Koreksi Terhadap GP Ansor Tentang Lurah Susan

0
468

Islam mempunyai jargon rahmatan lil alamin. Berdasarkan jargon lalu tidak aneh kalau islam mengakui adanya pluralisme. Sejak kedatangannya, islam selalu menerima perbedaan yang terjadi di antara manusia. Islam sama sekali tidak hendak menghilangkan perbedaan yang terjadi, misalnya menyatukan manusia dalam satu agama. Tapi hal ini tidak mengabaikan untuk terus berdakwah demi jayanya Islam.

Dalam salah satu ayat Qur’an Allah berfirman,

لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ

“Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil”

Ayat tersebut turun untuk mengomentari sikap Asma’ Binti Abu Bakar pada Ibunya, Qutailah Bin Abdul Izziy yang sudah bercerai sebelum Abu Bakar masuk islam. Pada waktu itu Qutailah mendatangi Asma’ dengan membawa oleh-oleh sebagai hadiah pada anaknya itu. Ternyata Asma’ menolak pemberian ibunya tersebut bahkan tidak mempersilahkan ibunya untuk memasuki rumahnya. Lalu persoalan tersebut sampai pada Rasulullah melalui Siti Aisyah, dan kemudian turun ayat tersebut. Berlandaskan pada ayat tersebut Rasulullah memerintahkan pada Asma’ untuk menerima pemberian Ibunya dan memperkenankannya untuk memasuki rumah. Ini sebagai salah satu bukti akan pengakuan pluralisme dalam islam.

Permasalahan pluralisme—khususnya pluralisme agama—seringkali muncul, termasuk di Indonesia. Salah satunya muncul setelah dipilinya Susan sebagai Lurah di Lenteng Agung, Jakarta Selatan. Banyak terjadi penolakan, pasalnya dia non muslim. Hal ini makin panas, setelah Menteri Dalam Negeri juga berkomentar. Walaupun didemo, ternyata hal ini tidak merubah keadaan, dia tetap kokoh untuk jadi lurah. Jokowi pun tidak bergeming, tetap akan menunjuk Susan sebagai lurah.

Terbaru, kemaren GP Ansor dan  Taruna Merah Putih, menetapkan Lurah Susan sebagai Pahlawan Pluralisme. Penyebabnya, dia dianggok teguh pendiriannya untuk menjadi lurah, padahal didesak mundur karena alasan agama.

Ada satu hal yang kurang tepat dari penghargaan ini. Seharusnya, yang mendapatkan penghargaan bukanlah Lurah Susan, tetapi jokowi yang tetap menunjuknya jadi Lurah tanpa menghiraukan faktor agama. Kenapa lurah susan tidak layak mendapatkan penghargaan?. Karena hal ini adalah persoalan jabatan. Belum tentu dia teguh untuk jadi lurah karena ingin menegakkan pluralisme. Bisa saja dia tetap tidak bergeming untuk mundur karena dia tetap ingin menjabat.

Kesimpulan akhirnya, pluralisme harus ditegakkan. Tapi untuk menegakkan pluralisme harus dengan menggunakan cara yang tepat. Jangan sampai untuk tegaknya sebuah pluaralisme harus melalui cara-cara yang tidak tepat secara logika. Termasuk penujukan lurah susan sebagai pahlawan pluralisme, terlebih dia yang minoritas.

Tinggalkan Balasan