Pemuda dalam Dekapan Liberalisasi
PEMUDA merupakan aset negara yang sangat berharga yang kelak akan menjadi tonggak estafet kepemimpinan sebuah bangsa. Begitu kuatnya pengaruh pemuda dalam sebuah bangsa sampai ada hari istimewa “Sumpah Pemuda”.
Namun, pembicaraan tentang pemuda saat ini seperti tak ada habisnya, setiap hari pasti ada saja yang dibahas. Apalagi jika melihat permasalahan yang muncul menghiasi media massa. Mulai dari kasus narkoba, seks bebas, tawuran yang memakan korban jiwa, menenggak minuman keras dan lainnya.
Harus diakui sejatinya permasalahan ini ditimbulkan dari sistem yang saat ini diterapkan yakni sistem sekuler-liberal dimana terjadi pemisahan antara kehidupan dunia dan akhirat dan kebebasan yang tanpa batas.
Di sekolah atau universitas, kurikulum pendidikan semakin jauh dari agama dan didukung pergaulan dilingkup sekolah yang juga demikian bebasnya. Belum lagi kasus aborsi yang melanda negeri kita. Akibat pergaulan bebas, aborsi terjadi dimana-mana. Kasus penjualan bayi juga kian marak terjadi.
Penyebabnya diantaranya kelahiran bayi tidak diinginkan oleh sang ibu karena bukan hasil pernikahan, tetapi hasil pergaulan bebas. Ingat berita seorang pelajar putri berseragam putih abu-abu melahirkan bayi laki-laki disebuah kebun di pinggir jalan Kelurahan Cimone Jaya, Kecamatan Karawaci, Kota Tangerang yang tentu belum bersuami (detik.com, 26/11/14).
Di rumah, moral pemuda pemudi pun semakin tergerus arus liberalisasi, dapat kita lihat dari tayangan televisi yang sarat gaya hidup glamour nan liberal. Pergaulan di lingkungan pemuda pun tak terhindarkan dari kepungan liberalisasi. Pergaulan sudah bebas tanpa batas. Interaksi antara perempuan dan laki-laki tanpa sekat bahkan cenderung intim.
Cara berpakaian pun tidak karuan plus tidak menunjukkan identitasnya sebagai muslim dan muslimah. Masyarakat merupakan pemegang kunci dalam hubungan sosial, tapi ketika sistem liberal-sekuler mendominasi, masyarakat cenderung individualis dan terkesan tidak peduli dengan urusan orang lain meski kemaksiatan menari-nari didepan mata.
Kemajuan teknologi pun yang seharusnya membuat mereka lebih terfasilitasai untuk menambah wawasan ataupun bertukar informasi justru malah disalahgunakan. Budaya hidup konsumtif juga menjangkiti para pemuda, membeli barang yang diinginkan bukan yang dibutuhkan.
Pemuda sebagai aset bangsa seharusnya dijaga dan dilindungi dari hal-hal yang akan menghantarkan mereka pada kehancuran. Sungguh ironi sekali melihat nasib para pemuda dalam dekapan sistem sekuler-liberal ini. Kumpul di masjid, mengkaji Islam yang kaffah dituduh teroris, bahkan Al Quran dijadikan salah satu barang bukti kejahatan teroris.
Dicekoki dengan gaya hidup liberal berbagai hiburan dari bangun pagi, sampai bangun lagi. Mungkin pemuda hari ini juga dapat dikatakan dalam keadaan maju kena mundur kena dan tidak memiliki identitas yang jelas sebagai seorang muslim. Dengan kata lain pemuda kini tidak memiliki contoh yang bisa dijadikan teladan untuk kepribadiannya.
Membutuhkan kerja keras dan peran dari para pemuda untuk menghapuskan sumber malapetaka yang membuat kemunduran, sistem sekuler-liberal. Sejalan dengan pernyataan pemikir dari Beirut, Musthafa Al Ghalayaini: “Adalah terletak di tangan para pemuda kepentingan umat ini, dan terletak di tangan pemuda juga kehidupan umat ini”.
Selain itu, masyarakat, bangsa dan negara juga bersama-sama berperan dalam hal ini dengan jalan hapus sistem sekuler-liberal di muka bumi ini dan menggantinya dengan sistem Islam yang akan membawa kemuliaan saat diterapkan secara sempurna. Wallaahu a’lam bi ash-shawaab. []