Ibadah haji adalah rukun iman yang ke-5, ibadah ini hanya diperuntukkan bagi orang yang mampu secara finansial, jasmasni dan rohaninya. Pada ibadah ini juga banyak terdapat rukun-rukunnya “tidak masuk akal” karena memang manusia tidak mampu mengapa rukun itu dikerjakan. Hanya sedikit manusia mampu menyelaminya lautan ibadah penuh makna tak bertepi.
Akal kita tidak mampu, betapa tidak kita di wajibkan, Sa’I (berlari-lari kecil bolak balik), kita juga diwajibkan wukuf atau hanya duduk di atas batu, belum lagi lontar jumroh yaitu melempar tiang tujuh kali dan lain sebagainya. Kalau kita fikir sesaat sesmua itu hanyalah permainan semata yang tidak memiliki arti apa-apa.
Tetapi, tahukah kita kalau semua itu adalah ibadah yang memang seharusnya tidak dipertentangkan dengan akal karena hakikat akal kita tidak akan akan mampu memikirkannya. Sebagaimanna di contohkan dalam Al-Qur’an, yang pada intinya, Sesungguhnya Sofa dan Marwah sebagian dari Syiar Allah, syiar yang tidak seharusnya dipikirkan apa lagi dipertentangkan dengan akal.
Untuk menapak tilas sejarah Siti Hajar dan Ismail, kita diperintah untuk Sa’I bolak balik tujuh kali pula. Semua itu melelahkan dan fisik harus senantiasa prima. Setelah wukuf di Arafah kemudian kita ke Mina dan lontar jumroh tujuh kali. Lontar batu sebagai simbol perlawanan terhadap iblis itu prakteknya juga tidak mudah karena salah-salah batu yang kita lempar itu bisa mental kembali. Untuk hal ini jangan sampai terjadi.
Haji juga ibadah yang melibatkan batin. Untuk melaksanakan semua prosesi ini jelas dibutuhkan kondisi hati yang tenang, jernih dan lapang dada. Tanpa niat yang bersih, ibadah haji akan menemui banyak kendala. Pahala belum tentu dapat diraih.
Puncak ibadah haji adalah wukuf di Arafah. Wukuf yang sekian jam itu esensinya adalah tafakkur. Maka sesi ibadah ini adalah ibadah yang melibatkan fikiran. Untuk apa? Untuk mentafakkuri segala sesuatunya yang berkenaan dengan diri kita: usia kita, harta kita, ilmu kita, amanah kita, keluarga kita, nikmat dan karunia Allah, dan segala urusan yang melibatkan kita dengan sang Maha Pencipta. Jadi ibadah ini adalah ibadah yang kompleks. Dan karena kompleks itu ganjarannya juga tidak tanggung-tanggung. Jaminan surga.
Selain haji, ibadah utama yang disyariatkan didalam bulan Dzulhijjah ini adalah Qurban. Qurban, meskipun tidak berstatus wajib dan bukan bagian dari rukun Islam, kedudukannya amat mulia. Statusnya sunnah muakkadah dalam bahasa fiqh. Sunnah yang amat sangat dianjurkan. Keistimewaan qurban bukan dari biayanya atau kompleksitas pelaksanaannya melainkan dari esensinya.
Qurban adalah ibadah sosial selain sebagai ibadah individu. Sebagai ibadah individu, qurban adalah perlambang keihklasan, kepatuhan dan kecintaan hamba kepada Tuhannya. Jadi ada unsur ikhlas, patuh dan cinta kepada Sang Pencipta. Qurban menjadi salah satu ujian kepada manusia. Apakah ia lebih mencintai hartanya ataukah lebih mencintai Tuhannya.
Jadi salah satu hikmah ibadah qurban sesungguhnya adalah memperingati momen penting dalam sejarah tua kehidupan manusia. Ibrahim- Ismail dan Habil-Qobil. Ini seperti pertalian silaturrahim antar generasi. Dimulai dari Habil-Qobil berlanjut di zaman Ibrahim dan akhirnya sampai kepada kita sekarang ini. Demi tidak memutus pertalian ikatan sejarah ini, Allah mensyariatkannya untuk berqurban setiap tahun.
Ibadah haji yang selalu identik dengan idul qurban itu, bagaimanaterus dikerjakan tanpa harus mempertentangkan dengan akal pikiran kita. Tugas kita adalah untuk mengabdikan diri kepada Allah SWT bukan untuk mendiskreditkan ibdah itu sendiri.
Gbr: latifclub87 s.blogspot, facebook.