Jika seorang anak dibesarkan dengan kritikan, ia belajar menghukum
Jika seorang anak dibesarkan dengan Permusuhan, ia belajar kekerasan
Jika seorang anak dibesarkan dengan Olokan, ia belajar menjadi malu
Kalau seorang anak dibesarkan dengan rasa malu, ia belajar merasa bersalah
Kalau seorang anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri
Kalau seorang anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai
Kalau seorang anak dibesarkan tanpa berat sebelah, ia belajar keadilan
Kalau seorang anak dibesarkan dengan ketentraman, ia belajar iman
Kalau seorang anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyukai diri sendiri
Kalau seorang anak dibesarkan dengan penerimaan serta persahabatan, ia belajar mencintai dunia (www.dnabp.blogspot.com)
Kebutuhan utama bagi pasangan yang telah terikat dalam bingkai “pernikahan” yakni dzurriyat (keturunan). Saya katakan kebutuhan bukan sekedar keinginan karena buah hati adalah pengikat dua sejoli yang telah berkomitmen bersama dalam payung agama untuk mengikuti sunnah Sang Nabi. Selain pengikat, dengan hadirnya buah hati yang di amanahkan Allah pada satu pasangan juga semakin menambah rasa cinta kasih.
Islam sangat menganjurkan umatnya untuk mempunyai anak bahkan banyak anak. Dalam firmanNya : Al Baqarah 187
وَابْتَغُواْ مَا كَتَبَ اللّهُ لَكُمْ
“Artinya : …dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untuk kamu (yaitu anak)”
Abu Hurairah, Ibnu Abbas dan Anas bin Malik dan lain-lain Imam dari kaum Tabi’in menafsirkan ayat di atas dengan anak (Tafsir Ibnu Jarir dan Tafsir Ibnu katsir.
Maksudnya: Bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kita untuk mencari anak dengan jalan bercampur (jima’) suami istri apa yang Allah telah tentukan untuk kamu.
Cukuplah ayat di atas sebagai dalil yang tegas dan terang bahwa Islam memerintahkan mempunyai anak dengan jalan nikah dan bercampur suami-istri. Dan sekaligus merupakan larangan dan celaan terhadap mereka yang tidak mau mempunyai anak padahal ada jalan untuk memperolehnya dengan qadar Allah.
Rosul pun melegitimasi tentang hal diatas,
“Nikahilah perempuan yang penyayang dan dapat mempunyai anak banyak karena sesungguhnya aku akan berbangga dengan sebab banyaknya kamu dihadapan para Nabi nanti pada hari kiamat” [Shahih Riwayat Ahmad, Ibnu Hibban dan Sa’id bin Manshur dari jalan Anas bin Malik]
Tidak hanya memperoleh keturunan saja yang menjadi standart utama, tapi kelayakan (dalam Luqhat Arab : shalaha – lebih akrab dengan sebutan shaleh shalehah) yang harus ada pada si buah hati. Artinya kuantitas bukan orientasi pertama, tapi Bagaimana sang buah hati tercetak menjadi pribadi yang layak dan siap pakai dalam mengemban tugas – tugas ke – ilahian. Anak saleh salehah bukanlah “hadiah cuma – cuma”, namun merupakan didikan dan dan buah cinta kasih dari orang tuanya. Bukan hanya itu saja, kapasitas keilmuan orang tua menjadi penentu spesialnya sang anak dimata masyarakat kelak. Seyogyanya, orang tua memiliki langkah- langkah pintar untuk mendidik putra – putrinya, Rosulullah bersabda
وَعَن أبي هُرَيْرَة ، قَالَ رَسُول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم َ : ” مَا من مَوْلُود إِلَّا يُولد عَلَى الْفطْرَة ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ ، ويمجسانه
“Artinya dari Abu Hurairah, Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, “Setiap manusia dilahirkan ibunya atas dasar fitrah. Dan kedua orang tuanyalah yang sesudah itu yang menjadikannya sebagai Yahudi dan Nashara dan Majusi” (Riwayat Muslim)
Sebagai muslim, kita memiliki best person to be example dalam meng copy paste beberapa langkah dalam mendidik buah hati. Nabi Muhammad SAW telah memberikan deskripsi yang gamblang dalam mencetak tunas – tunas generasi agama dan bangsa.
Diantara cara “cerdik” Rasulullah dalam mendidik buah hatinya yakni :
1. Mencintai dan menyanyangi anak dengan 2 sisi. Sisi abstrak berupa doa yang selalu terpanjatkan dalam setiap permohonan pada Sang Khaliq. Secara riil dengan sentuhan – sentuhan fisik berupa ciuman kening atau usapan pada kepala serta pelukan.
Sayyidatina Aisyah r.a meriwayatkan : bahwa datang seorang Badwi kepada Rasulullah s.a.w. : Kalian suka benar menciumi anak, sedang kami tidak pernah melakukan yang demikian itu. Maka Rasulullah s.a.w. segera membalas “Apakah yang hendak kukatakan bila rahmat sudah hilang tercabut dari seseorang.”
Begitu pentingnya mencintai anak pada fase pertumbuhan anak, hingga Rosulullah mengingatkan kata – kata yang penuh makna “Apakah yang hendak kukatakan bila rahmat sudah hilang tercabut dari seseorang.”
2. Pendidikan shalat harus ditanamkan sejak dini, setidaknya sejak berumur 7 tahun. Latihan secara intensif dari orang tua dengan mengajak shalat berjamaah memberikan gambaran pentingnya kebersamaan dalam beribadah. Kebiasaan ini akan mengakar hingga remaja dan dewasa nantinya. Perintah mengajari shalat jelas dalam sabda Rasul :
عن عمرو بن شعيب ، عن أبيه ، عن جده ، قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ” مروا أولادكم بالصلاة وهم أبناء سبع سنين ، واضربوهم عليها وهم أبناء عشر ، وفرقوا بينهم في المضاجع “
“Dari Umar bin Syu’ab, dari ayahnya, dari kakeknya, ia bersabda : suruh anakmu shalat ketika berusia tujuh tahun, dan pukullah (jika tak shalat) ketika ia sudah berumur sepuluh tahun, dan pisahlah (anak laki – laki dan perempuan) di tempat tidur”
3. Selalu bersikap santun dengan siapapun di depan anak. Interaksi orang tua dan anak cukup banyak memberikan porsi panjang bagi anak merekam setiap kejadian yang dijumpai dalam aktivitasnya. Jadi, lebih banyak ayah dan bunda yang menjadi contoh bagi anak dalam bersikap. Menanamkan akhlaq menjadi kata kunci yang tidak bisa ditawar – tawar lagi dan harus dilakukan orang tua, kalau orang tua menghendaki anaknya sebagai investasi masa depannya. Sabda Nabi :
حدثنا العباس بن الوليد الدمشقي . حدثنا علي بن عياش . حدثنا سعيد بن عمارة . أخبرني الحارث بن النعمان . سمعت أنس بن مالك يحدث عن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال ( أكرموا أولادكم وأحسنوا أدبهم )
“Muliakanlah anakmu, didiklah dengan akhlaq mulia” (HR ibn Majah, dari sahabat Anas)
Masih banyak langkah yang ditawarkan Rosul dalam mencetak generasi pilhan yang menyejukkan qalb dalam menapaki kehidupan di dunia. Silahkan di kaji dan dipraktekkan untuk pasangan yang sudah dipercayai Allah, dan bagi para calon ibu dan ayah untuk mempersiapkan diri menjadi karakter kuat. Kelak, ketika waktu itu datang, tuntutan kesiapan diri untuk mendidik buah hati dipertaruhkan.
Semoga, kita bisa meniru jejak Rosul dalam segala aspek, lebih – lebih dalam kehidupan berkeluarga.
(Author:YiieZz Jember, img: pulsa-murah)