Parameter Kepandaian Seseorang

0
852

Gambaran umum tentang makna dari “pandai”, banyak yang mengartikan ialah mereka yang cepat menangkap pelajaran dan mengerti sesuatu, mahir dan ahli dalam bidang tertentu, lulusan universitas ternama dan sarjana luar negeri dengan berjubel titel , sukses dan berlimpah luah harta benda, menjabat posisi yang strategis. Itulah. Mungkin definisi tersebut dengan melihat aspek intelek yang dimiliki seseorang. Bagaimana dengan aspek hati dan tingkah laku? Inilah yang dikemukakan Nabi Muhammad saw. dengan sabdanya:

اَلْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسُهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ ، وَالْعَاجِزُ مَنِ اتَّبَعَ نَفْسَهُ وَهَوَاهَا وَتَمَنَّى عَلَى اللهِ عَزَّ وَجَلّ – لآداب للبيهقي – (ج 3 / ص 111)

“Orang yang pandai adalah orang yang selalu mengevaluasi dirinya sendiri dan ia berbuat sesuatu amal (baik) untuk kehidupan nanti sesudah kematian. Sedangkan orang yang bodoh (lemah) adalah orang yang dirinya dikalahkan oleh hawa nafsunya serta hanya berangan-angan terhadap (balasan kebaikan) Allah Swt. Tanpa adanya amal” (HR. Imam Turmudzi)

Jadi ada dua parameter orang yang pandai yaitu orang yang sering bermuhasabah dan melakukan amal untuk “sangu” setelah meninggal.

Muhasabah

Muhasabah dari kata hisab yang berarti perhitungan atau melakukan evaluasi. Kesibukan aktifitas kita terkadang melupakan untuk mengevaluasi sejauh mana progres aktifitas dan menilik hal apa yang kurang dan perlu diperbaiki. Padahal evaluasi itu perlu dilakukan, agar kita bisa bernafas dan menata ulang kehidupan kita.

Al Quran menyuruh kita untuk muhasabah:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ (18) [الحشر/18]

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”(QS. Al-Hasyr (59): 18)

Sahabat Umar r.a. berkata: ”Hisablah (evaluasilah) diri kalian sebelum kalian dihisab, dan berhiaslah (bersiaplah) kalian untuk hari aradh akbar (yaumul hisab). Dan bahwasanya hisab itu akan menjadi ringan pada hari kiamat bagi orang yang menghisab (evaluasi) dirinya di dunia.”

Pernyataan sahabat Umar r.a. diatas bermakna bahwa semakin sering kita melakukan muhasabah maka semakin lebih sering memperbaiki diri dan semakin ringan hisab di yaumil akhir. Oleh karena itu, muhasabah bisa dilakukan tiap hari, pekanan, bulanan atau tahunan.

Muhasabah tidak hanya bermanfaat untuk akhirat tapi juga untuk kehidupan dunia. konon Bill Gates, seorang milyuner, selalu menyempatkan untuk beristirahat seminggu atau “think week” dalam enam bulan sekali dari kepenatan di perusahaannya, Microsoft. Dia akan beristirahat disuatu tempat yang sunyi dan membaca buku sekitar 18 jam sehari. Dari kesempatan untuk berkontemplasi tersebut, muncul ide-ide segar dalam pengembangan software.

Beramal untuk Bekal

Selain itu, Rasulullah saw. juga menjelaskan kunci kesuksesan yang kedua, yaitu action after evaluation. Artinya setelah evaluasi harus ada aksi perbaikan. Dan hal ini diisyaratkan oleh Rasulullah saw. dengan sabdanya dalam hadits di atas dengan diimbangi beramal untuk kehidupan sesudah kematian.’ Potongan hadits yang terakhir ini diungkapkan Rasulullah saw. langsung setelah penjelasan tentang muhasabah. Karena muhasabah juga tidak akan berarti apa-apa tanpa adanya tindak lanjut atau perbaikan.

Orang yang pandai bukan hanya bisa bekerja atau mengumpulkan harta, tetapi orang yang juga beramal sholeh untuk hari kemudian. Orang tersebut akan sibuk beraktifitas dan juga berinfaq atau membantu sesama agar mendapatkan pahala di hari akhir. Allah SWT berfirman:

وَابْتَغِ فِيمَا آَتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآَخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا [القصص/77]

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi” (QS. Al-Qosshos (28): 77)

Bahkan dalam ayat ini disebutkan keutamaan terhadap bekal di dunia, dengan tidak melupakan kebahagiaan di dunia.

Walhasil, Beginilah pola hidup yang patut ditiru sehingga terjadi keseimbangan dalam kehidupan kita agar kebahagiaan di dunia dan akhirat bisa diraih. Secara ringkas, kepandaian yang hakiki dapat dicapai oleh setiap orang. Kepandaian itu dapat digapai dengan melakukan muhasabah secara berkala dan beramal untuk kehidupan di dunia dan akhirat. Semoga kita mendapatkan petunjuk dari Allah swt. untuk menjadi seorang muslim yang pandai

Img: selamattinggal.blogspot

 

Tinggalkan Balasan