Tidak seperti di tanah air yang dengan sangat mudah menjumpai masjid untuk melaksanakan kewajiban shalat Jum’at. Di Cina, asrama yang sempit bisa disulap menjadi masjid.
Berikut pengalaman Bintang Ramadhan yang selama setahun tinggal di China. Mahasiswa Universitas Negeri Surabaya ini menceritakan bagaimana pengorbanan untuk menjadi muslim di negara tirai bambu tersebut.
Semenjak tinggal di Wuhan China, baru sekali kami dari rombongan mahasiswa Unesa (Universitas Negeri Surabaya) shalat di masjid. Yakni ketika menjalankan ibadah Shalat Idul Adha. Masjid itu bernama ‘dibaca “Wuhan Majiazhuang Qingzhensi’(wuhan= kota Wuhan, Majiazhuang= nama masjid “majiazhuang “qingzhensi = masjid). Lokasinya berada di Guanggu Chuangye Street dekat dengan Guanggu Avenue dan Jiayuan Road. Jaraknya lumayan jauh dengan asrama kami tinggal, Huazhong University. Di sini Shalat Ied dimulai sekitar pukul 10.00 WC, beda dengan di Indonesia. Untuk bisa pergi ke masjid, kami diharuskan naik kendaraan. Itu lantaran selama di sini, kami tidak memiliki kendaraan pribadi seperti di Indonesia, sehingga selalu menggunakan kendaraan umum untuk bepergian. Awalnya kami berencana naik bus, tetapi karena takut terlambat, akhirnya naik taxi.
Setelah Shalat Ied, kami lebih sering shalat di dalam kamar. Pernah juga shalat di tanah lapang beralaskan rumput. Yakni saat pergi ke Moshan. Ketika itu kami melaksanakan Shalat Ashar bersama Abim dan temannya dari negara lain. Dia membawa sajadah dan sebotol air untuk berwudhu. Katanya berwudhu dengan satu kali bilasan sudah cukup. Wow, its amazing, baru pertama kali dalam hidup shalat seperti ini. Pengalaman baru dalam hidup.
Pengalaman Shalat Jum’at
Pada kesempatan ini, khususnya untuk kawan-kawan muslim di Tanah Air, saya ingin bercerita secara khusus tentang pengalaman menjalankan Shalat Jum’at.
Boleh dikata kami mahasiswa muslim Indonesia kurang beruntung kuliah di sini, khususnya dalam hal pemenuhan ibadah. Karena masjid sangat jarang. Untuk bisa melaksakan Shalat Jum’at secara berjamaah terpaksa menggunakan lokasi seadanya. Ada sejumlah mahasiswa dari negara Timur Tengah yang mengadakan Shalat Jum’at di asrama saya. Lebih tepatnya berada di lantai paling atas yakni 13 di lorong bangunan tersebut.
Sekitar pukul 13.00 WC ibadah Shalat Jum’at sudah dimulai. Ada pembagian tugas yang juga bertindak sebagai panitia. Dari sejumlah mahasiswa yang ada, sebagian bertugas menggelar karpet dan sajadah. Sedangkan mahasiswa lain mendapat tugas menyampaikan khotbah Jum’at secara terjadual. Mereka kadang menggunakan bahasa Inggris dan sesekali Arab. Selama kegiatan berlangsung tidak ada pengeras suara. Cukup dengan suara sang khotib.
Jika mereka menggunakan bahasa Inggris, mungkin saya bisa mengerti sedikit dari materi khotbah yang disampaikan. Tetapi jika menggunakan bahasa Arab, tentu saja saya tidak mengerti sama sekali. Maklum untuk bahasa yang satu ini saya kurang mendapatkan bekal selama studi di Tanah Air. Seandainya saja ada mahasiswa Indonesia yang mau menjadi penceramah dan berkhotbah menggunakan bahasa Indonesia, tentu akan sangat memudahkan jamaah untuk mendengarkan dan memahami isinya.
Para penghuni kamar non muslim yang tinggal di lantai 13 harus menghormati kami yang sedang beribadah. Sehingga mereka tidak boleh berisik maupun keluar masuk kamar. Mengadakan Shalat Jum’at di sini sudah mendapatkan izin dari pihak pengelola asrama. Sehingga kami bisa melaksanakan ibadah Shalat Jum’at dengan tenang dan khusyuk.
Para jamaah yang ikut Shalat Jum’at ternyata bukan hanya mahasiswa muslim di kampus kami belajar. Ada banyak mahasiswa dari kampus lain yang ikut. Rata-rata mereka memang dari negara yang mayoritas muslim seperti Arab dan Timur Tengah. Pertimbangan utama mereka bergabung karena Shalat Jum’at di asrama inilah yang paling dekat.
Sebelum berangkat tentunya kami harus berwudhu dahulu di kamar. Karena di sini tidak menyediakan tempat wudhu layaknya di Indonesia. Demikian juga dengan lokasi yang terbilang lumayan sempit. Jika ingin dapat tempat, ya harus datang lebih awal. Jika datang terlambat bisa tidak kebagian. Bahkan ada jamaah yang akhirnya menggunakan tangga sebagai tempat shalat.
Namun demikian, kami sangat beruntung karena selama di sini diberi kemudahan oleh Allah SWT untuk terus melaksanakan ibadah. Tidak bisa dibayangkan jika di asrama tidak ada tempat untuk Shalat Jum’at. Pasti setiap pekan kami diharuskan menuju Masjid Majiazhuang yang letaknya jauh dari asrama. Syukur alhamdulillah. (s@if)