Masih membekas dalam memori kita, di pengujung tahun 2012, Dunia sempat geger dengan beredarnya film yg berjudul Innocence of muslims. Film yang disutradarai oleh seorang yahudi ini ditengarai berisi adegan-adegan yang melecehkan nabi dan menghina agama Islam. Tak ayal, reaksi keras mengecam film tersebut terjadi di berbagai negara terutama yang berpenduduk mayoritas muslim. Bahkan, insiden pengeboman yang menewaskan konsulat Amerika Serikat (di Libya) dan demonstrasi keras hingga bentrok dengan aparat tidak bisa terhindarkan akibat pukulan telak rasa kekecewaan dan kemaharan dariĀ umat Islam sendiri.
Peristiwa berbau SARA ini hanyalah sebagian kecil yang terekam meluas dalam kancah Internasional, tentu masih banyak kasus-kasus serupa yang memicu keretakan hubungan muslim-non muslim. Penistaan Agama, entah itu dengan melecehkan Tuhannya, Utusannya, ajarannya atau bahkan pengikutnya hampir pernah terjadi diberbagai belahan dunia. Termasuk juga di Indonesia, masih ingat berita-berita yang sering muncul di media tentang peristiwa pembakaran gereja, penyerbuan jamaāah dimasjid, pengusiran dan pembunuhan adalah beberapa misal yang kesemuanya berawal dari pelecehan dan penghinaan terhadap satu agama.
Dengan tanpa bermaksud mengkambing hitamkan, lantas siapakah yang harus disalahkan? Merekakah atau barangkali kita? Patutlah memulai intropeksi dari diri kita sendiri, Ibarat asap dan api, pastilah ada faktor yang memantik mereka untuk melakukan aksi penistaan sebagaimana diatas. Entah disengaja atau tidak mulai dari sikap, tingkah laku, dan ucapan terkadang dipandang negatif dan provokatif sehingga tanpa disadari menimbulkan isu-isu miring yang dapat memanaskan tensi hubungan muslim-non muslim. Akibatnya, baik secara individu maupun kelompok merekapun menggalang misi ābalas dendamā sebagai bentuk menumpahkan kemarahan dan ketidak terimaan mereka. Inilah sedari dulu yang telah diwanti-wanti Allah swt. kepada umat islam, dalam al-Qur`an diesbutkan:
ŁŁŁŁŲ§ ŲŖŁŲ³ŁŲØŁŁŁŲ§ Ų§ŁŁŁŲ°ŁŁŁŁ ŁŁŲÆŁŲ¹ŁŁŁŁ Ł ŁŁŁ ŲÆŁŁŁŁ Ų§ŁŁŁŁ ŁŁŁŁŲ³ŁŲØŁŁŁŲ§ Ų§ŁŁŁŁ Ų¹ŁŲÆŁŁŁŲ§ ŲØŁŲŗŁŁŁŲ±Ł Ų¹ŁŁŁŁ Ł ŁŁŲ°ŁŁŁŁŁ Ų²ŁŁŁŁŁŁŁŲ§ ŁŁŁŁŁŁŁ Ų£ŁŁ ŁŁŲ©Ł Ų¹ŁŁ ŁŁŁŁŁŁ Ł Ų«ŁŁ ŁŁ Ų„ŁŁŁŁ Ų±ŁŲØŁŁŁŁŁ Ł Ł ŁŲ±ŁŲ¬ŁŲ¹ŁŁŁŁ Ł ŁŁŁŁŁŁŲØŁŁŲ¦ŁŁŁŁ Ł ŲØŁŁ ŁŲ§ ŁŁŲ§ŁŁŁŲ§ ŁŁŲ¹ŁŁ ŁŁŁŁŁŁ (108) [Ų§ŁŲ£ŁŲ¹Ų§Ł /108]
āDan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakanā (QS. Al-An`am (6): 108).
Imam al-Suyuti menjelaskan dalam kitabnya; Abdurrazaq meriwayatkan dari Ma`mar dari Qotadah, bahwa kaum muslim pada waktu itu suka mencaci berhala kaum kafir sehingga kaum kafir pun membalasnya dengan mencaci orang-orang Islam, maka Allah swt. menurunkan ayat ini sebagai larangan mencaci-maki orang-orang kafir.
Refleksi
Membangun budaya damai muslim-non muslim harus dimulai dari diri kita, dengan menunjukkan sikap dan tutur kata yang tidak menyinggung pihak lain, sebagaimana yang dicontohkan Nabi Muhammad saw., tetapi ingat, ini bukan berarti kita ridho dan rela dengan agama dan kepercayaan yang mereka anut, sebab kita yakin bahwa agama yang menunjukkan kebenaran dan sebagai rahmatan lil `alamin adalah Islam. Sikap ini adalah bentuk toleransi kita kepada mereka. Dan harus menjadi catatan, toleransi hanya terbatas pada keduniawiaan semata, jangan sampai kran kebebasan berekspresi mencampur adukkan setiap ajaran agama dilegalkan dengan dalih āini adalah toleransiā. Ā Allah swt. berfirman:
ŁŁŁŁ ŁŁŲ§ Ų£ŁŁŁŁŁŁŲ§ Ų§ŁŁŁŁŲ§ŁŁŲ±ŁŁŁŁ (1) ŁŁŲ§ Ų£ŁŲ¹ŁŲØŁŲÆŁ Ł ŁŲ§ ŲŖŁŲ¹ŁŲØŁŲÆŁŁŁŁ (2) ŁŁŁŁŲ§ Ų£ŁŁŁŲŖŁŁ Ł Ų¹ŁŲ§ŲØŁŲÆŁŁŁŁ Ł ŁŲ§ Ų£ŁŲ¹ŁŲØŁŲÆŁ (3) ŁŁŁŁŲ§ Ų£ŁŁŁŲ§ Ų¹ŁŲ§ŲØŁŲÆŁ Ł ŁŲ§ Ų¹ŁŲØŁŲÆŁŲŖŁŁ Ł (4) ŁŁŁŁŲ§ Ų£ŁŁŁŲŖŁŁ Ł Ų¹ŁŲ§ŲØŁŲÆŁŁŁŁ Ł ŁŲ§ Ų£ŁŲ¹ŁŲØŁŲÆŁ (5) ŁŁŁŁŁ Ł ŲÆŁŁŁŁŁŁŁ Ł ŁŁŁŁŁŁ ŲÆŁŁŁŁ (6) [Ų§ŁŁŲ§ŁŲ±ŁŁ/1-6[
āKatakanlah: “Hai orang-orang kafir. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamakuā (QS. Al-Kafirun (109): 1-6).
Well, dengan memberikan mereka kewenangan dan tidak mengganggu aktifitas-aktifitas keagamaan mereka, itu sudah dikatakan sikap toleransi, tanpa harus mengikuti budaya mereka, ikut berbaur dan merayakan bersama setiap efen perayaan yang diselenggarakan merekaĀ·. wallahu a`lam
Ā
- Ā· Marajiā
- DEPAG RI, Al-Qur`an dan Terjemahannya
- Jalaluddin al-Suyuti, Lubab al-Nuqul fi Asbab al-Nuzul
- Buletin Santri Ma`had Aly, Tanwirul Afkar
- Kompas
- Sosbud.kompasiana
Sumber Gambar: solehfisikaui2008.blogspot