Antara Nafsu dan Kepercayaan

0
790

Kebencian akan memberikan kekuatan

Bagaimana mungkin seseorang akan lepas

Dari Kemunafikan, amarah, keegoisan, dan keangkuhan?

Jika dalam dirinya masih melekat seonggok belenggu

yang menyeretnya dalam jurang terdalam

Kepercayaan bukanlah pemberian dari orang lain. Kepercayaan adalah upaya yang merupakan hasil imbal balik bagi seseorang yang telah menunjukkan integritas, komitmen dan loyalitas. Seperti halnya sholat. Sholat adalah bentuk integrias seorang mukmin kepada Allah sekaligus komitmen tunggal dan loyalitas total hanya kepada Allah Yang Maha Esa.

Memperoleh kepercayaan adalah suatu dorongan dan keinginan setiap orang. Tetapi memperoleh kepercayaan tanpa didasari oleh nilai-nilai kebenaran, akan mengakibatkan pula kegagalan. Ia mungkin berhasil memperoleh kepercayaan dari orang lain dengan cara yang tidak baik, seperti ‘menjilat’ atasan, menyogok atau menyuap, atau bahkan pura-pura loyal. Ia mempeoleh kepercayaan dari atasan tetapi di benci oleh bawahan. Ia ingin memperoleh kepercayaan mungkin karena suatu kenginan yang ‘tersembunyi’ (Vested Interest). Inilah nafsu yang harus di kendalikan yaitu nafsu untuk memperoleh sebuah kepercayaan semu dengan menghalalkan berbagai  cara.

Mengendalikan nafsu seperti ini kadang lebih sulit di deteksi, karena ia merasa sudah benar (munafik), dan orang lain sulit untuk mengatakan bahwa itu adalah nafsu. Namun suatu hari kebenaran akan membisikkan ‘sesuatu’ bahwa kita telah berbuat curang demi untuk memperoleh  kepercayaan dari orang lain. Banyak, bahkan  sering kali orang yang berpura-pura loyal, berpura-pura jujur, dan berpura-pura memiliki integritas, pura-pura memberi, seakan-akan menolong, sepintas seakan memiliki komitmen, agar ia memperoleh sebuah kepercayaan.  Tetapi kepercayaan yang di peroleh dengan cara ‘pura-pura’ tersebut sering kali tidak bertahan lama, dan acap kali orang lain pun akan memberikan pula sebuah ‘kepercayaan  pura-pura’   kepadanya.

Seseorang yang memiliki integrasi tinggi adalah orang yang penuh keberanian serta berusaha tanpa kenal putus asa untuk dapat mencapai apa yang ia cita-citakan. Cita-cita yang dimilikinya itu mampu mendorong dirinya untuk tetap konsisten dengan langkahnya. Ketika kita mencapai tingkat ini, maka orang lain akan melihat bagaimana aspek ‘mulkiyah’ yaitu komitmen kita, sehingga orang kemudian akan menilai dan memutuskan untuk mengikuti atau tidak mengikuti kita. Integritas akan membuat kita di percaya, dan kepercayaan ini akan menciptakan pengikut. Dan kemudian tercipta sebuah kelompok  yang memiliki kesamaan tujuan.

Jika kita sering mengatakan bahwa kemampuan kita sangat terbatas, dan kita tidak dapat berbuat apa-apa agar apa yang kita lakukan lebih baik dari keadaan sekarang, hal semacam itu sangat keliru sekali. Karena yang diminta dari kita adalah kita mampu memperkuat kepercayaan diri kita dan kemampuan akal yang kita miliki. Dengan begitu, sedikit banyak kita pasti akan mendapati hidup akan terus mengalami perubahan.

Memperkuat kepercayaan diri dan kepercayaan akan kemampuan akal membuat kita tidak akan sampai pada hasil yang tidak sesuai dengan kemampuan intelektual yang kita miliki. Dia membuat kita percaya bahwa sama sekali tidak ada sesuatu  yang mengahalangi kita untuk mengubah dan mengembangkan kemampuan intelektual kita. Bahkan dalam situasi terburuk, misalkan kita gagal dalam tes kecerdasan, itu bukanlah menjadi bukti bahwa kita bodoh. Karena apa, bisa saja kita mempunyai orientasi hidup yang tanpa terpikir- dan orientasi itu membuat cara berpikir kita terbatas atau sempit.

Dipenghujung tulisan ini, penulis ingin menyapa bahwa kunci utama adalah ketulusan kepada Allah, bukan kepada manusia. Perolehan kepercayaan dari Allah, maka nafsu akan memperoleh kepecayaan palsu itu akan sirna. Ia beribadah hanya kepada Allah, dan sebagai balasannya, ia akan memperoleh kpercayaan yang tulus dan lebih besar dari orang lain.

 

Aku akan menjalani hidup yang lebih baik dengan caraku sendiri,

penuh kesempatan………..

karena aku yakin…

hanya kita yang dapat mengubah situasi

dan membuat bumi menempuh lintasan yang berbeda

…-itulah diri kita yang sebenarnya

(klassikal)

Tinggalkan Balasan