Tanggapan Ulama tentang Tahun Baru Jatuh pada Rabu Wekasan

0
381

Hari Rabu Wekasan atau Rabu Terakhir (Yaumi Nahsin Mustamir) di bulan Shafar disikapi beragam.

Sebagian kalangan melakukan ritual di hari itu, berdoa agar diberi keselamatan atau tolak bala. Sebagian lagi menilai Rabu Wekasan tak beda dengan hari-hari lainnya.

Berikut pandangan ulama terkait hari Rabu terakhir di bulan Shafar.

KH Abdul Choliq Mustaqim, Pengasuh Pondok Pesantren Al Wardiyah Bahrul Ulum, Jombang, Jawa Timur, menguraikan ada beberapa pendapat soal hari Rabu Wekasan.

Kata KH Abdul Cholid, mengutip pendapat Imam Muhammad Ali Al-Qudus dalam kitab Kanzun Najah Was-Suraar Fi Fadhail Al-Azima Wash-Shurur, dinyatakan banyak wali Allah yang memiliki pengetahuan spiritual tinggi itu, mereka mengatakan setiap tahun ada 320 ribu macam petaka yang terjadi di bumi.

“Dalam buku itu disebutkan, semua peristiwa tersebut terjadi di hari Rabu terakhir di bulan Shafar,” ujar KH Abdul Choliq Mustaqim.

Sebagian ulama berpendapat, di hari itu banyak terjadi malapetaka. Namun, sebagian ulama lainnya tidak meyakini hal itu.

Beberapa ulama tafsir, katanya, termasuk Imam Ibnu Masā€™ud al-Bagawi dalam Kitab Ma’alimu Al-Tanjiil menceritakan, banyak kejadian bencana terjadi di Rabu Terakhir di bulan Shafar.

Orang Jawa umumnya menyebut Rabu itu dengan istilah Rabu Wekasan. Artinya, pada hari itu Tuhan menurunkan beragam penyakit dan musibah.

Masyarakat Arab Jahilliyah percaya bahwa bulan Shafar penuh bala dan bencana. Sehingga, mereka tidak melakukan aktivitas di bulan itu. Mereka percaya jika melakukan aktivitas di hari itu, akan tertimpa malapetaka.

Terkait mitos itu, tertulis di hadist riwayat Imam Buhkhori Muslim:Ā “Tidak ada penularan penyakit, tidak diperbolehkan meramalkan adanya hal-hal buruk, tidak boleh berprasangka buruk, dan tidak ada keburukan dalam Bulan Shafar”.

“Semua kebenaran ituĀ Wallahu a’lam bish shawab. Tapi tidak ada salahnya untuk berdoa minta perlindungan atau doa tolak bala. Dan, tidak ada anjuran ibadah khusus dari syaraā€™. Ada anjuran dari sebagian ulama tasawwuf, namun landasannya belum bisa dikategorikan hujjah secara syarā€™i,” KH Abdul Cholid menegaskan.

Sekretaris Pengurus Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur, Nadjib Hamid, mengatakan untuk berdoa tolak balak tidak harus menunggu atau dilakukan Rabu Wekasan.

“Berdoa tolak bala tidak harus menunggu di hari Rabu Wekasan. Setiap hari boleh-boleh saja,” ujar Nadjib Hamid.

Menyoal mitos turunnya malapetaka di Rabu Wekasan, Nadjib Hamud mengaku tidak percaya. Menurutnya, setiap bencana adalah kehendak Allah, tanpa harus menunggu hari-hari tertentu.

“Namanya saja mitos. Menurut sayaĀ ndakĀ ada benarnya. Tapi jika dikaitkan dengan tahun baru akan ada bencana, jika dilakukan perayaan berlebihan, itu ada benarnya,” tuturnya.

Kata Nadjib, pergantian hari, bulan dan tahun adalahĀ sunnatullah. Proses itu tidak bisa dipungkiri. Jika banyak bala atau bencana bukan karena pengaruh. Melainkan karena perbuatan manusia yang berlebih-lebihan.

“Seharusnya, tahun baru digunakan untuk ber-muhasabahĀ atau instropeksi diri,” tegasnya.

Sebaliknya, kalau dilakukan dengan hura-hura apalagi dengan mabuk-mabukan, tidak salah Allah menurunkan bala. Itu bukan karena hari, tapi lebih pada perbuatan manusianya.

Mitos Rabu Wekasan semakin diperparah dengan beredarnyaĀ broadcastĀ melalui jejaringBlackberry MessengerĀ (BBM) yang menyebutkan, malam tahun baru ini akan banyak malapetaka bagi manusia karena bertepatan dengan Rabu Wekasan. (viva)

Tinggalkan Balasan