Sekte Islam Indonesia Turunan Sekte Islam Arab

0
414

Untuk membahas peradaban Islam di Indonesia, terdapat tiga konsep utama yang perlu kita perhatikan terlebih dahulu. Yaitu Sejarah, Peradaban, dan Islam. Secara etimologi pengertian sejarah dapat ditelusuri dari asal kata sejarah yang berasal dari bahasa Arab “syajarah”, artinya “pohon kehidupan”. Sedangkan peradaban dalam bahasa Indonesia memiliki arti yang sama dengan kebudayaan atau dalam bahasa inggerisnya biasa kita kenal dengan istilah “culture”.

Menurut  Yusuf Qardhawi sejarah peradaban Islam itu sendiri adalah “sekumpulan dari bentuk –bentuk kemajuan, baik yang berupa kemajuan bendawi, ilmu pengetahuan, seni, sastra, maupun sosial, yang terdapat pada suatu masyarakat atau pada masyarakat serupa”. Seperti kita ketahui bersama bahwa Islam muncul sebagai pondasi bagi umat manusia di dunia. Islam turun di negeri Arab yang penduduknya pada waktu itu lebih dikenal dengan kejahiliahannya dan dengan konstruk budaya yang masih mempertahankan keyakinan nenek moyang serta mengabaikan rasio mereka, seperti menyembah berhala dan mengubur bayi peremuan mereka hidup-hidup, karna dianggapnya sebagai musibah dan demi membanggakan kabilah mereka masing-masing.

Islam lahir untuk memperbaiki itu semua dengan berlandaskan Aqidah yang kuat serta ahklak dan Syariat sebagai undang-undang dasar agama Islam. Kedatangan Islam di negeri Arab tidak berjalan dengan mudah, banyak penolakan terhadap ajaran yang dibawakan oleh Nabi Muhammad, terutama dari paman-pamannya sendiri seperti Abu Jahal, Abu Sufyan, dan Abu Lahab, serta suku Qurais pada waktu itu.

Perkembangan Islam sendiri tidak pernah bisa lepas dari persoalan politik. Sebagai contoh kecil yang banyak ditulis oleh sejarawan mengenai peristiwa pada awal Islam. ketika musim haji muncul nama Afif al-Kindi. Dia adalah seorang pengusaha yang memiliki jaringan luas diberbagai kota-kota tetangga, hingga pada suatu saat dia menginjakkan kaki di kota Mekah pada musim haji. Dia melihat paman Nabi Al Abbas ditempatnya, dia menjumpai Nabi sedang shalat menghadap kiblat. Di sampingnya hadir paman-paman Nabi. Ketika dia menanyakan ritual itu, Ibnu Abbas menjawab. “Muhammad, Saudara laki-lakiku yang mengaku utusan Tuhan dan berobsesi menumbangkkan Persia dan Romawi.”

Kemudian Setelah Islam jaya  di Mekkah dan Madinah dan kepemimpinan umat Islam digantikan oleh khulafaur Rosyidin pasca wafatnya Rasullullah. Islam melakukan ekspansi militer besar-besaran dengan menggulingkan Negara adi kuasa seperti Persia dan Romawi pada masa khalifah Umar bin Khattab. Dari itu semua, Islam lahir dengan wajah baru dalam segi perpolitikan dan ke tatanegaraan, karna memadukan sistem yang digunakan oleh kedua Negara adi kuasa tersebut,  dan memulai peradapan Islam dengan khasanah keilmuan yang kelak menjadi kiblat dari semua disiplin keilmuan.

Hingga pada ahkirnya, penghujung dari masa Khalifah Ustman, terjadilah goncangan dalam tubuh Islam. Banyak fitnah yang terjadi demi menggulingkan kekuasaan Khalifah Ustman hingga pada puncaknya terjadi pada masa Khalifah Ali bin Abi Tholib. Banyak fitnah dan pemberontakan yang berkembang seperti fitnah Al Qubra dan perang Siffin yang mengakibatkan Sayyidina Ali dipecat dari jabatannya karna Arbitase atau tahkim yang di dilakukan antara Sayyidina Ali dan Muawiyah bin Abi Sufyan. Itulah awal mula perpecahan  yang mengakibatkan munculnya berbangai sekte dalam Islam.

Begitu juga dengan sejarah awal masuknya Islam di Indonesia, Islam sebagai agama baru dan asing  bagi penduduk Indonesia hampir tidak pernah mendapat tempat di dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Mereka (masyarakat indonesia) lebih memilih mempertahankan agama nenek moyang yang mereka yakini, yaitu agama Hindu-Budha yang masuk ke indonesia jauh sebelum Islam. Agama Islam masuk ke indonesia sekitar abad      ke-7 M melalui pedagang yang datang dari Arab melewati jalur laut. Bersamaan dengan pedagang datang da’i-da’i dan musafir-musafir sunni untuk menyebar-luaskan ajaran Islam dan berkat perjuangan Wali Songo sekitar pada abad ke-13 M Islam tersebar hingga keseluruh pelosok Indonesia.

Dewasa ini, Islam mendominasi agama yang ada di Indonesia, Hampir sekitar 86 % penduduk Indonesia beragamakan Islam, tapi satu hal yang harus kita ketahui bahwa Islam di Indonesia menurut para sejarawan melalui penelitiannya memiliki pengklasifikasian menurut adat dan kulture daerah masing-masing, semisal Islam tradisional, Islam jawa, Islam lokal, Islam Jenggot, Islam NU dan sebagainya. Tapi, itu semua bisa kita pahami, dan berkat perjuangan ulama-ulama pesantren yang sering kali dikesampingkan dalam sejarah kemerdekaan Indonesia. Islam berkembang dengan begitu pesat. salah satu organisasi Islam yang memiliki peran vital bagi bangsa Indonesia baik dari segi keilmuan dan kemerdekaan Indonesia adalah Nahdlatul Ulama yang sering disingkat menjadi NU. NU sendiri memiliki arti sebagai kebangkitan ulama. NU adalah sebuah organisasi yang didirikan pada tanggal 31 januari 1926 M / 16 Rajab 1344 H di Surabaya.

Latar belakang berdirinya NU sangat berkaitan erat dengan perkembangan pemikiran keagamaan dan politik di dunia Islam kala itu. Pada tahun 1924, Syarif Husein, raja Hijaz (makkah) yang berpaham sunni ditaklukkan oleh Abdul Aziz bin Saud yang ber aliran wahabi. Dan tersebar berita penguasa baru itu akan melarang semua bentuk amaliah kaum sunni. Kemudian dari Indonesia direncanakan ada 3 delegasi. Waktu itu, pada masa pemerintahan Hindia belanda, yang pertama, KH. Mas Mansur Mewakili Muhammadiyah. Kedua, Umar Said perwakilan Persatuan Islam. Ketiga, KH Abdul Wahab Hasbullah Mewakili Kiai Pesantren.

Ketika itu, NU belum menjadi organisasi, tapi lama kelamaan nama Kiai Wahab Hasbullah batal untuk berangkat ke Saudi Arabia dengan alasan yang sederhana, yaitu Kiai Wahab bukan atas nama organisasi. Kondisi ini cukup menyinggung terhadap perasaan Ulama Pesantren,  sehingga ulama pesantren berkumpul membentuk suatu komite agar Kiai Wahab Hasbullah bisa berangkat. Komite itu disebut Komite Hijaz, dari itu ulama bahu-membahu mencari dana bagaimana Kiai Wahab bisa diberangkatkan dengan mewakili ulama pesantren. Makanya, kalau akhir-akhir ini NU di pelesetkan Narik Urunan, itu aslinya, dan kita harus bangga dari pada NU dipelesetkan Nunut Urip, karena NU memang dari warga, oleh warga dan untuk warga.

Pasca itu, semua seluruh kiai pesantren sepakat membuat sebuah wadah tempat berjuang para ulama pesantren untuk menyebar luaskan ajaran Islam. Organisasi yang dibentuk untuk  umat Islam ini, dimotori oleh KH Hasyim Asy’ari sebagai pendiri organisasi tersebut. Yang didampingi oleh KH Wahab Hasbullah sebagai arsitek dan penggeraknya dan KHR. As’ad Syamsul Arifin Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo sebagai mediator berdirinya NU beserta para kiai-kiai sepuh lainnya.

Peran NU sebagai Ormas terbesar di Indonesia hampir mencakup segala bidang dan itu tidak bisa kita pungkiri, semisal penentuan asas tunggal pancasila yang ditempatkan di Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo pada muktamar NU ke 27 tahun 1984 M, Penumpasan G 30/S PKI dan masih banyak lagi. Itu semua fakta sejarah kiprah umat muslim di indonesia khususnya NU sendiri. Tapi itu semua jarang bisa  kita temukan dalam buku sejarah kemerdekaan indonesia, karna banyak orang yang mungkin kurang suka dengan Islam. Nasionalisme yang coba dibagun oleh ulama-ulama pesantren adalah sebagai bentuk manifestasi kesadaran bernegara atau semagat bernegara.

Ajaran-ajaran yang dikembangkan oleh NU sebagai upaya dalam membentengi aswaja, semuanya digodok di pesantren, dikembangkan dan diajarkan di pesantren. Pesantren adalah bayangan dari NU dalam segi mikro yang mendominasi sistem pembelajaran untuk mengokohkan aqidah ahlusunnah wal jamaah, dengan melestarikan kitab-kitab yang diwariskan oleh ulama sunni. Di dalam NU sendiri kalau kita lihat, kenapa NU itu bernama Nahdlatul Ulama (kebangkitan ulama) kok bukan kebangkitan umat? Karena kebangkitan umat yang diharapkan adalah berbasis pada kebangkitan ulama. Kalau ulamanya sudah bangkit dan berjaya maka dengan sendirinya umatnya akan bangkit dan berjaya. Dalam kepengurusan NU yang dibagi atas dua lembaga, Syuriah dan Tanfidziyah. Syuriah sebagai penentu kebijakan di dalam  perjalanan NU dijabat oleh ulama-ulama pesantren di masing-masing cabang, dan sudah menjadi aturan tidak tertulis bahwa pengurus-pengurus syuriah di semua cabang adalah ulama-ulama pesantren. Seperti  Rois Syuriah pada prakteknya semuanya adalah pengasuh pesantren. Jadi ini menandakan bahwa NU adalah organisasi kiai – kiai pesantren yang di dalamnya mencoba memperkokoh aqidah ahlusunnah waljamaah bagi umat Islam di Indonesia.

Author: Muhammad Lutfi

*Penulis merupakan mahasiswa semester dua Fakultas Ekonomi Syari’ah Institut Agama Islam Ibrahimy Sukorejo. 

Tinggalkan Balasan