Belajar Kesetiaan dari Sayyidah Rahmah, Istri Nabi Ayub

0
1099

Nabi Ayyub adalah seorang yang cerdas dan bijaksana. Di dalam tubuhnya mengalir dua tedak kenabian, yakni dari Nabi Ishaq dan Nabi Luth. Sejak ayahnya wafat, Nabi Ayyub menjadi seorang yang sangat kaya raya. Ia mewarisi sejumlah besar hewan ternak yaitu unta, lembu, domba, kuda, keledai, dan himar sehingga tidak ada yang menandingi kekayaannya di negeri Syam.

Nabi Ayyub menikah dengan tiga orang perempuan, salah satunya bernama Sayyidah Rahmah, yang silsilahnya masih bersambung kepada Nabi Yusuf. Dari Sayyidah Rahmah lah Nabi Ayyub memiliki keturunan 24 orang anak, dengan 12 kali mengandung. Dalam kehidupannya, Nabi Yusuf sangat disayang oleh kaumnya. Itu karena beliau sangat dermawan, beliau selalu menyantuni fakir miskin, yatim piatu, dan para janda.

Keshalehan Nabi Ayyub menyebabkan perasaan iri bagi para makhluk sebangsa jin dan iblis. Mereka berkata, “Ayyub benar-benar sukses usahanya, baik dunia maupun akhiratnya. Untuk itu ia harus dirusak salah satu dari keduanya.” Iblis pun menghadap kepada Allah dan berkata,

“Ya Allah, Ayyub sangat rajin beribadah kepada-Mu lantaran ia Engkau lapangkan rizki dan kehidupannya.”

Allah menjawab, “Tidak. Dia orang shaleh. Sekalipun Aku tidak melapangkan rizki dan hidupnya, dia akan tetap beribadah kepada-Ku.”

“Ya Allah, aku ingin menggodanya. Sejauh mana dia tidak lupa beribadah kepada Engkau. Untuk itu beri aku kemampuan untuk menguasainya.” Allah pun memenuhi tuntutan iblis terkutuk itu. Melalui godaan iblis itu Allah menguji iman dan taqwa Nabi Ayyub. Kekayaan Nabi Ayyub yang melimpah seketika di hancurkan oleh mereka. Putra-putri beliau pun mereka racuni sehingga semuanya wafat. Tetapi sayang, para iblis gagal. Nabi Ayyub tetap ikhlas dan tetap istiqamah beribadah kepada Allah. Musibah-musibah besar yang menimpanya sama sekali tidak menggeser dan menggoyahkan keimanannya kepada Allah.

Suatu ketika, iblis datang kembali menggoda Nabi Ayyub yang sedang melaksanakan solat. Ketika tengah bersujud, iblis meniup hidung dan mulut Nabi Ayyub sehingga tubuhnya menggembung dan berpeluh. Kemudian Nabi Ayyub diserang penyakit cacar. Dari seluruh tubuhnya mengeluarkan bau busuk akibat darah dan nanah yang mengalir di permukaan kulitnya dan ulat-ulat pun berjatuhan. Keadaan tersebut membuat sanak familinya jijik kepada Nabi Ayyub sehingga mereka meninggalkannya. Termasuk dua istrinya yang lain, mereka meminta cerai dari Nabi Ayyub.

Semakin lama penyakit di tubuh Nabi Ayyub bertambah parah. Masyarakat setempat yang semula setia menjadi kaum Nabi Ayyub kini berubah menjadi musuhnya. Mereka mengusir Nabi Ayyub agar meninggalkan kampungnya supaya penyakitnya tidak menular. Bersama Sayyidah Rahmah Nabi Ayyub pergi meninggalkan kampung itu untuk hidup terasing agar masyarakat tidak merasa jijik kepadanya. Akhirnya Nabi Ayyub dan Sayyidah Rahmah tinggal di sebuah gubuk tua yang jauh dari pemukiman warga. Nabi Ayyub melihat Sayyidah Rahmah sangat setia kepadanya. Ia begitu rela menemani Nabi Ayyub saat yang lain meninggalkannya, bahkan dalam kondisi terburuk sekalipun.

Suatu ketika Nabi Ayyub berkata pada Sayyidah Rahmah, “Hai Rahmah, pulanglah. Aku rela jika kau menjauh dariku.”

Sayyidah Rahmah menjawab, “Tidak, suamiku. Kau jangan khawatir. Aku tidak akan meninggalkanmu seorang diri. Aku akan berada di sisimu selama hayat dikandung badan.”

Dan untuk menghidupi Nabi Ayyub, Sayyidah Rahmah bekerja di sebuah perusahaan roti. Namun lama kelamaan, masyarakat di daerah itu mengetahui bahwa Sayyidah Rahmah adalah istri Nabi Ayyub. Pemilik perusahaan roti itupun memberhentikan Sayyidah Rahmah dari pekerjaannya, ia berkata,

“Menjuhlah dari kami, sebab kini aku merasa jijik padamu.”

Sayyidah Rahmah menangis, mengadu pada Allah, “Ya Allah, Engkau melihat keadaanku kini. Seolah-olah dunia berubah menjadi sempit bagiku kini. Mereka selalu menghinaku, namun jangan Kau hina aku di akhirat nanti. Mereka selalu mengusirku namun jangan Kau usir aku di akhirat nanti.”

Sayyidah Rahmah akhirnya memutuskan untuk menjual gelungan rambutnya yang berjumlah 12 buah, sangat dan indah dan banyak orang yang menyukainya. Ia pun menjualnya kepada si pemilik perusahaan roti untuk ditukar dengan roti demi agar Nabi Ayyub tidak kelaparan. Melihat roti segar  itu, Nabi Ayyub menyangka Sayyidah Rahmah telah menjual diri. Tetapi Sayyidah Rahmah menampik, dan berkata bahwa rambutnya akan tumbuh kembali bahkan dengan yang lebih indah.

Setiap ada ulat yang jatuh dari tubuhnya, Nabi Ayyub memungutnya kembali dan mletakkannya kembali ke luka-luka di tubuhnya dan berkata, “Hai Ulat-ulat… Makanlah apa-apa yang Allah rizkikan kepadamu.” Penyakit itu semakin parah. Seluruh dagingnya dimakan habis oleh ulat-ulat yang bersarang di butuh Nabi Ayyub sehingga hanya bersisa tulang, urat, dan sarafnya. Menurut suatu riwayat, penyakit ini diderita Nabi Ayyub selama 18 tahun.

Pada Suatu hari Sayyidah Rahmah berkata kepada Nabi Ayyub, “Suamiku, engkau kan seorang Nabi di sisi Tuhanmu. Kalau saja kau mau berdoa untuk kesembuhan tubuhmu, pasti…”

Nabi Ayyub langsung menjawab, “Sudah berapa tahun masa senang kita?”

Sayyidah Rahmah menjawab, “80 tahun…”

“Sungguh malu rasanya jika aku berdoa kepada Allah meminta penderitaan ini segera berkhir, mengingat masa ditimpa musibah belum seberapa dibandingkan dengan masa kita bersenang-senang.” Kata Nabi Ayyub. Penyakit itu semakin bertambah parah saja sampai-sampai ketika mentari terbit menyinari tembuslah sinarnya dari depan sampai punggungnya. Yang tersisa hanyalah hati dan lisannya, sebab hatinya selalu beriman kepada Allah dan lisannya selalu berdzikir kepada Allah. Dan ketika tiada lagi daging pada tubuhnya yang layak untuk disantap, maka ulat-ulatpun saling menyantap sesamanya hingga tersisa dua ekor ulat saja. Yang satu menyantap lisan Nabi Ayyub dan yang lain hendak menyantap hati nabi Ayyub. Saat itulah Nabi Ayyub berdoa kepada Allah,

“Sesungguhnya aku telah ditimpa kemelaratan, sedangkan Engkau lebih pengasih dari segala pengasih…” (QS. Al-Anbiya’: 83)

Kemudian wahyu Allah turun kepadanya, “Hai Ayyub, hati dan ulat adalah milikKsssu, sedangkan derita dan sakitmu adalah dariKu, kenapa harus bersedih?”

Allah pun memberi Nabi Ayyub obat yang dikirim melalui Malaikat Jibril berupa air yang lalu disiramkannya ke tubuh Nabi Ayyub. Allah berfirman,

“Lalu Kami perkenankan doanya, dan Kami lenyapkan penyakit berbahaya pada dirinya, dan Kami datangkan kepadanya seluruh keluarganya semisal mereka, sebagai rahmat dari sisi Kami dan sebagai peringatan bagi orang-orang yang beribadah.” (QS. Al-Anbiya’: 84)

Segera setelah itu penyakit Nabi Ayyub sembuh dan tubunya kembali bersih seolah tidak pernah terkena penyakit. Selesailah ujian dari Allah bagi Nabi Ayyub. Setelah itu, Allah semakin mendekatkan Nabi Ayyub di sisi-Nya, menjadi hamba Allah yang senantiasa dicintai Allah.

***

Sahabatku yang beriman… Dari Kisah Nabi Ayyub banyak hikmah yang dapat kita petik bersama. Salah satunya agar kita tetap bersabar dan beriman kepada Allah dalam keadaan senang maupun keadaan susah. Dalam keadaan sehat atau keadaan sakit. Sebab kesenangan adalah juga bentuk ujian dari Allah, sejauh mana kita mampu bersyukur sebagaimana kesusahan, sejauh mana kita mampu bersabar atasnya.

Selain itu, kita juga belajar tentang kesetiaan Sayyidah Rahmah kepada kondisi terburuk Nabi Ayyub dalam kehidupan rumah tangga kita. Seberapapun buruknya kesehatan suami atau istri, kita harus tetap setia bersamanya. Mendampinginya dengan tulus, untuk tetap bersama-sama beribadah di hadapn-Nya.

Semoga bermanfaat.

(zyadah, www.ziyadatul-khairoh.blogspot.com)

Tinggalkan Balasan