Aku Diam, Aku Rugi
ku bercuap atau bergerak bukan berarti aku ingin dikenal atau bahkan ingin terkenal. Bukan itu yang menjadi tujuan. Sungguh hina jika semua itu menjadi tujuanku. Jika semua itu terjadi, maka sama halnya kata dan gerak ini mencari masalah dan membahayakan diri sendiri. karena sesungguhnya menegakkan kebenaran dijaman sekarang sama saja melawan arus kehidupan.
Bagaimana tidak, ketika sebagian manusia hanya mementingkan diri sendiri dan kelompoknya. Berupaya untk mencapai tujuan dengan berbagai cara. Ketika halal dan haram hanya sekedar menjadi pedoman. Tak hayal semua itu akan merusak sebagian banyak orang yang ada. Ketika aqidah sudah menjadi barang dagangan, mereka sungguh tak lagi peduli. Yang penting hajad hidup kelompok kami tercukupi. Mencari tujuan dunia, agak bisa memiliki semua yang terlihat. Acuh tak acuh ketika orang lain mati kelaparan.
Aku tak ingin diam ketika semua kebijakan merugikan kebanyakan ummat. Bagaimana bisa bersabar, sedangkan semua serasa melelahkan. Kami tertipu akan tugas pencitraan para penguasa kami. Sedang semua yang kami makan bisa dengan mudah mereka habiskan.
Keadan in imengingatkan aku ketika pemboikotan ummat muslim kala itu. Para sahabat yang ditenga-tengah mereka telah ada utusan yang mulia, ketika itu hanya bisa makan dedaunan, air yang sangat minim. Tak kurang dari 3 tahun keadaan itu dengan sabar dijalani. Demi islam yang akan menyinari dunia.
Kini keadaan sekarang tak jauh beda, justru sangat menyedihkan. Ketika yang kami hadapi bukan hanya orang kafir, namun juga juga dari sebagian muslim yang lemah pemikirannya. Telah terkontaminasi oleh pemikiran barat, hingga mampu menjual aqidahnya. Disitu kadang merasa sedih.
Namun, bukan berarti diri ini sudahlah suci dan layak mengatakan itu. Tapi, apalah semua ini jika Al-qur’an dan Sunnah tidak lagi menjadi panutan. Aku mah emang gini orangnya.
Sumber : Gaul Fresh