“Za, udah subuh! Jangan tidur terus, dong! Nanti kamu telat berangkatnya.”
“Eh, iya, Ma.”
Nama ku Reza. Aku hanyalah seorang siswa SMA yang ekonominya bisa dibilang sederhana. Aku punya orang tua yang sangat aku sayangi. Aku juga punya seorang adik yang sangat aku banggakan. Ia merupakan satu-satunya adik yang ku punya di dunia ini.
Aku kelas X-1 di SMA Purnama, yang merupakan SMA favorit di lingkungan tempat aku tinggal. Tentu, karena Purnama merupakan sekolah favorit, pasti siswa/i yang bersekolah di sana pun merupakan siswa/i jawara di SMP mereka. Apakah aku salah satunya? Entahlah. Walaupun aku ditempatkan di X-1 yang katanya kelas unggulan lah, kelas favoritlah, aku merasa akulah yang paling bodoh di kelas itu.
Kenapa aku berkata demikian? Karena, aku lah satu-satunya yang kurang pandai berbahasa Inggris di kelas. Akulah satu-satunya yang tidak tahu apa kelebihan yang di berikan Allah Subhanahu Wa Ta’ala kepadaku. Sedangkan temanku, Lia, merupakan juara nasional lomba membuat puisi saat dia SMP. Aku mewakili sekolah untuk lomba saja tidak pernah.
Tapi, aku mempunyai hobi yang unik. Hobiku adalah keluar saat malam hari dan menatap bintang-bintang di langit (kebetulan halaman rumahku cukup luas). Terkadang, aku berbaring sampai tertidur sehingga besoknya aku sakit. Aku sangat suka dengan langit dan seluruh isinya. Apalagi ayat-ayat Al-Qur’an yang menyinggung tentang alam semesta dan penciptaannya. Seperti surah Al-Anbiyaa’ ayat 30 tentang penciptaan alam semesta.
Pernah suatu hari, saat aku melakukan hobi yang telah merangkap menjadi kebiasaanku, aku melihat sesuatu yang unik di langit. Saat itu, langit malam sangat cerah. Dan bintang-bintang bertaburan dengan ramainya. Biasanya tidak seramai ini. Sesaat ku merenung. Hatiku berkata, “Pernahkah kau bayangkan betapa agungnya Allah? Yang kau lihat ini hanya sebagian kecil dari ciptaan-Nya, za. Ketahuilah, sesungguhnya penciptaan langit dan bumi itu lebih besar dari penciptaan manusia ! (Q.S Al-Mu’min ayat 57)”
Aku langsung menangis. Aku berpikir betapa bodohnya aku yang tak pernah memikirkan hal luar biasa seperti itu. Mulai hari itu, aku bertekad untuk terus memahami ayat-ayat Allah terutama tentang langit dan bumi. Sejak hari itu juga, aku menetapkan cita-citaku (hal yang belum aku lakukan). Yaitu menjadi seorang astronot. Aku ingin melihat langsung alam semesta itu. Aku ingin menginjakkan kaki di bulan secara langsung. Aku ingin mempelajari alam semesta secara langsung !
Kembali ke aktivitasku. Suatu hari, tepatnya hari Rabu, aku masuk sekolah seperti biasa. Tepat saat pelajaran agama, seorang guru baru masuk. Namanya Pak Ali. Orangnya tinggi tegap. Wajah nya bersih dan tampak sebuah tanda hitam di keningnya. Dari penampilannya, tampak ia sangat muda. Mungkin berkisar 26 tahun.
“Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh”. Sapanya lembut. “Wa’alaikumsalam.” Jawab kami. Ia duduk di kursi guru (kebetulan 1 kelas kami berisikan siswa/i beragama Islam). Kemudian, ia berkata, “Nabi Muhamad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam pernah bilang, kalau salam itu dijawab, minimal sama.”
“Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh”. Sapanya sekali lagi. “Wa’alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.” Jawab kami serempak. Ia tersenyum kemudian memperkenalkan diri. Dan ternyata, ia adalah lulusan Universitas Al-Azhar, Mesir ! Subhanallah, pikirku. Universitas Al-Azhar merupakan salah satu universitas impianku.
Akan tetapi, saat aku mengatakannya kepada ayahku, ia tertawa. “Cita-cita abang jadi astronot, tapi kuliah di Al-Azhar, ya tidak nyambung.” Aku hanya tertunduk malu mendengar kata-katanya. “Benar juga sih.” Pikirku.
Setelah selesai memperkenalkan dirinya, Pak Ali berkata, “Karena saya baru pertama kali masuk dan kalian pun baru mengenal saya, Jadi, kalian boleh bertanya apapun tentang saya, asalkan tidak menyangkut urusan pribadi.”
Tak lama kemudian, teman saya, Nailah mengangkat tangan kanannya dan bertanya, “Pak, pasti bapak orang yang pintar sehingga bisa bersekolah di Al-Azhar, tetapi kenapa bapak jadi guru? Apakah menjadi guru merupakan cita-cita bapak?”
Pak Ali tersenyum dan menjawab, “Dari SD hingga SMA, saya tidak pernah menduduki 10 besar di kelas saya. Jadi, bisa dibilang, tingkat intelejensi saya tidak sebanding dengan teman-teman saya yang lain. Tetapi saya menjadikan itu motivasi untuk saya. Saya syukuri itu. Saya mencoba untuk terus dan tetap berprasangka baik kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala bahwa mungkin Allah mengajarkan saya agar tetap bersyukur, bersabar, rendah hati, dan terus berusaha.
Karena itu, saya terus belajar, bukan untuk mengalahkan teman-teman saya yang lain dan merebut peringkat pertama. Akan tetapi, karena itu merupakan kewajiban saya sebagai umat Islam, dan terutama karena Allah Subhanahu Wa Ta’ala, Tuhan kita semua. Bukankah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam pernah berkata bahwa menuntuk ilmu merupakan kewajiban bagi orang Islam?”
“Jadi, kenapa bapak menjadi guru?” Tanya Nailah lagi. Sekali lagi, Pak Ali tersenyum dan menjawab, “ Sejak kecil, saya tidak bercita-cita menjadi seorang guru. Malahan saya bingung tentang cita-cita saya. Terkadang, saya ingin menjadi seorang tentara yang perkasa, terkadang saya ingin menjadi seorang pebisnis. Sampai akhirnya, ketika saya bersekolah di sebuah MTSn di dekat rumah saya, saya disadarkan Allah akan sesuatu. Sesuatu yang sudah mendunia sekarang ini dan berkaitan dengan anak muda. Melalui mata saya sendiri, banyak anak yang mengaku Islam tetapi sering cabut sekolah. Mengaku Islam tetapi melawan orang tua. Dan parahnya lagi, merokok dan berkata kalau tidak merokok ketinggalan zaman.
Dari situ, saya berpikir bahwa anak muda sekarang sudah mulai jauh dari Allah, Tuhan mereka. Saya berpikir bagaimana cara merubah mereka. Hingga akhrnya, saya menetapkan cita-cita saya. Yaitu untuk menjadi seorang guru agama Islam, yang bukan hanya mengajari tentang agama, akan tetapi juga mendidik akhlaq para remaja Islam. Lagi pula, bukankah salah satu amalan yang tidak putus saat kita meninggal adalah ilmu yang bermanfaat? Jadi, saya harap saya dapat berguna bagi agama kita, Islam.”
“Subhanallah. Masih ada orang seperti Pak Ali di dunia ini.” Pikirku. Semangatku untuk terus belajar kian membara. Beberapa minggu kemudian, Wakil Kepala Sekolah urusan Kesiswaan di sekolah ku mengumumkan bahwa ada tes seleksi masuk tim OSN di sekolah ku. Aku sungguh senang mendengar berita itu. Alhamdulillah, akhirnya aku diberikan oleh Allah kesempatan untuk menunjukkan diriku.
Sebenarnya, aku sangat tertarik pada fisika. Walaupun aku cukup sering remedial untuk pelajaran yang satu ini. Tapi, aku memberanikan diri untuk mengikuti tes fisika. Bukankah kita tidak tahu apa rencana Allah Subhanahu Wa Ta’ala untuk kita?
Dengan semangat ’45, aku terus belajar tentang materi olimpiade, walaupun jujur, ini membuat otakku bekerja ekstra. Aku pun mencoba untuk terus tahajjud setiap malamnya. Dan terus berdo’a agar Allah mengizinkan ku menjadi tim OSN fisika di sekolah ku.
Dan akhirnya, sampailah di hari tes. Aku mengerjakan sebisaku tanpa menyontek. Karena aku yakin bahwa Allah selalu memperhatikanku. Memang, soal tesnya itu luar biasa menurutku. Karena baru kali ini aku ikut tes masuk OSN.
Alhamdulillah, tibalah di saat hari pengumuman, aku pun melihatnya. Dan ternyata, Subhanallah, namaku di urutan ke 11 dari 30 orang yang mengikuti tes. Jujur, aku kecewa sekali. Karena, yang di ambil untuk tim OSN sekolah siswa/i yang termasuk 10 besar hasil tes tersebut. Betapa tidak? Aku sudah berusaha mati-matian untuk ini. Aku juga sudah shalat tahajjud setiap malam. Tetapi mengapa Allah tidak mengabulkan do’a ku?
Malamnya, aku membuka akun Facebook ku. Dan kebetulan, Pak Ali juga online. Jadi, entah kenapa, hatiku tergerak untuk chatting dengannya.
“Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh pak J.”
“ Wa’alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh, Za J. Gimana hasil tes nya nak?”. Pertanyaan Pak Ali seakan memunculkan kembali kekecewaan yang sudah sedikit pudar itu.
“Saya gak lulus pak.”
“Berarti menurut Allah Subhanahu Wa Ta’ala tim OSN Fisika bukan yang terbaik untuk mu, Za.”
“Jujur pak, saya sangat kecewa. Padahal saya sudah berusaha, berdo’a, bahkan bertahajjud setiap malam. Tetapi, kenapa Allah malah gak meluluskan saya pak?”
“ J Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman dalam Al-Qur’an Surah Ibrahim ayat 7 yang artinya Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.”
Bukankah Allah Subhanahu Wa Ta’ala tahu yang mana yang terbaik untuk mu. Lagi pula, kamu kan bisa mencoba pelajaran lain. Kamu ingin jadi astronot, kan? Coba saja tes masuk tim OSN astronomi ;). MAN JADDA WA JADA;)”
“Astaghfirullah.“ Pikirku. Aku lupa ayat itu, aku lupa bahwa Allah tahu yang terbaik untuk hamba-Nya. “Ampuni hama Ya Rabb,” do’a ku dalam hati.
“Syukron Pak J. Saya off dulu ya pak. Udah ngantuk pak. Assalamu’alaikum warahmatullah pak J”
“Wa’alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh nak J”
Esoknya, aku langsung mendaftarkan diri ke guru ku, namanya Pak Abu. Ia adalah seorang guru fisika yang juga mahir astronomi. Pak Abu juga adalah pembimbing tim OSN astronomi di sekolah kami. Setelah mendaftar, aku langsung ke perpustakaan sekolah untuk meminjam buku yang berkaitan dengan astronomi.
Ikhtiar ku kali ini, berbeda dengan yang sebelumnya. Bedanya, aku lengkapi dengan tawakal, shalat Dhuha, dan menyerahkan semuanya kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Aku juga tidak berdo’a supaya di luluskan. Tetapi aku berdo’a agar di berikan yang terbaik oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Tibalah hari pengumuman. Dengan hati tawakal, aku pun melihat nama ku.
“Eh, za, lulus?” Tanya Lia.
“Alhamdulillah rank 6 dari 20”
“Yang diambil berapa za?”
“Cuma lima.”
“Nilai kamu berapa, za?”
“Alhamdulillah 90,5 Li. Cuma beda 2 sama yang rank 1”
“Lo? Berarti selisih nilainya kecil dong za?”
“Hehehe..iya ni.”
“Keep spirit my brother”
“Thanks.” Jawabku sambil senyum. Kembali aku kecewa. Tetapi kali ini, aku bersyukur kepada Allah karena Allah memberiku yang terbaik untukku. Aku harus tetap berbaik sangka kepada Allah. Bukankah Allah sesuai prasangka hamba-Nya?
Esok paginya, aku terbangun sekitar pukul 2 pagi. Aku langsung ambil wudhu dan melakukan Qiyamul Lail. Dalam do’a ku, aku meminta agar Allah tidak meninggalkanku dan tetap menyayangiku. Aku juga berdo’a agar Allah memberikan ku yang terbaik dan memberikan ku kesempatan untuk dapat lebih berprestasi lagi.
Sehabis shalat, aku mencoba untuk tidur, tetapi tidak bisa. Entah kenapa hatiku tergerak untuk membuka internet. Aku mencari beberapa lomba yang bisa ku ikuti. Hingga akhirnya, aku menemukan sebuah lomba yang membuatku sangat tertarik.
Lombanya adalah membuat essay tentang astronomi dengan tema bebas. Pemenangnya akan mengikuti workshop di Bandung. Dan pemenang pertamanya akan mewakili Indonesia untuk mengikuti special young astronomers workshop di Amerika Serikat.
Dan masalahnya sekarang, deadline tinggal seminggu! Memang, pengiriman hasil essay nya melalui e-mail. Di tengah kebingunganku, aku teringat akan firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala di Al-Qur’an surah Az-Zumar ayat 53 yang artinya “….janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah..”
Dengan semangat berkobar, hati bertawakal, dan dengan mengucap Basmallah aku pun mengerjakan essay tersebut. Memang, sangat susah mengerjakan essay itu. Tetapi, aku mencoba untuk terus bersabar. MAN SHOBARO ZAFIRO(siapa yang bersabar akan beruntung) adalah kalimat penyemangatku yang di lontarkan kedua orangtua ku saat aku mengatakan soal lomba essay ini dan meminta do’a serta ridho mereka.
Alhamdulillah aku dapat menyelesaikannya selama 4 hari dengan bekal persiapan untuk seleksi tim OSN astronomi yang lalu.
“Rezaaaaaa….. Selamat! Kamu berhasil!” Suara Lia di telpon mengejutkanku. Memang selain keluarga, cuma Lia dan Pak Ali yang ku beri tahu tentang lomba essay itu.
“Ha? Serius?”
“Iya Rezaaa. Selamat ya. Nanti pulang dari Amerika bawa oleh-oleh ya.”
“Amerika? Jadi Reza dapat juara satu?”
“Iya sahabatku. Kamu memang amazing”
Aku langsung sujud syukur mendengar berita itu. Setelah itu, ku buka internet untuk memastikan berita itu. Dan ternyata Alhamdulillah itu benar. Sungguh, aku sangat senang dan bersyukur sekali. Aku pun mengatakannya kepada keluargaku dan Pak Ali. Alhamdulillah Ya Rabb. Tergambar bahagia tiada tara di wajah mereka. Sungguh Allah mengabulkan keinginanku.
Hari-hari ku lewati dengan keyakinan kepada Allah dan terus berusaha untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Juga mempersiapkan diri untuk workshop di Bandung minggu depan dan special young astronomers workshop di Amerika Serikat bulan depan. Untuk workshop di Amerika, aku butuh persiapan lebih banyak, terutama dalam hal bahasa Inggris.
Sungguh, rangkaian kalimat suci itu benar-benar memotivasiku. Karena itulah keduanya ku jadikan motto hidupku.By the wayapa isi rangkaian kalimat itu?Yap, isinya adalah MAN JADDA WA JADA dan MAN SHOBARO ZAFIRO.
Waktu dengan cepat berlalu. Esok aku harus berangkat ke Amerika untuk workshop. Banyak sekali yang ku persiapkan. Mulai dari baju hingga buku. Aku dan keluarga yang membantuku menyelesaikan barang-barang bawaanku selesai pukul 11 malam. Tidak biasanya aku tidur jam segini. Aku khawatir juga kalau terlambat bangun besok paginya. Tapi aku tetap berdo’a agar Allah membangunkanku pada saat adzan subuh.
Esoknya,
“Za, udah subuh! Jangan tidur terus, dong! Nanti kamu telat berangkatnya.”
“Eh, iya, Ma.”
Oleh: Chaidi Reza Anshari Depari