Selama kita bersama teman, kakak, adik, ayah, atau ibu pasti ada ucapan atau sikap yang berkesan. Baik yang serius atau canda, baik atau buruk, disadari atau tidak, disengaja atau tidak, semua akan mendapatkan balasan di akhirat. Terkadang kita ingin bercanda dengan teman ketika iseng mencubit tangannya, namun kita tidak pernah tau apakah teman kita sakit hati atau tidak. Saat kita berbicara serius seringkali menyinggung lawan bicara.
Secara logika baik buruk ucapan atau perilaku bisa dibedakan. Namun tidak demikian menurut hati. Contoh simple saja, saat seseorang menegur kesalahan temannya di muka umum. Padahal dia berniat baik. Namun, tidak ada yang tahu bahwa yang ditegur sakit hati karena malu ditegur di depan orang banyak. Secara logika, si penegur telah berbuat baik. Namun, menurut hati tidak begitu.
Terkadang juga kita tidak sengaja menyenggol teman ketika berjalan. Lupa minta maaf karena terburu-buru. Bahkan ada pula yang tidak mau tahu dengan yang disenggolnya. Langsung saja pergi tanpa menolehkan kepala sedikitpun. Padahal korban sangat marah karena sudah disenggol. Semua perbuatan ini akan memberi pengaruh kepada nasib kita di akhirat.
Selama ini, jarang sekali kita mengingat hari akhir. Padahal ketika itu, semua orang tidak ada yang tahu bagaimana nasibnya masing-masing. Semua orang akan khawatir akankah mereka berjalan di jalan yang mulus ataukah di jalanan terjal penuh rintangan? Tidak seorangpun dapat memastikan jalannya. Yang diketahui hanyalah mereka harus mengumpulkan amal kebaikan sebanyak mungkin. Karena tidak ada seorangpun yang berharap melewati jalan yang rumit untuk dilewati.
Ketika kita dibangkitkan dari alam kubur, setiap manusia tidak lagi mengenal teman, kakak, adik, suami, istri, ayah, ibu, bahkan anak kandung sekalipun. Tidak lagi mengingat jasa-jasa seseorang. Ibu yang dahulu melahirkan, ayah yang membiayai hidup, teman yang menemani suka duka, kakak yang mengajari matematika, adik yang sering bermain bola bersama, semua itu hanyalah memori saat masih hidup.
Semua orang akan sibuk memikirkan nasib masing-masing. Mereka tidak memiliki perasaan apapun kecuali rasa khawatir. Takut jika nantinya mereka harus berakhir di neraka. Mencemaskan akankah ada pertolongan untuk mereka? Adakah syafa’at nabi Muhammad SAW untuk mereka? Akankah mereka merasakan panasnya matahari yang berjarak sejengkal dari atas kepala? Karena semua itu tergantung dengan amal ketika masih di dunia.
Di akhirat akan ada yaumul mizan (hari pertimbangan amal). Ketika itu, amal baik dan buruk ditimbang. Jika amal baik lebih berat dari amal buruk, maka akan selamat dari siksa neraka. Dan sebaliknya, jika yang lebih berat adalah amal buruk, maka tentu ia akan merasakan panasnya neraka. Semua perbuatan selama hidup akan memepengaruhi timbangan amal ketika yaumul mizan.
Perbuatan kepada teman, kakak, adik, suami, istri, ayah, atau ibu yang dahulu dianggap remeh, tidak disengaja, atau dianggap canda padahal tanpa disadari menyakiti hati mereka, akan berakibat pada hari pertimbangan amal di akhirat. Semua orang akan saling menuntut balas tanpa kenal siapa yang dituntut, ibukah, ayah, atau mungkin anak. Tidak lagi memikirkan status hubungan mereka ketika di dunia.
Semua saling menuntut. Ada seorang anak yang menuntut orang tuanya,”Ya Allah dulu dia mebiarkanku berada dalam kesesatan. Padahal dia berkewajiban mengingatkanku.” Maka, ketika itu amal kebaikan orang tua si anak akan diberikan kepada anaknya. Dan seketika timbangan amal si anak bertambah sementara orang tuanya akan berkurang.
Ada juga seorang istri yang menuntut suaminya karena tidak membimbingnya ketika di dunia, padahal termasuk kewajibannya. Seorang teman yang menuntut temannya karena dahulu ia tersakiti oleh kata-kata yang sebenarnya secara logika adalah canda namun, tanpa sadar telah melukai hatinya. Seorang adik yang menuntut kakaknya karena dulu pernah dicubit. Padahal ketika masih di dunia, kakaknya tidak berniat jahat melainkan canda.
Disimpulkan dari keterangan tersebut, bahwa segala perbuatan selama di dunia akan mempengaruhi timbangan amal ketika di akhirat. Terlebih perbuatan yang dianggap remeh. Maksud hati adalah canda padahal tanpa disadari ternyata dapat menyakiti hati seseorang. Dan inilah yang menjadi salah satu alasan mengapa kita diperintahkan untuk memperbaiki hubungan dengan haqqul adamy (sesama manusia).
Allah SWT yang ampunanNya teramat luas, sudah tentu akan mengampuni hambaNya yang berdosa sekalipun ia menanggung dosa besar, jika ia mau memohon ampun dan bertaubat kepadaNya. Namun, apabila dosa yang ditanggung adalah yang berkaitan dengan sesama manusia, maka sekalipun sekecil atom jika ia belum meminta maaf kepada yang terkait, maka Allahpun tak kan mungkin memberikan maafNya.
Yang perlu diingat adalah hati yang telah dikaruniai oleh Allah merupakan perangkat lunak yang paling sulit dijaga. Tidak salah jika orang arab menyebutnya dengan qalbun, dari asal kata qalaba (berbolak-balik). Sebab, kita tak pernah tau hati seseorang yang mengikhlaskan perbuatan atau ucapan kita atau tidak. Hati itu selalu berbalik. Adakalanya ia berkata “ya” dan adakalanya ia berkata “tidak”. Bisa saja saat ini hati berkata “ya”, namun tidak ada yang tau jika sedetik kemudian ia berbalik menjadi “tidak”.
Dari itu, kita harus selalu menjaga hubungan yang berkaitan dengan dengan haqqul adamy, serta perangkat dalam hubungan kita dengan mereka. Agar semua amal kebaikan yang telah kita kumpulkan dengan segenap upaya tidak kan sia-sia. Allahummahdina, wa’fu ‘anna, waghfir lana, warhamna, amin.
Oleh: Nur Halimah Achmad, Denpasar Bali