Jakarta, Cyberdakwah — Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin berpendapat, hubungan antara agama dan negara harus seimbang.
“Negara tanpa kontrol agama dapat rusak dan hancur. Sementara agama jika tidak dikontrol negara, dapat menjadi sangat diktator. Oleh karena itu, kedua komponen ini harus dapat saling mengisi dan mengawasi,” ujarnya seperti dikutip laman Kemenag.go.id.
Pernyataan ini disampaikan Menag saat menjadi keynote speech dalam bedah buku “Manajemen Konflik Keagamaan,” yang diselenggarakan Badan Litbang dan Diklat Kemenag, Jum’at (27/2/2015), di Ruang Sidang Utama, Kementerian Agama, Jl. M.H. Thamrin No. 6, Jakarta.
Selain dihadiri Menag, bedah buku juga dihadiri oleh para pejabat eselon I Kementerian Agama Pusat. Hadir pula peneliti, akademisi, perwakilan kementerian/lembaga terkait, perwakilan lembaga-lembaga keagamaan, dan utusan organisasi kemasyarakatan.
Bertindak sebagai narasumber dan pembedah, Ichsan Malik, peneliti pada Pusat Kajian Terorisme dan Konflik Sosial, Universitas Indonesia.
Menag dalam kesempatan ini menanggapi judul buku yang memuat makna “manajemen konflik”. Ia berharap perspektif manajemen konflik dipahami secara tepat. “Jangan sampai makna manajemen konflik dipahami bahwa Kementerian Agama berkeinginan untuk memelihara konflik,” katanya.
Di akhir paparannya, Menag juga mengapresiasi prestasi Abdul Jamil Wahab, peneliti Puslitbang Kehidupan Keagamaan yang telah menulis buku ini. Ia berharap prestasi Abdul Jamil dapat menjadi inspirasi bagi peneliti lain agar dapat menulis buku.
“Saat ini kita sangat butuh buku yang kaya akan data dan fakta yang dilandasi hasil riset. Saya berharap peneliti lain dapat mengikuti jejak Saudara Abdul Jamil,” demikian pungkasnya. (Ant/S@if)