Dalam Islam memang tidak mengenal istilah pacaran, karena yang dikenal zaman sekarang adalah pacaran yang lebih banyak mengundang pada hal-hal negatif. Sedangkan dampak positifnya sangat minim sekali. Bahkan bisa jadi tidak ada sama sekali. Itu sangat bertentangan dengan apa yang menjadi ajaran Islam.
Islam datang sejak awal untuk menjunjung tinggi yang haq[1] dan menghinakan yang bathil[2]. Termasuk diantaranya mengagungkan derajat wanita di mata umat. Sampai dalam hal sebelum mengenal wanita yang hendak dinikahi saja, ada etika yang harus dilakukan. Ada jalan ta’aruf yang diperbolehkan oleh Islam. Sehingga dengan begitu siapapun tidak bisa seenaknya saja ingin mempersunting seorang wanita atau langsung dinikahi tanpa berta’aruf.
Melalui ta’ruf, wanita siapa saja dan yang mana saja pasti lebih merasa dihargai, dihormati, dan dijaga harkat dan martabatnya. Berbeda halnya dengan pacaran yang dikenal sekarang. Bergonta-ganti pasangan hanya untuk mencoba. Bahkan ada juga yang ingin dijadikan koleksi. Mereka tidak pernah berniat untuk menikahi atau menjalani hubungan yang serius. Bukankah dengan tujuan yang demikian saja sudah cukup dijadikan bukti bahwa tidak ada nilai istimewa bagi seorang perempuan. Lalu dimana misi Syari’ yang sejak awal ingin mennjunjung tinggi harkat dan martabat seorang wanita?
Sudah bagian dari kewajiban kita sebagai generasi penerus dakwah Rasulullah SAW mempertahankan ajaran beliau SAW dengan memulainya dari diri sendiri. Mulailah mengamalkan ajaran Nabi SAW terlebih dahulu sebelum mnegajarkan orang lain! Dan biasanya dakwah bilfi’li[3] diiringi dengan dakwah billisan[4] lebih cepat diterima terutama di zaman sekarang yang serba kritis.
Selama menjalani masa ta’aruf setiap pasangan berbeda-beda. Ada yang singkat hanya dalam beberapa hari langsung pelaksanaan akad. Ada yang hanya beberapa bulan saja baru akad. Ada juga yang sampai bertahun-tahun. Semua bergantung pada setiap pasangan. Biasanya masa ta’aruf diikuti dengan masa pertunangan. Dan masa pertunangan ini juga termasuk dalam masa-masa ta’ruf. Oleh sebab itu, tidak heran jika ada istilah ‘putus tunangan’ padahal sudah bertahun-tahun dijalani. Karena tunangan bukan termasuk akad (nikah). Akan tetapi termasuk dalam masa-masa mengenal antar satu sama lainnya.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan bagi setiap pasangan dalam menjalani masa ta’aruf, yaitu diantaranya: Pertama menjaga hati. Artinya, antara satu dengan yang lainnya harus saling menjaga perasaan pasangannya. Kemudian menjaga perasaannya sendiri agar tidak berpaling ke hati yang lain. Berusaha untuk mengerti pasangannya. Karena pasangan yang haus dengan pengertian orang yang istimewa dalam hidupnya dapat mengusik perasaannya. Adanya mereka selalu berpikir “Masih adakah niat baiknya untukku?”. Sehingga lambat laun ini akan mempengaruhi hubungan yang sedang dijalani.
Kedua, banyak berdoa memohon ridho Allah SWT, ridho nabi-Nya, sebagai pemimpin kita, serta rido para penghuni langit dan bumi. Dengan begitu perjalanan cintanya akan berjalan lancar seiring dengan ridhoNya dan makhlukNya, tanpa terkecuali. Kemudian berdoa meminta petunjuk untuk cinta. Jika memang si dia adalah orang yang dipilih untuk menjadi teman sepanjang usia sampai bertemu kembali di akhirat, agar dibukakan jalan terbaik untuk itu. Namun, jika mereka bukan jodoh yang telah ditulis di lauhil mahfudz[5] sebaiknya segera dipisahkan tanpa harus ada yang terluka.
Ketiga, tawakkal[6] atas segala yang sedang terjadi dan yang akan terjadi. Dengan menyerahkan semua kelemahan kepada Allah SWT serta memasrahkan segala hal yang dijalani kepadaNya semata. Apapun yang menjadi konsekuensi nantinya agar bisa diterima dengan penuh kelapangan. Jika masih bisa berlanjut ke jenjang yang lebih tinggi berarti hanya meningkatkan rasa syukur. Namun, jika harus berhenti di tengah perjalanan, agar bisa lebih bersabar terhadap takdir.
Keempat, berusaha meningkatkan dan menjaga gejolak cinta. Terutama ketika jarak jauh. Diantaranya dengan mengaplikasikan nomor satu yang telah disebutkan tadi, yaitu menjaga hati. Kemudian berdoa dan banyak bertawakkal. Intinya, ketika kita mau mengerjakan nomor satu, dua, dan tiga, berarti sudah mau berusaha meningkatkan dan menjaga gejolak cinta. Termasuk juga diantaranya adalah pengertian dan perhatian. Dengan terbukti adanya pengertian dan perhatian berarti sudah bisa dipastikan bahwa rasa yang dimilliki sudah sampai pada tingkat tertinggi yakni sayang.
Kelima, ini yang terakhir adalah mengistiqamahkan niat baik. Karena niat yang akan menguatkan cinta dan mengutuhkan cinta hingga tepat pada titik waktu akad digelar dan sampai selamanya. Jika niat sudah lemah atau mungkin tidak ada, maka itu sudah alamat cinta tidak akan terwujud menjadi ikatan yang halal. Niat yang kuat mampu mengalahkan kendala cinta, sebesar apapun itu. Tapi harus niat baik, lho.
Alhasil, aktifitas yang dilakukan pada masa-masa ta’aruf merupakan sebuah penentu apakah ta’aruf yang dijalani masih layak untuk dipertahankan pada jenjang yang lebih tinggi atau tidak? Karena Islam sangat menghargai wanita sebagai makhluk-Nya yang lemah, namun dijunjung tinggi harkat dan martabatnya. Islam tidak bermaksud untuk mempersulit, namun ini demi kebaikan dan kebahagiaan bersama.
Author: Almed