NU Bukan Salah Satu Aliran dalam Islam

0
858

Oleh: Muhyiddin Abdus Samad, Jember

Sejak awal didirikan NU sudah menegaskan bahwa ia merupakan organisasi sosial keagamaan  yang bertujuan untuk memperjuangkan nilai-nilai Islam `ala ahlussunnah wal jamaah. Dalam mukaddimah khittah pada alinea 2 butir.

Nahdlatul Ulama sebagai jam’iyyah diniyyah adalah wadah bagi para ulama dan pengikut-pengikutnya  yang didirikan pada 16 rajab 1344H/31 Januari 1926 M, dengan tujuan untuk memelihara, melestarikan, mengembangkan dan mengamalkan ajaran Islam yang berhaluan ahlussunnah wal jamaah dan menganut salah satu madzhab yang empat. Masing-masing: Imam Abu Hanifah an-Nu’man, Imam Malik bin Anas, Imam Muhammad Idris al-Syafai’i, dan Imam Ahmad bin Hanbal, serta untuk mempersatukan langkah-langkah para ulama dan pengikut-pengikutnya dalam melakukan kegiatan-kegiatan yang bertujuan menciptakan kemaslahatan masyarakat, kemajuan bangsa dan ketinggian harkat dan martabat manusia.  

Dalam anggaran dasarnya bab VI pasal 5:

 “Tujuan Nahdlatul Ulama’ adalah berlakunya ajaran Islam menurut faham Ahlussunnah wal Jama’ah dan menganut salah satu madzhab empat, di tengah-tengah kehidupan masyarakat, di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia”.

Dari sini maka Nahdlatul ulama bukanlah agama ataupun aliran dalam agama Islam. Ia merupakan wadah dari para ulama dan orang-orang yang berjuang untuk memperjuangkan Islam yang sesungguhnya, yakni Islam ahlussunnah wal jamaah.

Sebagai organisasi yang berfaham ahlussunnah wal jamaah, maka perjuangan NU selalu berpedoman pada prinsip tawassuth, tawazun dan I’tidal. Manifestasi dari ketiga perinsip tersebut diharapkan bisa menyatu dan menjadi sebuah kepribadian dalam setiap gerak langkah warga NU. KH. Ahmad Shiddiq dalam Khitthah Nahdliyyah hal. 40-44, prinsip-prinsip ini dapat terwujudkan dalam beberapa hal sebagai berikut:

Aqidah

a.   Keseimbangan  dalam penggunaan dalil ‘aqli dan dalil naqli.

b.   Memurnikan aqidah dari pengaruh luar Islam.

c.   Tidak gampang menilai salah atau menjatuhkan vonis syirik, bid’ah apalagi kafir.

Syari’ah

a.   Berpegang teguh pada al-Qur’an dan Hadits dengan menggunanakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

b.   Akal baru dapat digunakan pada masalah yang yang tidak ada nash yang jelas (sharih/qoth’i).

c.   Dapat menerima perbedaan pendapat dalam menilai masalah yang memiliki dalil yang multiinterpretatif (zhanni).

Tashawwuf/Akhlak

a.   Tidak mencegah, bahkan menganjurkan usaha memperdalam penghayatan ajaran Islam, selama menggunakan cara-cara yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum Islam.

b.   Mencegah sikap berlebihan (ghuluw) dalam menilai sesuatu.

c.   Berpedoman kepada Akhlak yang luhur. Misalnya sikap syaja’ah atau berani (antara penakut dan ngawur atau sembrono), sikap tawadhu’ (antara sombong dan rendah diri) dan sikap dermawan (antara kikir dan boros).

Pergaulan Antar golongan

a.   Mengakui watak manusia yang senang berkumpul dan berkelompok berdasarkan unsur pengikatnya masing-masing.

b.   Mengembangkan toleransi kepada kelompok yang berbeda.

c.   Pergaulan antar golongan harus atas dasar saling menghormati dan menghargai.

d.  Bersikap tegas kepada pihak yang nyata-nyata memusuhi agama Islam.

Kehidupan bernegara

a.   NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) harus tetap dipertahankan karena merupakan kesepakatan seluruh komponen bangsa.

b.   Selalu taat dan patuh kepada pemerintah dengan semua aturan yang dibuat, selama tidak bertentangan dengan ajaran agama.

c.   Tidak melakukan pemberontakan atau kudeta kepada pemerintah yang sah.

d.  Kalau terjadi penyimpangan dalam pemerintahan, maka mengingatkannya dengan cara yang baik.

Kebudayaan

a.   Kebudayaan harus ditempatkan pada kedudukan yang wajar. Dinilai dan diukur dengan norma dan hukum agama.

b.   Kebudayaan yang baik dan tidak bertentangan dengan agama dapat diterima, dari manapun datangnya. Sedangkan yang tidak baik harus ditinggal.

c.   Dapat menerima budaya baru yang baik dan melestarikan budaya lama yang masih relevan (al-muhafadhah ‘ala al-qadim al-shalih wa al-akhdzu ‘ala al-jadid al-ashlah).

Dakwah

a.   Berdakwah bukan untuk menghukum atau memberikan vonis bersalah, tetapi mengajak masyakat menuju jalan yang diridhai Allah swt.

b.   Berdakwah dilakukan dengan tujuan dan sasaran yang jelas.

c.   Dakwah dilakukan dengan petunjuk yang baik dan keterangan  yang  jelas,  disesuaikan  dengan kondisi dan keadaan sasaran dakwah.

Tinggalkan Balasan