Setelah melakukan investigasi dalam jangka waktu 12 hari (8-20 April), akhirnya MUI menyimpulkan bahwa Eyang Subur (ES) telah menyimpang dari akidah dan syari’at Islam karena beristeri lebih dari empat yang dinikahi secara bersamaan dan melakukan praktek perdukunan dengan menggunakan air garam dan kopi pahit yang dijampi-jampi. Kesimpulan MUI ini menjadi akhir dari kisah ES yang menghiasi pemberitaan di berbagai media tanah air dengan rentan waktu yang cukup lama. Dan Kita tidak perlu mempersoalkan apakah hasil investigasi itu benar atau tidak, biarkan saja MUI melakukan tugasnya untuk melindungi umat Islam.
Hanya saja, ada beberapa hal yang perlu direnungkan dan difikirkan dalam kasus ES ini. Berikut ulasannya:
- Menurut pengacara ES, Ramdan, ES tidak sesat tapi menyimpang. Hal ini dikarenakan dalam surat dari MUI tidak ada kata sesatnya. Sesungguhnya pernyataan ini perlu dikritisi. Kenapa demikian?, karena dalam islam tidak membedakan antara menyimpang dan sesat. Dalam arti orang yang menyimpang ya adalah orang yang sesat. Sesat yang dalam bahasa arab dikenal dengan zhillun—orang yang sesat disebut Zhallun—cakupannya luas, mengena pada semua bentuk penyimpangan bahkan juga mencakup pada kekafiran.
- Praktek perdukunan sampai sekarang masih menjamur di mana-mana. Bahkan ada yang sampai diiklankan di media cetak. Coba anda baca semisal korang memo pasti ada iklan perdukunan. Tapi kenapa itu tidak disikapi oleh MUI. Oleh karena itu, sekarang menjadi penting apa yang dikasud perdukunan itu?. Karena tidak menutup kemungkinan Allah memberikan kemampuan supranatural pada sebagian hamba-Nya. Lantas apakah ketika demikian dia menggunakan karunia yang diterima langsung dicap melakukan praktek perdukunan?. Tentu tidak demikian.
- Media Indonesia cukup lebay dalam memberitakan sebuah kasus. Kasus ES ini sesungguhnya tidak terlalu menghebohkan, karena hanya berputar pada kekecewaan seseorang pada orang yang dulunya pernah menjadi gurunya atau teman akrabnya. Tapi karena lalu dipoles oleh media maka lalu seolah-olah menjadi sangat heboh. Bayangkan saja, kita disajikan pemberitaan ES ini lebih dari sebulan. Jadi selama itu kita dikisahkan pemberitaan tentang perang mulut antara kedua belah pihak. Padahal masih banyak hal lain yang perlu diberitakan dan diperhatikan.
- ES diputuskan mempunyai istri lebih dari empat. Yang menjadi pertanyaan, kok bisa mau para perempuan tersebut menjadi istri ES yang notabene sudah punya empat istri?. Ini sesungguhnya cukup aneh, tapi biarlah tak perlu diperpanjang, anggap saja ini bagian dari privasi masing-masing orang.
- Pada pemberitaan awalnya, dari pihak ES selalu membantah apa-apa yang dituduhkan oleh pihak lawan-lawannya. Tapi sekarang dia melalui pengacaranya mengakui bahwa telah melakukan penyimpangan. Kalau kita perhatikan memang banyak sekali kasus-kasus yang pada awalnya dibantah lalu pada akhirnya diakui. Padahal seandainya diiyakan sejak awal akan cepat selesai. Terlebih kesalahan yang berhubungan dengan hablum minan nas itu memang layak untuk diakui. Sedangkan kesalahan yang berhubungan dengan hablum minallah tidak perlu diakui di hadapan khalayak ramai. Cukup dengan bertaubat saja. Semisal tentang perzinahan. Dalam hal perzinahan ini, lebih utama tidak mengakui. Karena ada hadits yang menjelaskan bahwa nabi beberapa kali bertanya pada Ma’iz–yang telah mengaku berzina—apakah tidak mau mencabut pengakuannya?. Dari hadits ini lalu para ulama berpendapat bahwa menarik pengakuan itu hukumnya sunnah kalau berhubungan dengan haqqullah.
- Kita masih ingat kemaren-kemaren ini, diberitakan ES mengadakan acara maulidan atau pengajian. Ini memang sepertinya sudah menjadi budaya bangsa kita. Ketika dituduh salang langsung membantah dengan tindakan atau sikap yang lalu diekspos. Misalnya kita bisa melihat para pesakitan yang diadili dipengadilan biasa menggunakan jilbab. Bahkan perempuan yang dituduh menjadi mucikari, ternyata ketika dipengadilan juga menggunakan jilbab. Ya kita berdoa saja hal itu bukan untuk membohongi publik. Melainkan didasari hati yang tulus.
Sumber Gambar: life.viva.co