Mengungkap Misteri Terciptanya Siang dan Malam
Seringkali muncul pertanyaan, lebih dahalu manakah antara telur ayam dan ayam?. Jarang muncul pertanyaan lain yang sejenis dengan pertanyaan itu, dalam arti akan kesulitan kalau ditanya manakah yang ada terlebih dahulu, misalnya tentang siang dan malam. Mungkin tidak pernah terbersit dalam benak kita, lebih dulu manakah antara siang dan malam?. Kira-kira Allah pertamakali menciptakan siang terlebih dahulu ataukah malam dulu?, ataukah diciptakan bersamaan?. Padahal kita tahu bahwa semua yang ada di dalam lingkup kehidupan ini diciptakan oleh Penciptanya, Alla swt, termasuk waktu siang dan malam. Makanya Allah itu bersifat transenden, tidak terikat dengan waktu, mengingat Allah lah yang menciptakan siang dan malam itu.
Secara jelas Allah tidak memberitahu manakah yang lebih dahulu diciptakan ataupun apakah diciptakan bersamaan. Namun, seorang muslim yang merupakan pakar sejarah terkemuka, yakni Syaikh al-Allamah Izzu al-Din Abi al-Hasan Ali Bin Abi al-Karim Muhammad Bin Muhammad Bin Abdu al-Karim Bin Abdu al-Wahid al-Syaibani, atau yang lebih dikenal dengan nama Ibnu al-Atsir ternyata sudah membahas tentang sejarah siang dan malam ini dalam kitab sejarah yang berjudul al-Kamil Fi al-Tarikh.
Di bab awal dalam kitab tersebut yang semuanya berjumlah 8 jilid, Ibnu Atsir membahas secara khusus tentang masalah ini dengan memberi judul al-Qaul Fi al-Lail Wa al-Nahar Ayyuhuma Khuliqa Qabla Shahibihi (pembahasan tentang manakah yang diciptakan pertama kali, malam ataukah siang?).
Menurut beliau, ternyata pakar-pakar Islam ternyata berbeda pendapat dalam mengomentari masalah ini. Ada yang mengatakan malam lebih dulu ada baru setelah itu muncul siang. Dan ada yang berpendapat sebaliknya. Kedua pendapat ini didasarkan pada dalil dan argumen yang berbeda-beda.
Ulama yang berpendapat lebih dulu tercipta siang mengatakan bahwa siang itu ada karena sinar matahari, sehingga ketika matahari terbenam maka siang pun berubah menjadi malam. Dengan demikian, maka kita menyadari siang itu—yakni cahaya—datang pada kegelapan (ruang gelap), yakni malam. Seandainya tidak ada cahaya matahari maka malam itu akan terus berlanjut. Inilah argumen dari pendapat ini yang disampaikan Ibnu Abbas.
Sedankan ulama yang berpendapat siang tercipta terlebih dahulu mengatakan bahwa Allah itu bersifat qadim sementara yang lain bersifat hadits. Sehingga ketika Allah sudah ada yang lain masih belum ada, termasuk siang dan malam. Hanya saja lalu cahaya Allah menerangi segala sesuatu sampai Allah menciptakan malam. Dengan demikian, menurut pendapat ini, siang lah yang ada terlebih dahulu karena cahaya Allah sudah ada sejak Allah ada.
Menurut Ibnu Atsir, dari dua pendapat ini, pendapat yang pertama lah yang bernar, karena argumennya lebih bisa diterima. Di samping itu, beliau mendasarkan pada sebuah ayat,
أَأَنْتُمْ أَشَدُّ خَلْقًا أَمِ السَّمَاءُ بَنَاهَا (27) رَفَعَ سَمْكَهَا فَسَوَّاهَا (28) وَأَغْطَشَ لَيْلَهَا وَأَخْرَجَ ضُحَاهَا (29)
“Apakah kamu lebih sulit penciptaanya ataukah langit? Allah telah membinanya (27). Dia meninggikan bangunannya lalu menyempurnakannya (28). dan Dia menjadikan malamnya gelap gulita, dan menjadikan siangnya terang benderang (29).” (QS. Al-Nazi’at: 27-29)
Dalam ayat ini, Allah menyebutkan kata malam terlebih dahalu, baru setelah itu menyebutkan kata siang. Dan memang dalam beberapa ayat lain, yang ada penyebutan kata al-lail (malam) dan al-nahar (siang), lebih sering disebutkan siang malam terlebih dahulu daripada siang. Demikian mungkin memang pendapat inilah yang benar.
Image: flickr