Suatu negara akan maju apabila memiliki pemimpin yang mau kerja keras dan adil terhadap rakyatnya. Selain itu, ketegasan dan kewibawaan juga perlu dimiliki oleh seorang pemimpin. Menjadi pemimpin harus dilandasi niat yang baik. Niat lillahi ta`ala harus diutamakan dari niat-niat yang lain. Allah akan melaknat seseorang yang menjadi pemimpin karena niat untuk korupsi dan menindas rakyat kecil.
Untuk menjadi pemimpin dan penguasa yang baik maka perlu dimulai dengan niat yang baik, kemudian diikuti dengan aksi yang baik. Oleh karena itu, sangat tepat sekali jika para penguasa, pemimpin ataupun akademisi membaca buku dengan judul “11 Tausiyah Agama untuk Pemimpin dan Penguasa”, yang merupakan buah karya salah satu dosen Ma`had Aly Pondok Pesantren Salafiyah Syafi`iyah Sukorejo Situbondo, yaitu KH. Muhyiddin Khatib, M.H.I.
Pada bagian pertama penulis mengulas secara lengkap tentang apa yang seharusnya menjadi niat seorang calon pemimpin dan penguasa. Menurut penulis, niat merupakan satu hal yang sangat penting. Seorang calon pejabat Negara yang niatnya untuk menciptakan keadilan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat, maka ia akan mendapatkan nilai yang baik sejak ia melakukan proses, sekalipun ia tidak meraihnya. Seseorang yang maju untuk menjadi calon pemimpin semata-mata ingin mengabdi kepada Allah dan meneruskan perjuangan Rasulullah, maka ia akan mendapatkan pahala di akhirat dan keuntungan materi di dunia. Namun, jika niatnya hanya karena dunia, maka ia hanya akan mendapatkan dunia saja.
Pemimpin juga akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT. Pemimpin yang dholim dan korup akan mendapatkan ancaman siksa yang sangat pedih dari Allah. Dari hasil analisis penulis buku, disebutkan bahwa dosa seorang pemimpin kepada rakyatnya masuk dalam kategori haqqul adami. Artinya, seorang pemimpin yang korup dan tidak adil, wajib meminta maaf kepada rakyatnya.
Jabatan hanyalah sebagai media untuk mendekatkan diri kepada Allah. Oleh karena itu pemimpin wajib mempermudah urusan rakyatnya, membela rakyat kecil dan mengontrol keadaan rakyatnya. Harus ada hubungan harmonis antara pemimpin dan rakyat. Pemimpin harus mengasihi rakyatnya. Jauhi sikap anarkis dan apatis.
Pemimpin harus mendahulukan kepentingan rakyatnya. Khulafaur Rasyidin merupakan pemimpin yang harus diteladani. Ketika menjabat sebagai pemimpin harta mereka bukan bertambah banyak, malah berkurang. Ini disebabkan harta mereka juga digunakan untuk kepentingan rakyat. Contoh lain adalah, kholifah Umar Abdul Aziz, sebelum menjadi penguasa beliau memiliki harta 40 ribu dinar (kurang lebih 85 miliar), tapi ketiak beliau wafat, hartanya hanya tinggal 400 dinar (sekitar180 juta) bahkan bisa kurang dari itu.
Selanjutnya penulis buku menyampaikan sebuah hadist Nabi yang intinya adalah ada tiga bahaya yang ditakuti oleh Rasulullah. Pertama, tergelincirnya orang awam. Kedua, keputusan hukum pemimpin yang dzalim dan keinginan negative (nafsu) yang selalu dilayani.
Penulis menjelaskan bahwa bentuk kedzaliman yang dilakukan oleh penguasa terjadi dalam berbagai bentuk, diantaranya: Putusan Undang-Undang dan peraturan lain yang berdampak mafsadah kepada rakyat terutama mereka yang lemah, seperti pembebasan hak rakyat secara paksa tanpa ganti rugi yang sesuai, penetapan anggaran tidak sesuai dengan hajat hidup rakyat secara obyektif, penggunaan anggaran untuk biaya pemerintah melampaui asas kepatutan dan beberapa keputusan lainnya yang merugikan.
Pada bagian akhir, penulis memaparkan beberapa hal yang perlu diteladani dari politik Rasulullah. Diantaranya adalah pengambilan keputusan dengan musyawarah, sikap lemah lembut, membela rakyat kecil, mencintai orang lain sebagaimana mencintai dirinya sendiri, merasa berat dengan penderitaan rakyat, berkeinginan keras untuk mensejahterakan rakyat, menebarkan kasih sayang, pemaaf, mendahulukan kepentingan orang banyak dan lain-lain.
Penulis juga mengingatkan agar partai islam jangan hanya dijadikan label. Prinsip amar makruf nahi munkar harus menjadi system sekaligus sikap dan prilaku. Penulis juga berharap agar system pemerintahan dan pelaksana pemerintahan harus sama-sama baik.
Selanjutnya penulis mengakhiri tulisannya dengan sebuah pernyataan Ibnu Khaldun yaitu:
تبقى الدولة العادلة ولو كانت كافرة وتفنى الدولة الفاجرة ولو كانت مسلمة
“Negara yang adil akan kekal sekalipun ia kafir, dan Negara yang korup akan hancur sekalipun ia islam”
انما الامم الاخلاق مابقيت وان هموا اخلاقهم ذهبوا
“Suatu bangsa akan kekal sepanjang akhlaqnya bagus, dan jika mereka moralnya musnah, maka hancurlah mereka”
Judul Buku : 11 Tausiyah Agama untuk Pemimpin dan Penguasa
Penulis : KH. Muhyiddin Khatib, M.H.I.
Penerbit : Pustaka Radja
Tebal Buku : 133 halaman
Peresensi : Ahmad Muzakki, Bondowoso Jawa Timur