Jika Tidak Menabur Permata, Hujankanlah Kasih Sayang

0
576

Disaat Anda menghormati dan memuliakan orang lain, sebenarnya anda sedang menghormati dan memuliakan diri sendiri dan keluarga. Siapa yang menanam, maka akan panen. Seorang penyair arab, Hamzah berkata, “siapa menanam duri tidak akan panen anggur”[1], “siapa menanam kebaikan akan menuai kebahagiaan dan barang siapa menanam keburukan, akan menuai penyesalan”[2]. Menabur angin akan menuai badai. Satu bibit akan tumbuh tujuh tangkai dan setiap tangkai berbuah seratus biji dan begitu seterusnya (QS:2;261). Orang yang banyak melakukan kebaikan, semakin banyak pula kebaikan yang akan datang kepadanya. Jadi semakin banyak bibit ditebarkan dan semakin luas lahan yang ditanami, akan semakin banyak dan luas pula hasil dan areal kebaikan yang kita miliki.

Nabi Muhammad SAW selalu menyambut siapapun yang datang kepadanya dengan sambutan terbaik, menghormatinya, memuliakannya, mengagungkannya, bahkan seringkali beliau menghamparkan surbannya sebagai alas bagi tamunya sementara dirinya sendiri duduk dilantai tanpa alas. Menempatkan orang pada tempatnya dan mengerti bagaimana memperlakukan orang terhormat. Disaat fathu makkah, dimana semua orang kafir quraisy sudah bertekuk lutut tanpa perlawanan, agar tidak mempermalukan mereka, beliau berseru,”barang siapa yang masuk kerumah Abu Sufyan, maka dia aman[3]. Siapa yang tidak mengenal Abu sufyan? Dialah pemimpin kafir Quraisy yang menjadi lawan utama Nabi sejak pertama kali Islam diturunkan. Dialah orang yang yang selama ini selalu berusaha untuk membunuh Nabi. Point ini perlu kita garis bawahi, “menghormati atau tidak mempermalukan orang lain, lawan sekalipun“.

Kesuksesan beliau dalam merubah dan membalik opini publik, yang selama ini cenderung memusuhi Islam, dimulai dengan perilakunya yang menghargai orang lain dan menempatkan mereka sesuai kedudukannya. Lalu apa buahnya? Beliau panen raya, semua orang Arab masuk Islam. Suatu keberhasilan yang terjadi hanya satu kali saja dalam sejarah, dimana masyarakat jazirah arabiyah yang senang bermusuhan dan bertengkar satu sama lain sebagaimana karakter pasir tempat tinggal mereka, bisa bersatu dan tunduk kepada seorang pemimpin. Maka, ingatlah bahwa pemimpin yang bisa menghormati orang-orang yang dipimpinnya, akan mendapatkan legitimasi yang kuat dengan tingkat partisipasi yang maksimal.

 Dalam hal penghormatan dan kasih sayang, tidak perlu melihat perbedaan suku, agama, golongan dan usia. Beliau bersabda,”tidak termasuk golonganku, siapapun yang tidak mengagungkan yang lebih tua, tidak menyayangi yang lebih muda dan tidak mengerti haknya orang alim“ (HR.Hakim dan Thabrani). Penghormatan juga perlu ditunjukkan dengan bahasa tubuh, karena bahasa tubuh lebih mudah ditangkap dan lebih masuk kedalam hati. Bahkan sastrawan Arab, Ahmad bin Muqry al Talmasaniy  berkata, ”ucapan tubuh lebih fasih daripada ucapan lisan“[4]. Menurut Ibnu Katsir, ”Nabi kita apabila diajak berbicara oleh orang lain, dia menghadap dengan seluruh tubuhnya dan tidak pernah memotong pembicaraan orang lain sampai orangnya sendiri yang menghentikannya“[5] .

Pada hari sabtu, 16 januari 2010, penulis bersama-sama dengan teman-teman dari KMNU Universitas Gajah Mada Yogyakarta berkesempatan sowan kepada Gus Mus di Rembang, beliau bercerita bahwa pada suatu hari beliau diundang sebagai pembicara dalam sebuah pertemuan ulama’ di Kebumen Jawa Tengah, tiba-tiba ada seseorang yang berpakaian gamis ala Arab datang dengan mengendarai pick up yang dikasih bendera arab dan diikuti beberapa orang pengawalnya, lalu orang tersebut berkata, ”Gus Mus, tolong sampaikan kepada Gus Dur, kenapa kok selalu baikan dengan orang-orang non muslim, sementara saya yang dibawah sudah sering menyikat mereka, tetapi oleh Gus dur kok selalu dibela?”. Maka secara spontan Gus Mus menjawab, ”untung saudara bukan Nabi Muhammad“, maka orang tersebut bertanya, “lalu kenapa?“. “lho, kalau saudara itu Nabi Muhammad, maka Islam tidak bisa berkembang seperti sekarang ini, karena dahulu Nabi Muhammmad itu Muslim sendirian, nah jika semua non muslim disikat, kan gak ada yang masuk Islam“ Jawab Gus Mus.

Author: Muzammil, Yogyakarta

 

 


[1] Al Maidaniy, Majma’ al amtsal, Juz I, hal 219

[2] Al Maidaniy, Ibid.

[3] Ibn Hazm, Jawami’ al siroh, Juz I, hal.229

[4] Al Talmasaniy, Ahmad ibn al Muqriy, nafh al thiyb min ghushn al andalus al rathib, Dar shadir, Beirut, Thn. 1968, Juz VI, hal.316

[5] Kaifa taksib al nas, Juz I, hal.19

Tinggalkan Balasan