Nasihat Sederhana di Malam Nishfu Sya’ban

0
366

Tepat saat matahari terbenam pada malam tanggal 15 Syaban, umat Islam menggelar ritual yang telah diwariskan oleh para pendahulunya. Sebagian menggelar shalat sunnah nisfu sya’ban kemudian disusul dengan pembacaan yasin bersama. Ada yang mengadakan selamatan yang diisi dengan pembacaan tahlil. Ada pula yang menggelar pengajian umum yang diisi dengan ceramah tentang hikmah hadirnya malam nishfu sya’ban. Setelah itu, dilanjutkan dengan mushafahah (bersalaman) antara satu dengan yang lainnya seraya mengungkapan kata maaf. Seluruh rangkaian acara tersebut dilakukan untuk menyambut malam nishfu sya’ban.

Malam nishfu sya’ban bukanlah momen untuk menggelar pesta bagi ummat Islam. Akan tetapi, di malam itu terjadi peristiwa yang disebut pergantian buku catatan. Buku itu bukan catatan saat sekolah, bukan pula buku untuk menuangkan segala emosi yang bergejolak di hati, melainkan buku tersebut adalah buku catatan tentang semua yang telah dilakukan oleh manusia saat berada di dunia. Ketika mulut berkata atau terdiam, saat mata menatap atau terpejam, kala tangan meraba, kaki melangkah, otak berpikir, hati berbisik, bahkan tiap nafas yang kita hembuskan, semua tercatat dalam buku tersebut.

Buku itu merupakan daftar nilai manusia di dunia. Nilai itu akan memberitahukan tempat setelah hembusan nafas berakhir. Jika nilai dalam buku catatan hasilnya positif, surga menunggu dengan segala keindahannya. Tapi, apabila negatif, neraka menanti dengan segala kesengsaraan yang ada di dalamnya. Sesungguhnya kedua tempat itu merupakan pilihan yang telah Tuhan tawarkan sejak manusia diciptakan. Oleh karena itu, manusia sebagai hamba harus serius untuk memilih. Artinya, seseorang yang memilih tempat terindah, tetapi proses untuk mendapatkan pilihan itu salah, maka endingnya berupa kesengsaraan dalam api neraka.

Tidak perlu jauh-jauh untuk memberi contoh. Seorang siswa yang ingin mencapai cita-citanya, akan tetapi selalu bolos sekolah, maka keinginan yang dicita-citakan akan sia-sia belaka. Bahkan, dirinya bisa terperosok ke jurang kehinaan sebab tidak memiliki bekal untuk mencapai cita-cita. Boro-boro mengejar cita-cita, saat di sekolah pun ia akan tertimpa banyak masalah. Ia tidak bisa mengikuti ujian, bahkan terkena skorsing. Lala, bagaimana bila buku catatan amal kehidupan yang negatif karena lebih asyik memanjakan nafsu dan lupa pada Sang Pencipta? na’udzubillah. Oleh karena itu, apabila pilihan memang tertuju pada tempat terindah, sekuat jiwa, pikiran, dan hati harus berusaha mengisi buku catatan amal dengan sesuatu yang positif.

Pada lembaran baru yang Tuhan buka pada malam nishfu sya’ban ini, komitmen untuk melaksanakan semua apa yang Tuhan titahkan, baik berupa perintah maupun larangan harus dikumandangkan. Jika tidak mampu melaksanakan perintah Tuhan yang menghasilkan nilai positif 100%, paling tidak, ada 51% nilai kehidupan yang positif. Karena dengan nilai positif yang 51% berarti kita memiliki nilai positif yang melebihi nilai negatif, yaitu 1%. Insyaallah, nilai 1% akan memberi jalan untuk menuju ke tempat terindah yang diimpi-impikan. Namun, upaya untuk melaksanakan yang terbaik dan terindah demi mendapatkan cinta sejati-Nya harus benar-benar serius menjadi pilihan.

 Author: Ahmad Muhammad Alfi , Img: imageshack

Tinggalkan Balasan