Wakil Presiden Iran, Muhammad Javad Ali Akbar, mengatakan kekerasan yang menimpa kaum Syiah di Indonesia bukan dilakukan oleh umat Muslim yang sebenarnya. Menurut dia, tindak kekerasan itu dilakukan oleh sekelompok orang yang sengaja memanfaatkan situasi dan kondisi untuk memperkeruh konflik.
Hal itu diungkap Javad saat menyambangi kantor Dewan Mesjid Nasional, Selasa 28 Mei 2013, di Jakarta Pusat dan diterima oleh mantan Wapres RI, Jusuf Kalla. Di mata Javad, dalam menghadapi konflik, Islam selalu memilih cara untuk berdialog ketimbang jalur kekerasan.
“Islam yang kita miliki adalah Islam yang siap berdialog dan memiliki rasionalitas. Kita lebih mengedepankan ketenteraman masyarakat,” ujar Javad.
Dia juga menyayangkan aksi sejumlah pihak yang membawa-bawa nama Islam untuk membenarkan setiap tindak kekerasan yang dilakukannya. “Mereka dibodoh-bodohi karena tidak mengenal Islam lebih baik,” imbuh Javad.
Sementara di mata Jusuf Kalla, konflik kekerasan terhadap Syiah yang terjadi di Madura tahun 2011 silam berawal dari permasalahan pribadi. “Itu murni adalah konflik pribadi. Kaum Sunni dan Syiah di Indonesia tidak terlalu bermasalah,” kata Kalla.
Pria yang kerap disapa JK itu mengatakan konflik yang sudah melebar menjadi aksi kekerasan itu sudah sepatutnya masuk ke ranah hukum dan ditangani oleh polisi. “Yang namanya kekerasan sudah seharusnya ditangani oleh aparat kepolisian dan tentunya dibutuhkan komitmen dari pemda yang ada di sana,” kata JK.
Konflik kekerasan yang menimpa Syiah Madura terjadi pada 29 Desember 2011 silam. Saat itu sebuah pesantren milik warga Syiah di Nangkernang, Sampang, Madura, dibakar massa.
Menurut pembina pesantren, Tajul Muluk, yang kala itu dihubungi VIVAnews melalui telepon mengatakan massa yang menyerang adalah warga sekitar yang tak suka keberadaan pesantren Syiah di sana. Selain membakar pesantren, massa juga ikut membakar rumah warga Syiah yang berada di sekitar pesantren. (viva)