Memahami Pinangan dan Pertunangan

0
1013

Dalam hukum tidak terlalu dipermasalahkan perbedaan tunangan, pinangan, dan lamaran. Semua bermuara pada tujuan yang sama. KHI menggunakan istilah peminangan. Peminangan menurut KHI ialah kegiatan upaya ke arah terjadinya hubungan perjodohan antara seorang pria dengan seorang wanita. Peminangan dalam KHI di atur dalam pasal 10 sampai 13.

Di antara pria dan wanita yang akan menikah terkadang masih belum saling mengenal, jadi hal ini orang tualah yang mencarikan jodoh dengan cara menanyakan kepada seseorang apakah puterinya sudah atau belum mempunyai calon suami. Atau pihak lelaki menyambangi rumah si wanita dengan politik tertentu. Dan menanyakan perihal si wanita tersebut. Jika dari keluarga wanita menyetujui pinangan si pria, maka pihak wanita akan memberi tahu akan kesetujuannya dan diteruskan dengan proses pinangan secara resmi oleh pihak pria dengan keluarganya dengan serta membawa seserahan jajanan yang ditentukan oleh adat.

Bagi orang Jawa melamar dilakukan oleh orang tua pihak perjaka kepada orang tua gadis setelah acara nontoni yaitu melihat dari dekat antara pihak perjaka dan pihak gadis. Lamaran dilakukan sendiri oleh orang tua sang perjaka secara lisan yaitu langsung datang ke rumah orang tua sang gadis. Ada resiko bila orang tua perjaka langsung melamar secara lisan, kerena belum tentu diterima pada saat itu juga. Hal ini disebabkan oleh pihak keluarga sang gadis perlu berunding dulu dengan para sesepuh yaitu kakek, nenek dan keluarga lainnya.

Masyarakat yang menganut paham patrilineal biasanya pihak lelaki lah yang melamar kepada si wanita. Kasus wanita yang melamar lelaki dalam masyarakat patrilineal sangat jarang terjadi. Berbeda dengan masyarakat matrilineal, tunangan wanita malah malamar lelaki. Adat seperti ini masih dipraktekkan di daerah Sumatra Barat.  Tata cara peminangan secara umum yang dipraktekkan dalam adat jawa dan Madura, Pada hari yang telah ditetapkan, datanglah utusan dari calon besan yaitu orang tua calon pengantin pria dengan membawa oleh-oleh. Pada zaman dulu yang lazim disebut Jodang ( tempat makanan dan lain sebagainya ) yang dipikul oleh empat orang pria. Makanan tersebut biasanya terbuat dari beras ketan antara lain:  Jadah (dodol), wajik, rengginang dan sebagainya. Menurut naluri makanan tersebut mengandung makna sebagaimana sifat dari bahan baku ketan yang banyak glutennya sehingga lengket dan diharapkan kelak kedua pengantin dan antar besan tetap lengket (pliket, Jawa). Setelah lamaran diterima kemudian kedua belah pihak keluarga laki-laki dan perempuan, merundingkan hari baik untuk melaksanakan upacara pening setan. Banyak keluarga Jawa masih melestarikan sistem pemilihan hari dalam baik untuk upacara pening setan dan hari ijab pernikahan. Dalam pembicaraan masalah tanggal pernikahan, dibicarakan pula masalah dana, pihak yang diundang dan tempat acara.

Dalam pengertian adat Jawa masa pertunangan adalah bila lamaran sang perjaka sudah diterima dan telah disetujui oleh kedua belah pihak orang tua dengan ditandai ikatan kasih. Masa pertunangan ini bukan lagi dikatakan masa pacaran akan tetapi masa dimana masa penantian atau menuggu datangnya hari peresmian perkawinan mereka berdua. Di samping itu masa pertunangan untuk saling mengenal sifat dan karakter masing-masing dalam rangka saling menyesuaikan diri antara mereka berdua dan mungkin disertai rencana-rencana yang akan dilakukan setelah mereka sah menjadi suami istri. Selain itu dalam masa pertunangan untuk mengadakan pertimbangan-pertimbangan agar tidak terjadi penyesalan di kemudian hari.

Di suatu daerah terdapat tradisi penyebutan palang atau ganti rugi setelah lamaran si pria diterima. Ini Untuk mengatasi  bila kelak ada salah satu pihak yang menyalahi janji atau membatalkan  khitbahnya. Dengan jumlah uang yang telah disepakti dan ditentukan oleh keluarga kedua belah pihak, serta disaksikan oleh tokoh desa dan para sesepuh desa serta tetangga-tetangga terdekat. Dikarenakan ada pihak yang merasa dirugikan baik berupa moril maupun materil. Dalam segi moril misalnya, nama baik keluarga tercoreng dan adanya anggapan bahwa orang yang lamarannya dibatalkan akan sulit kembali untuk mendapatkan jodoh. Sedangkan dari segi materil dapat dilihat dari biaya-biaya yang telah dikeluarkan dalam acara lamaran. Selain itu dalam masalah waktu yang hanya terbuang sia-sia karena menunggu sesuatu yang tidak pasti

Pembatalan  khitbah, dikarenakan ketidakcocokan dari dua keluarga besar yang diketahui setelah proses lamaran itu terjadi. Banyak juga dikarenakan lamanya waktu antara masa peningsetan atau tunangan dengan akad nikah yang akan dilaksanakan. Sehingga banyak hal yang mungkin terjadi diantaranya: adanya lamaran dari pihak lain bagi pihak perempuan yang lebih siap dan mapan dari segi ekonomi dan dari pihak laki-laki pun dimungkinkan karena jatuh hati lagi kepada perempuan lain yang menyebabkan keraguan untuk melanjutkan pertunangannya ke jenjang pernikahan atau merasa bahwa diri mereka belum cukup mapan untuk menghidupi sebuah keluarga. (sumber)

Tinggalkan Balasan