Presdir TV9: Segmentasi Media NU Harus Lebih Fokus

0
372

Surabaya, Cyberdakwah — Hingga kini perkembangan media cetak maupun elektronik demikian membanggakan. Seiring dengan semangat reformasi, sejumlah media bermunculan dengan segmentasi beragam. Idealnya aktifis media NU lebih fokus menggarap komunitasnya sendiri.

Bagi pemerhati sekaligus pelaku media, Hakim Jayli, hal yang cukup membanggakan saat ini adalah kian semangatnya anak muda NU untuk berkiprah di dunia media. Nyaris di berbagai kota bermunculan buletin, majalah, tabloid serta website yang dikelola. “Sebuah pencapaian yang luar biasa,” katanya kepada Cyberdakwah, (7/2/2015).

Saat ditemui di kantornya Raya Darmo 96 Surabaya, Hakim berharap agar keberadaan lembaga, badan otonom serta lajnah di NU bisa menjadi sarana mengerucutkan segmentasi media yang dikelola. “Jangan semua berlomba dengan mendirikan media, namun segmentasinya terlalu umum,” kata Presiden Direktur TV9 ini.

Sekedar memberikan contoh, para pengurus Rabithah Ma’ahid Islamiyah atau RMI yang merupakan lembaga dengan konsentrasi kepesantrenan, bisa membuat media khusus masalah pesantren. “Bagi masyarakat kelas menengah kota hingga kalangan kelas atas saat membutuhkan informasi kepesantrenan, maka sudah selayaknya disediakan oleh rekan RMI,” terangnya.

Kalangan kelas perkotaan kata Hakim, akhirnya lebih cenderung mencari informasi seputar pesantren di internet yang celakanya dikuasai kalangan Islam garis keras. “Hal ini kan mestinya menjadi keprihatinan bersama,” ungkapnya.
“Karena itu sudah saatnya para pegiat media di RMI untuk bisa tampil memberikan pencerahan seputar pesantren,” katanya. Dengan jaringan kepengurusan RMI dari mulai tingkat {pusdat di Jakarta hingga kota dan kabupaten se Indonesia, hal ini tentunya tidak akan menyulitkan. “Tinggal intensitas komunikasi dan memperbaiki formulanya,” terang Hakim.

Hal ini juga berlaku untuk kelengkapan di NU yang lain. “Aktifis IPPNU misalnya, dapat memberikan pencerahan kepada khalayak perihal dunia kepelajaran,” katanya. Bukan semata informasi sekolah yang dapat disampaikan, juga tentang fiqh kepelajaran yakni informasi masalah perempuan baik ibadah dan muamalah, lanjutrnya.

Dengan telah tersegmentasikannya kepengurusan lembaga, badan otonom dan lajnah di NU, maka hendaknya hal tersebut dapat diejawantahkan dalam memberikan informasi yang cepat di internet. “Kita sudah tidak bisa lagi menghindar dari perkembangan teknologi informasi yang demikian massif,” ungkapnya.

Kendati demikian, jangan sampai tantangan baru di dunia informasi ini lantas melupakan keajegan dakwah konvensional yang telah digeluti yakni pengajian umum dan majlis taklim. “Barangkali inilah pengejawantahan jargon menjaga tradisi tradisi lama yang baik dan mengambil hal baru yang lebih baik atau almiuhafadzatu ‘alal qadimis shalih wal akhdu bil jadidil ashlah,” terangnya. Yakni tetap memelihara pengajian dan majlis dzikir untuk menyapa umat dengan pengetahuan agama, dan pada saat yang sama juga menekuni dakwah di internet, pungkasnya. (s@if)

Tinggalkan Balasan