Orang Miskin harus Belajar pada Binatang yang Melata

0
341

Dalam al-Quran Allah berfirman yang artinya : “Tiada satupun dabbah (binatang melata) di bumi kecuali Allah menanggung rezekinya”. Kemudian timbul pertanyaan, mengapa masih banyak orang miskin yang kelaparan dan bayi-bayi mungil kekurangan gizi, bukankah Allah akan memberikan jalan keluar dan memberikan rezeki yang tidak disangka-sangka bagi orang yang bertakwa kepadaNya?

Mari kita mulai dengan membahas tentang kata-kata ‘miskin’. Bentuk asal dari kata ‘miskin’ adalah sakana yang artinya adalah diam atau tidak bergerak. Diperoleh kesan bahwa faktor utama penyebab kemiskinan adalah sikap berdiam diri, tidak mau bekerja dan berusaha. Hal ini akan lebih nampak ketika kita memahami makna dabbah sebagaimana yang tercantum dalam firman Allah di atas, yang arti harfiyahnya adalah yang bergerak/melata. Berarti yang dijamin rezekinya adalah siapa yang aktif bergerak mencari rezeki, bukan yang diam menanti tanpa adanya usaha yang berarti.

Bekerja dan kegiatan ekonomi adalah ibadah dan jihad. Oleh sebab itu,  Islam menganjurkan umatnya untuk memproduksi dan berperan dalam berbagai bentuk aktivitas ekonomi: Pertanian, perkebunan, perikanan, perindustrian, dan perdagangan. Islam memberkati pekerjaan dunia ini dan menjadikannya bagian dari ibadah dan jihad.

Suatu ketika Sayyidina Umar melewati sekelompok orang-orang, beliau bertanya, “Apa yang kamu laksanakan?” Mereka menjawab, “Kami bertawakkal.” Umar berkata , “Bukan, tetapi kamu menggatungkan nasibmu kepada  orang lain. Yang bertawakkal dengan sebenarnya ialah orang yang menaburkan benih di tanah lalu menyerahkan keberuntungannya kepada Allah”

Dalam kitab  al-Minah As-Saniyah Sayyidy Abdul Wahab As-Sya`roni mengatakan bahwa ulama` sepakat tentang wajib muakkad hukumnya untuk bekerja. Orang yang tidak punya pekerjaan dihukumi seperti wanita yang tidak pantas menyandang sifat kelaki-lakian. Mukmin yang bekerja lebih sempurna dibanding dengan orang yang ada di sudut-sudut masjid, makan dengan agamanya, dan tidak punya pekerjaan yang bisa mencukupi kehidupannya, sehingga bisa terhindar dari mengharap sedekah orang lain.

Dalam kitab al-minah As-Saniyah juga dikutip perkataan Syaikh Abu al-Hasan as-Syadzili bahwa orang yang bekerja dan tetap menjalankan kewajibannya kepada Allah maka sungguh sempurna mujahadahnya. Syaikh Abu al-Abbas Al-Mursi juga berpesan agar selalu berusaha, bagi pedagang jadikanlah takaran sebagai tasbih, bagi pemotong kayu jadikanlah kapaknya sebagai tasbih, bagi penjahit jadikanlah mesin jahitnya sebagai tasbih dan bagi musafir jadikanlah perjalannya sebagai tasbih. Jika boleh ditambah, jadikanlah pena, cangkul, sabit dan benda lainnya sebagai tasbih.

Bekerja ternyata tidak menghalangi kita untuk tetap beribadah. Harus ada keseimbangan antara berusaha dan berdo`a. Usaha tanpa do`a adalah sombong dan do`a tanpa usaha adalah omong kosong. Rezeki memang sudah dijamin, tapi bukan berarti kita diam dan tidak bekerja. Bekerja, berdo`a dan bertawakkal harus sama-sama dilaksanakan. Berpangku tangan dan selalu mengharapkan bantuan orang lain adalah perbuatan yang tidak baik. Ingatlah bahwa langit tidak pernah menurunka nemasdan perak. Oleh karena itu, kita harus bekerja dan senantiasa meminta pertolongan Allah. (Tinta Qana’ah, img: kompas)

Referensi:

Sayyidy Abdul Wahab As-Sya`roni , Minahussaniyah

Prof. Quraish Syihab, Wawasan al-Quran, 449-450

Dr. Yusuf Qardhawi, Trj. Norma dan Etika Ekonomi Islam107

 

 

Tinggalkan Balasan