“Seorang hamba yang bertakwa tidak akan kehilangan kesabaran dan berteriak putus asa ketika dihadang masalah atau kesulitan, Ia tau dan yakin bahwa Allah senantiasa mengawasi dan menyayanginya dan Dia menghendaki kebaikan”
Ungkapan di atas sangat dahsyat dalam memberikan semangat dan motivasi bagi kehidupan. Sering sekali kita mengeluh dan berkeluh kesah saat apa yang kita harapkan tak kunjung terkabul atau apa yang tidak kita inginkan terjadi. Rasa kecewa, menganggap Allah SWT. tidak adil dan kadang ada yang marah-marah. Tapi di saat apa yang kita inginkan terwujud kadang kita lupa bahwa semua itu bukan karena usaha yang dilakukan oleh dirinya saja, ada kekuasan Allah SWT yang menghendaki itu semua terjadi. Terkadang kita terlupa untuk bersyukur dan bersabar dalam segala hal yang kita lakukan. Tanpa sadar bahwa kita tidak pernah tahu apa yang terbaik untuk kita, bisa jadi apa yang kita inginkan tidak akan sebaik apa yang kita bayangkan. Allah Maha Mengetahui apa yang terbaik untuk hamba-Nya.
Jika membaca ayat Al qur’an yang berbunyi seperti di bawah ini, serasa biasa saja dan sering didengar, tapi ternyata sangat luar biasa dan dahsyat sekali setelah merenunginya ketika ada hal yang tidak sesuai harapan.
وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ [البقرة/216]
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”. (QS. Al Baqarah: 216)
Sungguh ayat-ayat Al-Qur’an benar-benar memiliki segalanya. Memang skenario Allah untuk hamba-Nya selalu indah. Hanya saja masalah waktu yang terkadang tidak bisa dipahami, untuk menunjukkan keindahan atas ketetapan pada hamba-Nya. Boleh jadi keindahan itu tampak dari awal, boleh jadi juga baru terasa dipertengahan, atau bahkan terasa di penghujungnya. Waktu yang kita miliki berbeda dengan waktu yang Allah miliki. Maka berprasangka baiklah pada Allah. Semua ada waktunya dan akan indah pada waktunya. Sabar dan ikhlas dengan ketetapan Allah.
Takdir bukanlah kuasa kita, masa depan diluar jangkauan kita. Tapi menjaga semangat dan harapan-harapan dan impian yang baik adalah pilihan kita. Hidup itu kumpulan dari berbagai macam pilihan, maka pilihlah yang terbaik diantara yang paling baik. Jika kamu berbaik sangka pada Allah, maka Allah juga akan berbaik sangka kepadamu. “Sesungguhnya Aku, ada disisi prasangka hamba-Ku pada-Ku” (Hadist Qudsi).
Hidup adalah pilihan ibarat pohon yang beranting setelah kita melewati satu ranting maka akan dihadapi oleh ranting berikutnya. Setelah kita memilih satu pilihan, maka ada pilihan berikutnya. Begitulah kehidupan, apa yang terjadi pada diri kita saat ini adalah akibat dari pilihan-pilihan kita sebelumnya. Maka karena kita telah memilih kita bertanggung jawab akan hal itu. Seperti misalnya saya sekarang berada di jurusan pendidikan fisika. Ini adalah akibat pilihan saya sendiri dan Allah kabulkan pilihan itu, maka saya harus mempertanggung jawabkan pilihan saya tersebut.
Segalanya adalah kehendak Allah. Kita tidak bisa memposisikan atau memaksakan segalanya ingin sesuai dengan yag kita kehendaki. Karena kita tak pernah tau hal apa yang akan terjadi selanjutnya tapi Allah Maha Mengetahui. Maka seharusnya apapun yang kita hadapi dan pikirkan harus dikaitkan dengan ketentuan-Nya dan kemahakuasaan-Nya.
Coba simak hadist ini, Hadis riwayat Ali ra., ia berkata: Kami sedang mengiringi sebuah jenazah di Baqi Gharqad (sebuah tempat pemakaman di Madinah), lalu datanglah Rasulullah saw. menghampiri kami. Beliau segera duduk dan kami pun ikut duduk di sekeliling beliau yang ketika itu memegang sebatang tongkat kecil. Beliau menundukkan kepalanya dan mulailah membuat goresan-goresan kecil di tanah dengan tongkatnya itu kemudian beliau bersabda: Tidak ada seorang pun dari kamu sekalian atau tidak ada satu jiwa pun yang hidup kecuali telah Allah tentukan kedudukannya di dalam surga ataukah di dalam neraka serta apakah ia sebagai seorang yang sengsara ataukah sebagai seorang yang bahagia. Lalu seorang lelaki tiba-tiba bertanya: Wahai Rasulullah! Kalau begitu apakah tidak sebaiknya kita berserah diri kepada takdir kita dan meninggalkan amal-usaha? Rasulullah saw. bersabda: Barang siapa yang telah ditentukan sebagai orang yang berbahagia, maka dia akan mengarah kepada perbuatan orang-orang yang berbahagia. Dan barang siapa yang telah ditentukan sebagai orang yang sengsara, maka dia akan mengarah kepada perbuatan orang-orang yang sengsara. Kemudian beliau melanjutkan sabdanya: Beramallah! Karena setiap orang akan dipermudah! Adapun orang-orang yang ditentukan sebagai orang berbahagia, maka mereka akan dimudahkan untuk melakukan amalan orang-orang bahagia. Adapun orang-orang yang ditentukan sebagai orang sengsara, maka mereka juga akan dimudahkan untuk melakukan amalan orang-orang sengsara. Kemudian beliau membacakan ayat berikut ini: Adapun orang yang memberikan hartanya di jalan Allah dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala yang terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan baginya jalan yang sukar. (Shahih Muslim No.4786)
Dari hadist Shahih Muslim tersebut. Jelaslah bahwa kita harus berikhtiar karena kita saat ini adalah hasil dari pilihan-pilihan kita sebelumnya. Maka tak bisa kita hanya pasrah pada takdir karena takdir itu terjadi bagaimana perbuatan yang kita lakukan. Bisa saja takdir yang harus kita dapatkan itu baik namun akibat perbuatan kita menjadi tidak seperti itu. Begitupun sebaliknya, saat takdir buruk yang akan terjadi bisa saja akibat perbuatan kita berubah menjadi baik. Maka berusahalah dan tetap semangat dalam menjalani kehidupan ini. Yakin semua akan baik-baik saja. Innallaha ma’anaa. Insya Allah kulluhu khoir. Allah tau yang terbaik untuk kita walau kadang kita merasa apa yang Allah berikan tidak mengenakkan bagi kita, padahal itulah yang terbaik untuk kita. (img: ianDs1aomKM)
Oleh: Annisa Permata Sari, mahasiswa UPI Bandung