Senjata Utama Itu Bernama “Keberanian”

0
646

Thariq Bin Ziyad, begitulah nama yang akan terus dikenang sebagai salah satu panglima pemberani dalam sejarah Islam dan dunia. Kisah keberanianya dimulai ketika mendapat perintah untuk menaklukkan Andalusia. Tepatnya Pada bulan Rajab tahun 97 H Thariq berangkat menggunakan perahu menuju Andalusia dan mendarat di pantai karang Andalusia pada bulan Ramadhan di tahun yang sama. Thariq yang membawa 7000 pasukannya dihadapkan dengan 25.000 prajurit kerajaan Visigoth. Tentu hal ini merupakan pertempuran yang tidak akan seimbang. Tapi tentu saja, bagi kaum muslimin hal itu sama sekali bukan masalah. Bukankah dari sekian banyak peperangan yang dimenangkan oleh kaum muslim adalah saat jumlah mereka jauh lebih sedikit dari musuh?.

Yang fenomenal dalam peristiwa ini adalah tindakan yang diambil oleh sang panglima, Thariq bin Ziyad, yang memerintahkan pembakaran kapal-kapal yang telah membawa para pasukan kaum muslimin. Sehingga saat itu hanya ada dua pilihan: mati tenggelam di laut ataukah berjuang melawan musuh. Setelah membakar semua kapa-kapal yang ditumpangi, Thariq berpidato dengan berapi-api untuk membangkitkan gelora jihad tentara muslim. Berikut isi pidatonya,

“Wahai saudara-saudaraku, lautan ada di belakang kalian, musuh ada di depan kalian, ke manakah kalian akan lari?, Demi Allah, yang kalian miliki hanyalah kejujuran dan kesabaran. Ketahuilah bahwa di pulau ini kalian lebih terlantar dari pada anak yatim yang ada di lingkungan orang-orang hina. Musuh kalian telah menyambut dengan pasukan dan senjata mereka. Kekuatan mereka sangat besar, sementara kalian tanpa perlindungan selain pedang-pedang kalian, tanpa kekuatan selain dari barang-barang yang kalian rampas dari tangan musuh kalian. Seandainya pada hari-hari ini kalian masih tetap sengsara seperti ini, tanpa adanya perubahan yang berarti, niscaya nama baik kalian akan hilang, rasa gentar yang ada pada hati musuh akan berganti menjadi berani kepada kalian. Oleh karena itu, pertahankanlah jiwa kalian!!”

Akhirnya pertempuran ini dimenangkan oleh Thariq beserta pasukan kaum muslimin. Raja Roderick (raja kerajaan Visigoth) sendiri tewas dalam pertempuran tersebut. Thariq kemudian meminta tambahan pasukan kepada Gubernur Musa. Lalu dikirimlah 5000 prajurit yang sebagian besar berasal dari bangsa Barbar. Satu demi satu kota-kota di Andalusia berhasil diduduki tentara Thariq: Elvira, Granada, Cordoba, Malaga dan Toledo yang saat itu menjadi ibukota kerajaan Visigoth. Antara musim semi sampai musim panas tahun 711 H, Thariq telah berhasil menguasai separuh wilayah Andalusia.

Demikianlah sekelumit tentang kisah perjuangan Thariq Bin Ziyad, salah satu panglima terbaik dalam sejarah Islam. Mungkin kita akan merasa aneh, kenapa dia sampai membakar perahu yang dimiliki?. Bukankah itu sama saja dengan mensia-siakan apa yang dimiliki?. Terlebih pasukan mereka jauh lebih kecil dari pasukan musuh. Seandainya perahunya tidak dibakar, bukankah mereka masih bisa untuk pulang dan meminta tembahan bala tentara.

Tapi itulah bagian dari strategi yang dilakukan oleh Thariq. Dia ingin membakar semangat pasukannya untuk berani bertempur sampai darah penghabisan dengan tanpa memandang seberapa besar kekuatan yang dimiliki musuh, tanpa berpikir berapa jumlah mereka, serta tanpa berpikir persenjataan musuh. Apalah artinya jumlah pasukan dan apalah artinya persenjataan kalau tidak disertai keberanian dan semangat yang berkobar. Dan ketika itu, bala tentara Ziyad mempunyai semangat yang kuat, sebab pilihan mereka hanya 2, mau mati konyol dengan tenggelam di laut ataukah mati syahid dengen berperang melawan musuh tanpa takut sedikitpun. Dan ternyata inilah yang lalu menjadi penyebab kenapa mereka mampu menaklukkan musuh, walaupun jumlah pasukan Ziyad ketika hanya 1/3 dari jumlah pasukan musuh.

Dari kisah ini, sebagai seorang muslim, kita bisa mengambil hikmah, bahwa keberanian itu merupakan modal untuk menuju kesuksesan. Keberanian merupakan modal utama untuk mengggapai apa yang diinginkan. Seandainya saja tidak ada keberanian pada diri nabi, niscaya Islam tidak akan seperti sekarang ini. Islam tidak akan berkembang. Islam mungkin hanya akan jadi agama lokal masyarakat arab. Untuk masa sekarang, dengan  keberanian inilah kita gunakan untuk menghadapi tantangan global yang makin besar. Demi terwujudnya salah satu cita besar, yaitu Islam rahmatan lil alamin.

Sumber gambar: philisto.fr

Tinggalkan Balasan