Ketika Hijab Fisik Dipertentangkan Dengan Hijab Hati

0
540

“Kok kamu belum berjilbab?”

“Saya belum siap mental. Yang penting saya jilbabin hati dulu.”

Pernyataan diatas adalah salah satu contoh alasan klasik ketika seorang muslimah ditanyai mengenai perihal hijabnya. Tentu saja, selain alasan tersebut, masih banyak lagi alasan-alasan lain seperti; “Belum mendapat hidayah”, “Belum ada temannya”, dan segudang alasan-alasan lain yang kesemuanya terkesan agak ‘memaksa’.

Ketika dikeluarkan pernyataan “Saya mau menghijabi hati terlebih dahulu”, maka pertanyaan yang muncul adalah: “Di mana ya saya bisa beli jilbab hati?”. Karena kalau memang ada yang menjual, ingin rasanya saya borong untuk dibagikan secara gratis ke masyarakat kita, berapapun harganya. Alangkah klisenya pernyataan ‘jilbab hati’ ini. Entah kenapa, terasa seakan-akan mengecilkan makna jilbab fisik.

Dari satu ayat ini saja sudah jelas menyatakan bahwa bukan hanya hijab hati, tetapi hijab fisik juga hukumnya adalah wajib:

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

“Wahai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin,“Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang”. [Al Ahzab : 59].

 

Hijab Hati vs Hijab Fisik

Perihal hijab hati dan hijab fisik ini seringkali menjadi persoalan yang terasa sepele. Padahal bila dipikirkan lebih jauh, masalah ini bisa menimbulkan dosa yang fatal. Pernyataan yang saat ini sering muncul di masyarakat adalah bahwa tidak semua wanita yang berjilbab adalah wanita baik-baik. Anggapan ini muncul dikarenakan oknum-oknum yang terlihat sepertii muslimah baik-baik di luar, tapi ternyata melakukan kejahatan dan kemaksiatan dibaliknya. Bahkan, ada juga oknum yang sengaja memanfaatkan hijabnya untuk berbuat kejahatan. Oknum-oknum ini tak hanya merendahkan makna hijab, tapi juga memperburuk citra islam di mata masyarakat.

Permasalahannya adalah, terlepas dari si wanita ini memiliki niat jahat atau tidak, hukumnya hijab tidak berubah. Perintah dasar untuk berhijab tetaplah wajib. Tentu saja, seorang muslimah haruslah memiliki kepribadian yang lembut, anggun dan sesuai syariah. Tapi apakah perilaku yang islami saja sudah cukup? Tidak. Kepribadian yang islami ini tidak akan lengkap tanpa hijab yang syar’i. Seislami apapun sikap seorang muslimah, tidak akan pernah sempurna tanpa adanya hijab yang membalutnya. Ibaratnya, seberharga apapun sebuah berlian, tidak akan terasa nilainya apabila masih berlumur lumpur.

Seringkali persoalan hijab fisik ini diremehkan, karena sebagian besar masyarakat kita menganggap bahwa jauh lebih penting kebaikan hati. Bagi sebagian besar masyarakat, wanita yang tidak berhijab tapi sikapnya islami adalah lebih baik daripada muslimah yang mengenakan hijab tapi kepribadiannya tidak islami. Lebih baik berpenampilan buruk tapi hati baik, daripada berpenampilan baik tapi berhati buruk. Padahal keduanya diwajibkan oleh Allah SWT; baik hijab fisik maupun sikap yang islami. Permasalahan ini sebenarnya memiliki solusi yang gampang-gampang susah; yaitu memahami perintah berhijab dengan sungguh-sungguh.

 

Hijab Sebagai Kontrol Fisik bagi Jiwa

Islam itu sendiri keras dan kuat, tapi tidak kaku. Hukum islam itu tegas, tapi fleksibel. Syariah itu memberikan arahan, dan muslim yang mengikuti arahan ini sudut pandangnya akan berubah dengan sendirinya.  Ketika seorang muslimah berhijab, maka cepat atau lambat dia akan berubah menjadi lebih baik. Tapi, perubahan ke arah yang lebih baik ini hanya akan terjadi kalau hijabnya dipertahankan, tidak selang-seling—kadang berhijab, kadang tidak. Apapun niat awalnya berhijab—entah ingin menarik perhatian pria, atau menghindari panas, dan lain sebagainya—selama hijabnya dipertahankan, dijamin sikapnya akan menjadi lebih islami.

Hijab ini sendiri, bila dipertahankan, memiliki efek terapis bagi moralitas seseorang. Bila seorang wanita mengenakan jilbab, maka secara tidak langsung dia akan sedikit lebih berhati-hati dalam bertindak. Hijab menjadi semacam kontrol diri bagi jiwanya. Ketika pertama kali berhijab, intensitas kehati-hatian ini mungkin hanya sedikit. Mungkin hanya sekadar menjadi lebih karang mengenakan perhiasan(karena tertutup hijab). Bisa juga sekadar mengurangi make up(karena hijab, make up jadi tidak kelihatan). Tapi lama-kelamaan, kontrol diri dari hijab ini akan berkembang. Pengguna hijab akan merasa malu pada hijabnya bila sholat tidak tepat waktu, atau merasa malu ke tempat-tempat yang penuh pria. Bahkan bisa menjadi malu walaupun hanya menatap wajah lawan jenisnya. Inilah kekuatan kontrol diri yang diberikan oleh hijab yang dipertahankan.

 

Selain menjadi kontrol bagi jiwa, hijab juga akan selalu menyediakan image yang baik untuk seorang wanita. Image yang muncul pertama kali didalam pikiran seseorang ketika melihat wanita berhijab syar’i pasti adalah suatu bentuk keseganan. Hijab yang syar’i memberikan kekuatan wibawa pada muslimah yang mengenakannya. Karena hijab syar’i inilah, wanita-wanita dalam islam akan selalu lebih disegani dan terlihat lebih kuat dibandingkan perempuan yang tidak berhijab. Nilai feminitas seorang muslimah akan dijaga dengan gagah oleh hijabnya.

 

Jangan Nilai Buku dari Sampulnya

Peribahasa tersebut sangatlah terkenal. Sayangnya, sebagian orang hanya mengartikannya secara harfiah, bahwa kita tidak boleh menilai seseorang hanya dari penampilannya. Padahal sebenarnya, peribahasa ini memiliki maksud lain.

Kenapa kita diingatkan untuk tidak menilai seseorang dari hanya penampilannya? Karena semua orang lain juga menilai seseorang hanya dari penampakannya. Premis ini menunjukkan bahwa faktanya, semua orang cenderung menilai seseorang hanya dari penampilannya. Secara tidak langsung, peribahasa ini juga mengingatkan kita untuk menjaga penampilan luar kita agar tetap tampil baik. Sehingga, ketika ada yang menilai kita hanya dari penampilan, maka nilai kita tetap baik di mata orang tersebut. Begitu pula fungsi hijab.

Hijab tak hanya memberikan kontrol jiwa yang menenangkan, tapi juga memberikan penampilan fisik yang lebih menyejukkan. Sudah sepantasnya seorang muslimah tampil sebagai pribadi yang tenang dengan wibawa yang menenangkan. Bukan malah kelabakan adu pamer aurat. Muslimah yang berhijab syar’i akan dikenal karena agamanya. Ia tidak perlu menunjukkan kulitnya untuk menjadi wanita yang kompeten. Hijab sudah dengan mutlak menjadikannya lebih kompeten secara penampilan dibandingkan wanita yang tidak berhijab

Bila ada seorang muslimah yang selain baik hatinya, lembut tuturnya, alim pemikirannya dan islami gerak-geriknya, tapi juga syar’i hijabnya, maka tidak akan ada wanita lain yang bisa mengalahkan kesempurnaannya.

Wallahu’alam bishowab. Semoga bermanfaat bagi kita semua. Amiin..

Oleh: Miftah Afif Mahmuda

 

Tinggalkan Balasan