Jakarta, Cyberdakwah — Menko Polhukam, Tedjo Edhy Purdijatno, mengatakan pemerintah tengah mengkaji opsi pencabutan kewarganegaraan terhadap WNI yang bergabung dengan ISIS. Menanggapi wacana itu, Ketua Umum MUI Din Syamsuddin mempersilakan asal jelas alasan hukumnya.
“Mereka berperang dan berjuang membela negara lain, sudah menjadi negara lain, jika itu ada alasan hukumnya ya silakan saja. Tapi saya bukan pakar hukum,” kata Din Syamsuddin, Senin (23/3/2015).
Di luar wacana itu, Din menegaskan solusi jangka pendek untuk memutus mata rantai jaringan ISIS di Tanah Air. Misalnya, berusaha keras mencegah mereka pergi ke negara yang selama ini menjadi basis.
“Yang paling penting adalah melakukan langkah-langkah konkret, termasuk menghalangi mereka pergi. Kalau sudah diketahui dari awal, dengan pendekatan keagamaan dan pendekatan lain, kalau itu sudah terjadi, kalau mereka sudah pergi. Saya tidak cenderung kepada opsi pencabutan WNI ini, mungkin nanti kalau mereka pulang bisa dikumpulkan dulu. Ente kenape ke sana,” jelasnya.
Dia berharap negara lebih manusiawi memikirkan solusi masalah ini. Tentu menyelesaikan pilihan hidup seorang manusia untuk bergabung pada gerakan radikal seperti itu bukan hal mudah.
“Manusia itu berubah, dalam hal beragama dan berilmu, manusia berubah. Baik menjadi tidak baik dan tidak baik menjadi baik. Kalau saya mungkin ada opsi yang lebih kekeluargaan dan lebih manusiawi. Katakanlah itu anak-anak nakal yang pergi, karena kekesalan dan kekecewaan di negerinya sendiri. Nanti pulang kumpulkan saja. Saya lebih ke opsi dialogis dan membina. Saya berkeyakinan manusia bisa berubah,” beber pria yang juga ketua PP Muhammadiyah ini.
Saat ini, lanjut Din, yang terpenting bagaimana semua lembaga terkait bisa berpegangan tangan dan sama-sama memerangi masalah ini. Pesannya, seseorang atau lembaga jangan main hakim sendiri atas rasa emosionalnya.
“Saya mengusulkan kepada Polri, BNPT, ajak kami ormas-ormas Islam, seperti NU dan Muhammadiyah, memikirkan pembahasan nasional yang komprehensif itu. Jangan strategi negara diputuskan sendiri, terus kami hanya disuruh ikut saja. Kami enggak mau jadi pemadam kebakaran. Sudah berkali-kali kami sampaikan kepada mereka,” kata Din.
“Selanjutnya, orang-orang yang dicurigai itu didata, untuk kita bina lagi. Misalnya dari Afganistan, sekian ratus atau ribu, kan potensial menjadi garis keras. Apalagi kalau dikejar-kejar, apalagi kalau temannya atau keluarganya ditembak begitu saja, pasti ada dendam kesumat. Ini yang saya kritik soal strategi, oleh karena itu terserah pemerintah, BNPT. Belum ada respons, kalau tidak ya begin-begini saja terus. Besok tahun depan kita adakan konfrensi besar lagi, ya seperti ini terus,” pungkasnya. (Mdk/S@if)