Pesantren jika disandingkan dengan lembaga pendidikan yang pernah muncul di Indonesia, merupakan sistem pendidikan tertua saat ini dan dianggap sebagai produk budaya Indonesia yang indeginous. Pesantren di abad ke-13 sudah dikatagorikan sebagai pendidikan Islam mulai sejak munculnya masyarakat Islam, hingga pesantren berkembang terus mengepakkan sayap-sayapnya terbang seiring perputaran zaman sampai sekarang. Di abad ke-20, barulah pesantren mencapai masa kejayaannya dapat mengikuti arus besar serta dorongan dari pendidikan ala Barat yang dikembangkan pemerintah Belanda dengan mengenal sistem sekolah.
Setiawan Djody (Ketua Umum Yayasan Kantata Bangsa) Kuningan Jakarta Selatan menegaskan, bahwa pesantren merupakan salah satu jenis pendidikan Islam Indonesia yang bersifat tradisional untuk mendalami agama Islam dan mengamalkan sebagai pedoman hidup keseharian. Hal ini sejalan dengan pendapatnya Mantan Menteri Pendidikan Nasional A.Malik Fajar, beliau mengatakan pesantren sebagai institusi pendidikan yang ada di masyarakat mempunyai peran penting dalam rangka meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM). Pendidikan pesantren tidak saja memberikan pengetahuan dan keterampilan teknis tetapi yang jauh lebih penting adalah menanamkan nilai-nilai moral (akhlak) dan agama.
Dari sejarah singkat di atas, ternyata kenyataannya budaya pesantren saat ini mengalami pergeseran nilai-nilai moral disebabkan oleh mainstrem politik dan budaya barat yang mulai menyusup dalam dunia pesantren. Kejadian hal demikian adalah disebabkan kurangnya sikap hati-hati dari pesantren, hingga yang terjadi pesantren menjadi kehilangan arah. Untuk itu, guna membendung arus perubahan tersebut, maka satu-satunya jalan terbaik adalah pesantren harus mampu mempertahankan kualitas pendidikannya serta meluruskan tujuan atau visi dan misinya. Dalam hal ini yang mesti menjadi tumpuan adalah pendidikan Islam. Sebab, sampai saat ini, pesantren merupakan satu-satunya yang sangat strtegis dalam mengelola pendidikan Islam. Maka dari sinilah penting penulis mengupas detail hakikat dan tujuan akhir pendidikan Islam secara umum lebih-lebih di lingkungan pesantren sendiri.
Pada hakikatnya, pendidikan Islam adalah usaha orang dewasa muslim yang bertaqwa secara sadar mengarahkan dan membimbing pertumbuhan serta pengembangan fitrah (kemampuan dasar) anak didik melalui ajaran Islam kearah titik maksimal pertumbuhan dan perkembangannya.[1] Allah dalam al-Qur’an berfirman dalam surat at-Taghabun yang artinya “Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu[1480]§. Hal senada juga disenyalir dalam surat al-Hujarat ayat 13 yang artinya “Sungguh yang paling mulya diantara kalian menurut pandangan Allah ialah yang paling tinggi tingkat ketaqwaannya.”
Pendidikan secara teoritis mengandung makna “memberi makan” (opveoding) kepada jiwa anak didik sehingga mendapatkan kepuasan rohaniah (hati) juga sering diartikan dengan “menumbuhkan “. Kemampuan dasar manusia bila ingin diarahkan kepada pertumbuhan ajaran Islam, maka harus berproses melalui sistem kependidikan Islam, baik melalui kelembagaan seperti Pesantren maupun melalui sistem kurikuler. Esensi dari potensi dinamis dalam setiap diri manusia itu terletak pada keimanan atau keyakinan, ilmu pengetahuan, akhlak (moralitas), dan pengalamannya.[2]
Dari potensi dinamis keempat tadi, seyogyanya harus diperoleh dan diraih pertama kali oleh manusia secara berkesinambungan berbentuk lingkaran malaikat yang saling berproses dalam kehidupannya. Sehingga cita-cita akan mudah tercapai guna menjadi mukmin, muslim sejati, muhsin, dan muslimin muttaqin.
Pendidikan Islam juga ingin mengarahkan manusia kepada tingkatan sempurna baik didunia maupun di akhirat. Ada tiga kriteria manusia sempurna menurut Islam.[3] Pertama, Jasmaniahnya harus kuat,sehat, dan berketerampilan. Jasmani yang berkembang dengan baik haruslah kuat (power) artinya orang itu harus kuat secara fisik. Cirinya yang mudah dilihat ialah adanya otot yang berkembang dengan sempurna. Hasil yang diperoleh ialah kemampuan menahan letih yaitu tidak cepat letih. Tanda yang lain ialah aktif berpenampilan segar ( lihat. Bucher, 1975:55). Pepatah arab mengatakan”al-Aqlu as-Salim Fi-Jismi as-salim” Akal serta pikiran yang jernih tergantung pada jasmani yang sehat. Kedua, akalnya cerdas serta pandai. Islam menginginkan umatnya cerdas dan pandai. Pandai dalam artian mampu secara rinci dan sistematis menyelesaikan persoalan dalam kehidupannya dengan benar lagi tepat. Dalam kitab Ta’limu Al-Muta’allim karangan Imam Az-Zarnuji ditegaskan, “bahwa syarat-syarat mencari ilmu yang harus dipenuhi oleh pencari lmu (santri) antara lain adalah dzakaun (Akalnya cerdas serta pandai). Ketiga, Rohani (kalbu)nya penuh iman kepada Alloh, hati rohani yang dimaksud adalah selain jasmaiyah dan logika (akal) manusia. Hati rohani lebih bersifat samar (abstrak) yang berada dalam qalbu (hati) manusia. Seperti rasa sedih, gelisah, rindu, cinta, putus asa, gembira, dan lain sebagainya. Bahkan kerja hati rohani ini bisa melihat Allah, surga, neraka, dan lain-lain yang bersifat ghaib. Yang dalam hal ini disebut rohani kasf (membuka tabir untuk melihat Allah).
Dari ciri-ciri manusia sempurna diatas, menghasikan banyak kesimpulan yang diusung oleh para pakar pendidikan mengenai tujuan pendidikan Islam itu sendiri. Pendapat mereka antara lain :
a. Pendidikan yang amat penting itu tujuannya harus diambil dari pandangan hidup. Maksudnya jika pandangan hidup anda adalah Islam. Maka tujuan pendidikan anda adalah mengambil dari ajaran-ajaran Islam.) lihat, Du Bois, 1979:14). Tujuan ini bersifat global ,sehingga apa saja yang dianjurkan dalam ajaran Islam akan masuk di dalamnya.
b.Tujuan akhir pendidikan Islam adalah mencetak manusia yang beraklak mulia (Al-Abrasyi,1974 :15). Rasul bersabda : إِنَّمَا بُعِثْتُ ِلأ ُتَمِّمَ مَكاَرِمَ اْلأ َخْلاَقِ “Hanya sanya aku diutus (kedunia) ini untuk menyempurnakan akhlak yang mulya”.
Tujuan akhir pendidikan Islam adalah terbentuknya manusia sempurna (Munir, Mursyi, 1977:18). Sedangkan menurut Abdul Fatah Jalal (1988:119) tujuan umum pendidikan Islam adalah terwujudnya manusia sebagai hamba Allah yang beribadah (‘ibadullah). Ia mengatakan, tujuan ini akan menghasikan tujuan khusus, dengan mengutip surat at-Takwir ayat 27, yang artinya “Al Qur’aan itu tiada lain hanyalah peringatan bagi semesta Alam”. Jalal mengatakan bahwa tujuan itu adalah untuk semua manusia. Jadi, pendidikan Islam adalah ingin memproduk manusia yang menghambakan diri kepada Allah Swt. yaitu beribadah kepada Allah (taqwallah). Allah berfirman dalam al-Quran surat al-Hujarat ayat 13 yang artinya “Sungguh yang paling mulya diantara kalian menurut pandangan Allah ialah yang paling tinggi tingkat ketaqwaannya.”
Maka dari itulah, untuk menghindar dari prolem di atas, sudah saatnya pesantren merapatkan barisan dan terus memperjuangkan serta menjunjung tinggi nilai-nilai moral pendidikan agama Islam membawa visi dan misinya ditengah-tengah arus perkembangan zaman pergulatan politik dan budaya. Tanpa pesantren Pendidikan Islam secara perlahan-lahan diyakini akan luluh lantak terimbas angin globalisasi dan hangus termakan arus perubahan. Jika tidak, siapa lagi yang mampu menyelamatkan moral anak bangsa.
[1] H. M Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, edisi revisi, editor Fauzan Asy, hlm 22.
[1480] Maksudnya: nafkahkanlah nafkah yang bermanfaat bagi dunia dan akhirat.
[2] DR.Moh. Fadhil al-Jamaly, Nahwa Tarbiyyatin Mukminatin, hlm 85.
[3] D.R. Ahmad tafsir,Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam,Remaja Rosda Karya, Bandung, cet IV, hlm 41-45.