tadi, ia menuliskan “Dengan Cinta dari Valentinemu”.”

Dari kisah itu lalu banyak orang yang menganggap bahwa pendeta St. Valentine termasuk pejuang terciptanya kasih sayang atau cinta, sehingga hari di mana dia dihukum mati layak untuk dirayakan. Mengingat dia rela melanggar hukum hanya untuk merealisasikan keinginan dua insan yang ingin menjalani hidup bersama.

Ada hal yang perlu diperhatikan dalam Valentine Day, yakni hanya terfokus pada kasih sayang antar dua insan yang memadu kasih. Makanya jarang perayaan valentine pada para tetangga, pada orang tua atau lain sebagainya. Ini menandakan bahwa filosofi perjuangan cinta yang melatarbelakangi Valentine Day ini terasa kurang.

Sesungguhnya kita sebagai orang muslim tidak perlu menganggap orang lain—yang tidak seagama—sebagai pejuang kasih sayang, yang pada akhirnya ikut-ikutan untuk merayakan Valentine Day. Mengingat kalau mau meneliti dan memperhatikan sejarah, pencetus hari kasih sayang adalah Nabi Muhammad. Beliau yang pertamakali menyebut hari kasih sayang, yang oleh beliau diistilahkan dengan kata “yaumu al-marhamah”. Nabi Muhammad lah yang sangat layak mendapat julukan sang Penebar Kasih Sayang yang sejati. Hal ini bukan hanya sebatas klaim belaka, melainkan sebuah fakta yang tertulis dalam sejarah tapi jarang orang mau mengungkapkannya.

Dalam kitab Jami’u al-hadits dan juga di kitab-kitab yang lain disebutkan bahwa ketika Islam sudah kuat, karena makin banyaknya pemeluk Islam, maka lalu Nabi kembali ingin bisa berkuasa di Makkah. Dalam arti bisa melakukan ibadah di sana karena sudah lama dikuasai oleh kafir Quraisy dan melarang pengikut Nabi untuk memasuki Mekkah. Pada saat hendak menaklukkan kota Mekkah, Nabi berangkat dengan pasukannya. Salah satu pasukannya yang diberi tongkat komando memimpin adalah Sa’ad Bin Ubadah. Dia diberi kepercayaan memegang komando dengan tanda bendera ada di tangannya.

Saat dia mengelilingi pasukan dan dan ketemu dengan Abu Sufyan, dia pun berkata,

يَا أَبَا سُفْيَان اَلْيَوْمُ يَوْمُ الْمَلْحَمَةِ

“Wahai Abu Sufyan!, Sekarang adalah hari pembantaian

Abdurrahman Bin Auf dan Utsman Bin Affan yang juga mendengar kata-kata tersebut tidak percaya. Lalu bertanya langsung kepada Nabi. Mereka berkata, “Kami tidak percaya pada Sa’ad yang akan melakukan pembantaian pada orang-orang Quraisy”. Mendengarakan pengaduan itu, Nabi pun bersabda,

يَا أَبَا سُفْيَان اَلْيَوْمُ يَوْمُ الْمَرْحَمَةِ

“Wahai Abu Sufyan!, hari ini adalah hari kasih sayang,

Kemudian Nabi mengutus seorang sahabat untuk mengambil bendera yang ada di tangan Sa’ad Bin Ubadah dan disuruh untuk diserahkan pada anaknya yang bernama Qais.

Dari kisah ini, kita sebagai orang muslim harus tahu bahwa Nabi Muhammad lah yang paling pantas untuk dianggap sebagai orang yang selalu menebar kasih sayang. Dan kasih sayangnya di sini bersifat universal. Filosofi kasih sayang yang dibangun oleh Nabi pun sangat kuat. Sementara Valentine Day yang sering dirayakan termasuk oleh kaum muslimin hanyalah didasarkan pada kisah kasih sayang yang tidak bersifat sejati. Filosofi yang melatarbelakangi Valentine Day tidak jelas. Maka dari itu, seandainya harus ada yang namanya “Hari Kasih Sayang”, maka hari di mana Nabi hendak menaklukkan kota Mekkah inilah yang pantas untuk dijadikan hari kasih sayang dan bisa disebut “Muhammad Day”. Sebab pada hari itu Nabi menebar kasih sayang dengan tidak mau mencederai penduduk Mekkah dan pada hari itulah Nabi mengungkan kata“Yaumu al-Marhamah”. Terlebih Valentine Day dirayakan bukan sebagai ungkapan kasih sayang, melainkan ungkapan nafsu pada pasangan yang mayoritas belum sampai pada ikatan resmi.

 

Sumber gambar: foto.okezone.com

Tinggalkan Balasan