Lebih Merasa Merdeka

0
360

Di awal penciptaannya, manusia diproyeksikan untuk menjadi khalifah (pengelola) di muka bumi ini dengan membawa sebuah visi misi yang belum terungkap pada khalayak manusia. Semuanya masih penuh dengan teka teki tanpa jawaban. Jawaban itu tidak akan pernah ada selama kita terbungkam, terdiam tanpa mencarinya. Jawaban itu ada, namun kita yang sering menganggapnya tidak ada. Jawaban itu maya yang tampak hanyalah realitas tanpa identitas. Namun Dengan segala modal potensi yang Allah berikan, diyakini manusia akan mampu mengemban tugasnya dengan baik. Maka wajar bila kemudian Allah menempatkan manusia sebagai ‘masterpiece’ dari semesta karyaNya

Dalam berekspresi, berideologi, kita harus benar-benar merasa bahwa kita merdeka, dan bebas mengungkapkan segala apa yang harus dan sepatutnya kita katakan, karena keterbelengguan akan semakin mempersempit ruang gerak dan cara berpikir kita. Akankah kita menjadi manusia yang serba diatur, ditindih, dan diperkosa? Oooiii….nampaknya semakin gila saja. Mengapa harus seperti itu?.

Saya cukup tertarik dengan apa yang dilontarkan Agung Webe  dalam sebuah bukunya yang berjudul “Belajar Mandiri” bahwa awan juga mengajarkan kepada kita tentang sebuah kebebasan tanpa kepentingan. Sebuah kebebasan yang seimbang dan dilandasi cinta penuh pelayanan. Awan bisa bergerak kesana kemari di bawa oleh angin. Ia menentukan tempatnya sendiri tanpa keterkondisian. Sebuah awan adalah kemerdekaan jiwanya. Gulungannya yang membentuk bentangan indah adalah tanpa pamrihnya untuk tidak di puji. Awan terlihat indah, karena memang dia indah. Ia indah karena dirinya sendiri. Keindahan itu karena luapan kemerdekaan dan kebebasannya untuk bergerak. Tentu saja kebebasan tanpa kepentingan, tanpa ego dan tanpa birahi yang hanya memuaskan dirinya sendiri.

Banyak sekali sekelompok orang yang menunggangi arti kebebasan ini. Mereka mendirikan organisasi dan perkumpulan baru dengan dalih kebebasan berpendapat. Benar, dalam kebebasan kita berhak bersuara apa saja. Kita berhak mendirikan organisasi atau serikat apa saja yang berhubungan dengan hak karyawan atau bawahannya. Namun, sudahkah kita melihat awan? Kebebasannya adalah kebebasan tanpa kepentingan. Kebebasan tanpa ego, tanpa beban sakit hati. Kebebasan seperti itulah yang yang akan membawa keindahan. Kebebasan penuh cinta yang mengakibatkan tindakan kita akan penuh dengan pelayanan tanpa pamrih. Keindahan awan timbul karena ia bebas tanpa penilaian. Bagi kita, jika segala tindakan kita lakukan tanpa penilaian, tanpa asumsi terlebih dahulu, tindakan kita akan menjadi tindakan tanpa pamrih.

Memainkan peran bagi awan adalah tugasnya. Awan memainkan diri sebaik-baiknya sesuai dengan fungsi  dan peran yang telah di tetapkan untuknya. Ia datang untuk melayani manusia yang kena terik matahari dengan keteduhan. Ia juga melayani manusia yang kekeringan dengan menghatarkan hujan. Setelah kebebasan, ia mengatakan  ” sadarilah dan mainkanlah peranmu dengan sebaik-baiknya. Peran yang sangat mulia, yaitu melayani sesama!. ”

Apapun yang kita kerjakan, harus kita mainkan dengan sungguh-sungguh? Pekerjaan hanya akan menjadi mulia apabila kita mau menyadari bahwa lewat apa yang kita kerjakan, kita sedang diberi kesempatan oleh Tuhan untuk melayani tanpa pamrih. Kita hidup, kita bebas dan kita sadar tentang hal itu. Seperti yang diungkap oleh Kahlil Gibran dalam salah satu bukunya ” Hidup tanpa kebebasan ibarat badan tanpa ruh. Dan kebebasan tanpa kesadaran akan membingungkan jiwa anda. Kehidupan, kebebasan, dan kesadaran adalah tri-tunggal, tiga tetapi satu,  abadi dan tak pernah musnah.

Yang terpenting bagi kita sekarang adalah tak perlu mempermasalahkan keadaan apalagi membuat riuh keadaan, karena akan buang-buang waktu dan tenaga saja. Dan kitapun tidak perlu menjadikan semuanya masalah, karena pada dasarnya yang bermasalah adalah diri kita sendiri. Yang inginnya ditindas, diberantas, ditindih, lalu merasa perih dan pedih, yang maunya diperkosa tanpa ada pertarungan dan perjuangan. Yang tak takut mati, Tak takut dinodai, Tak takut diadili, Tak takut diskriminasi, Tak takut resolusi, Tak takut dikhianati, Tak takut dibohongi, Tak takut dilukai, Tak takut dikalahi, Tak takut tersakiti, Tak takut korupsi, Tak takut kolusi, Tak takut dirasuki, Tak takut dicurigai, Tak takut dihakimi, Tak takut siksaan, Tak takut paksaan, Tak takut tindasan, Tak takut kekejaman, Tak takut kekerasan, Tak takut kerusuhan, Tak takut kerusakan, Tak takut kemiskinan, Tak takut kefakiran, Tak takut kedurhakaan, Tak takut keterpecah belahan, Tak takut kesengsaraan, Tak takut diperbandingkan, Tak takut kebergantungan, Tak takut kesenjangan, Tak takut bertentangan, Tak takut ejekan, Tak takut penindasan, Tak takut kebablasan, Tak takut peraturan, Tak takut buntutan, Tak takut tuntutan, Tak takut kehancuran, Tak takut kemunafikan, Tak takut keterlibatan, Tak takut kehilangan, Tak takut tudingan, Tak takut bantingan, Tak takut kebobrokan, Tak takut kebodohan, Tak takut hukuman, Tak takut keanehan, Tak takut kebohongan, Tak takut penghianatan, Tak takut pengadilan, Ooh…manusia macam apa ini? Manusia hebat tanpa tandingan, yang maunya bebas tak terkalahkan, namun sulit untuk mempertanggung jawabkan.

M. Tholhah Hasan menyimpulkan ada kurang-lebih enam macam konsep kemerdekaan dalam Islam yaitu: (1)Kemerdekaan beragama; al-Qur’an menegaskan bahwa tidak boleh ada pemaksaan dalam beragama.(2)Kemerdekaan dalam kerumah tanggaan, Islam memberikan hak penuh kepada semua orang untuk kehidupan rumah tangganya. (3)Kemerdekaan melindungi diri; Islam menetapkan bahwa setiap orang mempunyai hak dan kebebasan melindungi diri dari ancaman, termasuk juga melindungi diri dari ancaman, termasuk juga melindungi keluarga dan hartanya. (4)Kemerdekaan berpikir dan berbicara: Mu’adz bin Jabal diberi hak menggunakan pikirannya dalam mengatur tugasnya, asal tidak bertentangan dengan nash al-Qur’an dan sunnah. (5)Hak memperoleh pekerjaan dan kebebasan memiliki hasil kerjanya; al-Qur’an menganjurkan:”aktiflah dalam kegiatan dimana saja diatas bumi, dan carilah rezeki tuhan (fadhollah). (6)Kemerdekaan berpolitik; prinsip Islam menetapkan, bahwa kepala negara adalah dipilih (melalui baiat para ahlul-halli wal aqdi). Dan rakyat memperoleh hak mengemukakan pendapat yang dirasa benar. “katakan yang benar, meskipun di hadapan penguasa yang zalim”. “Urusan mereka di musyawarohkan antara mereka”.

Dikesempatan yang penuh momentum ini, saya hanya ingin mengatakan ” Jadilah dirimu manusia yang bEbas. Bebas berucap, Bebas bersikap, Bebas berpikir, dan Bebas  berdzikir.  Kebebasan yang dapat dipertanggung jawabkan dihadapan Tuhan dan manusia”. (Klassikal)

Tinggalkan Balasan