Saling Merasakan Salah Sendiri

0
587

Setiap hubungan pasti terjadi masalah. Namun, tidak semua masalah harus dipermasalahkan. Secara umum, masalah memang beragam macamnya. Ada yang besar, kecil, penting atau tidak, dan serius atau tidak. Dalam hal ini harus pintar-pintar membedakan. Karena jika tidak, akibatnya akan saling menyalahkan satu sama lain, masalahnya pun tidak akan terselsaikan.

Ketika saling menyalahkan, sulit sekali untuk menyelesaikan masalah. Bahkan bisa jadi masalah akan bertambah besar. Dengan menganggap dirinya paling benar sementara orang lain salah berarti telah menghidupkan api yang nyalanya kecil menjadi semakin berkobar. Ibarat api yang disiram api.

Tidak ada rasa keinginan memperbaiki terlebih dahulu, saling menunggu maaf, saling menunggu siapa yang akan menjadi air, tidak mau meminta maaf terlebih dahulu. Jika  terus menerus bersikap egois seperti itu, apa yang akan terjadi? Bukankah umat Rasulullah SAW sudah seharusnya mengikuti keteladanan beliau SAW dalam segala hal terutama ketika terjadi masalah? Bukankah Rasulullah SAW dititahkan untuk mencetak karakter yang mulia demi perubahan bangsa yang krisis karakter?

Dalam sabdanya:

Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.

Dalam sebuah karya karangan Al Habib Abdullah Ad-Diba’i menjelaskan beberapa karakter Rasulullah SAW yang patut diteladani umat. Diantaranya adalah beliau SAW selalu memaafkan kesalahan seseorang yang berbuat salah sebelum dimintai maaf. Bukankah ini merupakan tindakan yang mulia?

Pernah lagi Rasulullah SAW selalu diejek, dihina, dan diludahi oleh tetangganya setiap kali beliau SAW hendak pergi ke masjid. Suatu ketika beliau tidak menemukan tetangganya yang biasa menunggu beliau SAW lewat itu. Karena diselimuti rasa penasaran, beliau SAWpun bertanya kepada salah seoang sahabat yang dijumpainya tentang keberadaan tetangganya yang biasa meludahi beliau SAW setiap kali beliau SAW lewat hendak ke masjid. Setelah mendengar kabar dari sahabat bahwa te tangganya itu sakit parah, tanpa  pikir panjang beliau SAW langsung membesuk tetangganya itu. Tanpa tangan kosong, beliau SAW datang membawa buah-buahan dan turut mendoakan kesembuhannya.

Lihatlah! Betapa mulianya akhlak Rasulullah SAW dalam menjalin hubungan silaturrahmi terhadap tetangganya. Beliau datang menjenguk orang yang dulunya seringkali meludahi beliau SAW ketika hendak pergi ke masjid. Tidak behenti mencaci maki, menghina, dan bersikap kasar kepada beliau SAW. Ini merupakan hal yang sulit diaplikasikan dalam kehidupan umat sekarang. Namun, bukankah bukti cinta kita kepada Rasulullah SAW adalah dengan mengerjakan segala sunnah?

Pernah Sy. Fathimah RA berbuat salah kepada suaminya Sy. Ali RA. Tanpa menunggu ini dan itu, berpikir ini dan itu juga, Sy. Fathimah RA  beliau berlutut dihadapan suami tercintanya sambil menangis seraya berkata,”Duhai suamiku, maafkan kesalahanku! Jika engkau tidak memberiku maaf, niscaya celakalah aku!”

Dari cerita singkat tentang Sy. Fathimah di atas,  ketika merasa salah sendiri hendaknya memulai minta maaf terlebih dahulu. Kemudian, mulailah memperbaiki masalah meski sebenarnya orang lain yang berbuat salah. Sehingga, dengan demikian masalah akan menjadi gampang diselsaikan. Hidup akan terasa ringan dan damai selalu.

Perlu diketahui, bahwa kata maaf memiliki power tersendiri yang mempengaruhi hati dan pikiran seseorang. Terutama dalam menghadapi masalah. Seseorang awalnya berkobar-kobar ketika memperbaiki masalah, namun setelah dimitai maaf akan berubah menjadi dingin sedingin air. Oleh karena itu, jangan pernah bosan meminta maaf karena sebenarnya kata maaf tidak hanya mengubah keadaan hati seseorang menjadi air pada saat bermasalah, namun di luar itu juga bisa.

Saling merasakan salah sendiri sebaiknya diterapkan dalam menjalin hubungan bersama siapa saja dan dimana saja. Bersama keluarga, teman, sahabat, pasangan, atau orang lain. Dengan begitu sama saja kita secara tidak langsung telah mengamalkan beberapa sunnah nabi dan menjalankan syiar agama islam sekaligus.

Author: Almed

Tinggalkan Balasan