Suatu ketika kami bertemu dengan salah seorang saudara kita yang mengeluh sakit perut karena sudah beberapa hari tidak makan. Badannya kurus, matanya cekung, tatapannya kosong dan kini dia terjangkit berbagai penyakit komplikasi karena makan yang tidak teratur dan tidak hiegenis. Tidak lama setelah itu saya menjenguk salah seorang sahabat yang juga sedang lunglai tergeletak didalam ruangan ICU disebuah rumah sakit ternama karena diterjang berbagai penyakit yang disebabkan oleh kelebihan makanan alias makan secara berlebihan. Saya jadi berfikir, bagaimana ini semua bisa terjadi? Semuanya muslim, tetapi satu sama lain seperti antara bintang kejora yang bersemayam di atas singgasana langit yang tinggi dengan butir-butir permata yang bertaburan didalam dasar laut selatan Pantai Parangtritis. Andai saja, sahabatku yang sekarang tergeletak di ruang ICU itu mau berbagi kepada saudaraku yang busung lapar itu, maka akan seperti matahari dan rembulan yang indah dan menakjubkan. Masya Allaaah…..!
Memang kita terkadang lupa bahwa kehidupan dengan segala isinya ini merupakan satu sistem. Setiap bagian dan sub bagian memegang peranan dan tugas sendiri-sendiri yang mengarah kepada satu tujuan yang terkandung dalam kalimat inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. Manusia merupakan ciptaan Tuhan yang terindah, coba Anda perhatikan dimana letak keindahannya. Apakah pada wajahnya, kepalanya, perutnya, kakinya atau yang lainnya. Tentu tidak pada salah satunya, tetapi pada semuanya yang tersusun serasi, rapi dan fungsional. Begitulah sebenarnya kehidupan itu. Seeorang yang mengabaikan atau melanggar keteraturan, keharmonisan dan kebersamaan tidak akan pernah sampai kepada kebahagiaan hakiki.
Begitu juga adanya perbedaan kaya dan miskin merupakan sunnatullah dalam menciptakan alam ini menjadi berjalan dan berputar dengan segala dinamika dan romantikanya. Jelas, bukan karena Allah tidak mampu mengkayakan dan memberi makan semua orang. Berjalannya sistem kehidupan itu sendiri yang menghendaki adanya perbedaan demi perbedaan, termasuk dalam hal pendapatan atau rejeki. Hidup ini menjadi indah, dinamis dan mengasyikkan karena kita berbeda-beda. Bayangkan saja, kalau semua orang itu memiliki kekayaan yang sama, apa yang akan terjadi. Roda kehidupan akan berhenti berjalan.
Semua manusia memang didesain dengan potensi yang berbeda-beda, kemudian dibekali akal, qalbu dan diberi buku petunjuk yang berupa kitab suci dan seorang utusan sebagai suri tauladannya. Dengan potensi yang beragam dan lingkungan yang berbeda, terjadilah perbedaan demi perbedaan yang lain secara sosial, ekonomi, politik dan budaya. Akan tetapi, semua itu tetap satu, sebagai hamba Allah yang mesti berpegangan kepada kitab suci dan mencontoh RasulNya. Allah tidak menilai pangkat, kekayaan dan status sosial seseorang, tetapi sejauh mana mereka itu mengabdi kepadaNya[1]. Karena semua itu semata-mata amanah dariNya. Perbedaan tidak untuk ditabrakkan satu sama lain, tetapi mesti dijadikan perangsang untuk berlomba-lomba mencapai kebaikan disisi Allah SWT[2].
Mereka yang diberi kekayaan bisa berkaca kepada yang miskin dan yang miskinpun berkaca kepada yang kaya. Yang kaya bersyukur atas karuniaNya dan waspada atas ‘ujian’ berupa kekayaan tersebut, dan yang miskin bisa bersabar dan tidak perlu melihat kemiskinan sebagai suatru ‘musibah’, melain juga bagian dari anugerah yang perlu disyukuri. Kaya dan miskin merupakan jalan hidup yang telah ditentukan Tuhan sejak manusia belum lahir, yang mana keduanya bisa menuju kepada ridla atau murkaNya. Tergantung orang yang menjalaninya. Karena posisinya sama, maka tidak ada perlu saling menghina atau sebagian menyombongkan diri atas yang lain sementara yang lainnya merasa terhina dan rendah diri, padahal sama-sama makhluk Allah yang lemah.
Mereka yang kaya tidak perlu bersikap seperti qarun yang menganggap segala kekayaan yang berada dibawah kepemilikannya sebagai hasil dari kecerdasaannya dalam berbisnis[3], melainkan harus sadar sesadarnya bahwa itu semua amanah dan ujian dari Allah SWT. Orang-orang miskin yang ada disekitarnya, bukan karena tidak beruntung, melainkan sunnatullah dan rahasia (sir) Allah dalam menciptakan dunia sebagai perantara menuju akhirat. Kekayaan yang diberikan kepada seseorang sehingga melebihi kebutuhan pribadi dan keluarganya merupakan tugas dari Allah untuk disampaikan kepada hamba Allah yang lain yang berhak menerimanya. Pemberian dari yang kaya kepada yang miskin, bukan karena rasa iba atau kasihan, tetapi pelaksanaan tugas dari Allah SWT[4] sesuai dengan keterangan diatas. Dengan demikian tidak ada budaya saling merendahkan, karena semuanya dilaksankan berdasarkan tugas Tuhan kepada sesama ummat manusia.
Suatu ketika ada seorang laki-laki yang bertanya kepada Rasululullah SAW, “Islam yang mana yang paling baik?” Maka beliau menjawab, “memberikan makan kepada sesama dan mengucapkan salam kepada orang yang kamu kenal atau tidak kamu kenal”. HR.Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Amr.
Berdasarkan hadits di atas bisa diambil kesimpulan bahwa kemauan untuk berbagi kesejahteraan dengan orang lain yang belum sejahtera, seperti memberi makan kepada fakir miskin, atau menebarkan kedamaian dan kebahagiaan kepada sesama seperti menyebarkan ucapan salam, merupakan tugas seorang muslim yang sekaligus menjadi barometer atas kualitas keislamannya. Dengan demikian, berislam itu bukan berangan-angan atau berimajinasi dan bermain dengan kata-kata atau logika semata, tetapi bekerja konkrit mengatasi problem kemanusiaan yang sedang diderita oleh sesama ummat manusia. Kesadaran teologis akan ke-esa-an Tuhan, mesti menjadi pondasi yang kokoh untuk memandang kesatuan manusia sebagai makhluk dari satu Tuhan, Allah SWT, sehingga terbangun kerjasama saling menguntungkan dan saling membantu tanpa saling merendahkan satu sama lain. Yang kaya mengerti dirinya dan tugasnya sebagai manusia dan yang miskinpun mengerti akan diri dan tugasnya sebagai manusia yang sedang menjalankan tugas dari Tuhan, sehingga terbangun sebuah relasi interaktif yang robbani, manusiawi dan tentu Islamiy.
Author: Muzammil, Yogyakarta
[1] Al Qur’an surat al Hujurat, ayat : 13
[2] Al qur’an surat al Maidah ayat : 48, selenkapnya berbunyi ;” ……dan seandainya Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikan kalian sebagai satu model ummat saja, akan tetapi Dia berkenan menguji kalian dengan apa yang diberikan kepada kalian, maka berlomba – lombalah kepada kebajikan. Kepada Allah jua tempat kalian kembali, maka Dia akan menjelaskan kepada kalian tentang perbedaan – perbedaan yang telah terjadi “
[3] Al Qur’an, surat alQashash ; 78 dan lihat kisah selanjutnya pada ayat – ayat berikutnya
[4] alQur’an surat alDzariyat ; 19