Tidak mudah hidup sebagai istri yang ditinggal pasangan dalam tempo yang lama. Untuk mengusir rasa was-was, para ibu larut dalam sejumlah kegiatan agama.
Siti, sabut saja demikian, harus merelakan sang suami yang baru dinikahi beberapa minggu untuk pergi merantau. Sebagai pengantin baru, ada rasa kehilangan lantaran sang suami harus pergi dalam waktu yang agak lama. Namun hal itu diacuhkan lantaran sadar dengan resiko yang harus disandangnya.
Demikian juga dengan Atun, nama samaran. Ibu muda satu anak ini harus rela tidak didampingi sang suami dalam keseharian. Ia juga tidak mungkin mengikuti sang suami ke luar pulau. Sang suami harus berpindah tempat terkadang ke Papua, Kalimantan, Nusa Tenggara dan kawasan kepulauan yang lain. “Saya tidak mungkin mendampingi suami,” terangnya. Apalagi ia harus mengantar dan jemput anak semata wayangnya yang masih kelas dua sekolah dasar.
Kisah dua pasangan muda ini adalah sebagian kecil dari “derita” para pasangan yang hidup di Dusun dan Desa Mlaras, Kecamatan Sumobito Jombang. Mereka rela menyelesaikan seluruh kebutuhan rumah tangga sendiri. Memang masih ada peran mertua yang dengan setia menemani mereka. Namun, para orang tua dan mertua tentu saja tidak dapat diandalkan untuk menyelesaikan seluruh kebutuhan harian.
“Harus diselesaikan sendiri mas,” kata Aminah, nama samaran. “Mosok harus ngrepoti mertua,” kata perempuan dengan empat anak ini. Ia yang berasal dari Tuban telah sadar dengan konsekuensi menikahi dambaan hatinya beberapa tahun lalu. Sang suami jauh-jauh hari telah mengingatkan resiko kalau menikah dengannya. Bahkan buah cintanya juga didapat kala sang suami bekerja mendapatkan proyek pembuatan dermaga di Tuban.
Dari puluhan pasangan di dusun ini, rata-rata memamg pekerja keras dan berat. Para anak muda telah terbiasa bekerja untuk proyek yang kebanyakan ada di luar Jawa. Mereka diajak para ‘senior” yakni para orang tua yang memang memiliki hubungan kuat dengan pemenang tender proyek besar di sejumlah kota di Indonesia Timur.
Untuk bisa menyelesaikan tender tersebut butuh waktu antara empat hingga enam bulan. “Bahkan ada juga yang sampai satu tahun,” kata Yanto, nama samaran yang telah melanglang buana di dunia proyek lepas pantai.
Aktifitas Ibadah
Karena itu, untuk “mengimbangi” selama ditinggal pasangan itulah para perempuan di dusun ini lebih banyak melakukan kegiatan rutinan keagamaan. Ada yasinan, dibaan, manaqib, serta tahlilan. Mereka difasilitasi sejumlah aktifis kegiatan ibadah itu baik dari pegiat Fatayat NU maupun Muslimat NU.
Untuk kepengurusan lain seperti IPNU, IPPNU, Ansor dan yang lain nyaris tidak terlihat. “Hanya Fatayat dan Muslimat saja yang mengkoordinir dan selanjutnya dipasrahkan kepada para pengurus masing-masing kegiatan,” terang Siti Maslahah.
“Sehinga setiap malam, nyaris para perempuan ini berbaur dengan kegiatan keagamaan,” kata perempuan kelahiran tahun 1975 ini. Setiap malam ada saja kegiatan yang diselenggarakan. Dari acara yasinan, dibaan, manaqiban hingga khatmil Qur’an dan sejenisnya.
Saat mengikuti kegiatan ini, mereka biasanya membawa anak-anak untuk berbaur. “Kalau di rumah paling senengnya nonton televisi,” kata Hartatik. “Mending ikut kegiatan bareng jamaah sekalian mereka bisa tampil membacakan sebagian shalawat, dibaan dan sebagainya,” lanjut ibu yang lain.
Memang ketika kegiatan berlangsung, para remaja putri dan anak kecil diberikan kesempatan membacakan sejumlah bait dan bacaan.Ini juga sebagai sarana untuk mengenalkan dan mempersiapkan mereka sebagai penerus tradisi yang ada.
“Kita yakin dalam waktu sepuluh atau lima belas tahun lagi, para remaja putri dan anak-anak inilah yang akan meneruskan tradisi yang kami lakukan,” kata Hj Munassaroh, mantan Ketua Ranting Muslimat NU Mlaras. “Semoga mereka tetap istiqamah dan tidak tergoda dengan tuntutan jaman yang semakin maju,” pungkasnya.
Tradisi keagamaan menjadi benteng bagi para perempuan di dusun ini saat ditinggal suami. Mungkin juga dengan sejumlah kegiatan tersebut, mereka sembari berdoa untuk sukses para suami di tanah rantau. “Hanya doa yang bisa kita panjatkan agar para suami tetap ingat kepada keluarga di rumah,” sergah ibu muda yang enggan disebutkan namanya. Sebuah pengorbanan yang agung. (s@if)