CINTA & BENCI KARENA ALLAH
بسم الله الرحمن الرحيم
Prinsip Al-Hubbu wal Bughdhu fillaah (cinta dan benci karena Allah) yang seharusnya tertanam di dalam jiwa setiap muslim sepertinya masih kurang diperhatikan oleh sebagian kaum muslimin, sehingga masih saja ditemukan sebagian besar kaum muslimin ber-wala (loyalitas) terhadap non-Islam dalam perkara ubudiyah (peribadatan) non-Islam sebagaimana terjadi pada natalan, tahun baruan dan saat ini valentinan, dengan demikian perlu kiranya kita mengulas sedikit apa itu Cinta dan Benci Karena Allah Ta’ala.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
عَنِ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ، عن النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قال: إِنَّ أَوْثَقَ عُرَى الْإِيمَانِ: أَنْ تُحِبَّ فِي اللهِ، وَتُبْغِضَ فِي اللهِ
Dari al-Baraa’ bin ‘Aazib dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya tali iman yang paling kuat adalah engkau mencintai karena Allah dan membenci karena Allah.”[1]
Syaikh Abdul Qadir al-Jailaini rahimahullah menuturukan:
إذا وجدت في نفسك بغض شخص أو حبه فاعرضوه على الكتاب والسنة ولاتتبع الهوى فيضلك عن سبيل الله
Apabila engkau mendapatkan rasa benci pada dirimu terhadap orang lain atau mencintainya, maka timbanglah kebencian dan kecintaan itu dengan Al-Kitab dan As-Sunnah dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsumu sehingga engkau tersesat dari jalan Allah ta’ala. [2]
Syaikh Ibnu Baaz rahimahullah menuturkan:
الحب في الله أن تحب من أجل الله-تبارك وتعالى-؛ لأنك رأيته ذا تقوى وإيمان فتحبه في الله، وتبغض في الله لأنك رأيته كافراً عاصياً لله فتبغضه في الله، أو عاصياً وإن مسلماً فتبغضه بقدر ما عنده من المعاصي، هكذا المؤمن يتسع قلبه لهذا أو هذا يحب في الله أهل الإيمان والتقوى، ويبغض في الله أهل الكفر والشرور والمعاصي،
Cinta karena Allah yaitu engkau mencintainya untuk Allah karena engkau melihat dia memiliki ketakwaan dan keimanan sehingga engkau mencintainya karena Allah, adapun benci karena Allah karena engkau melihat dia berbuat kekufuran dan kemaksiatan sehingga engkau membencinya karena Allah atau dia bermaksiat sekalipun dia muslim maka bencilah dia sesuai dengan kadar kemaksiatannya. Beginilah kelapangan hati seorang mukmin atas perkara ini. Ia mencintai karena Allah disebabkan dia seorang yang beriman dan bertakwa, dan ia pun membenci karena Allah disebabkan dia seorang kafir, pelaku keburukan dan maksiat.[3]
Dari penjelasan kedua ulama di atas menunjukkan bahwa setiap muslim harus menimbang al-wala’ (loyalitas) dan al-bara’ (berlepas diri) dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah, sebagaimana hari valentine adalah termasuk perbuatan non-Islam maka dengan prinsip benci karena Allah yaitu kita membenci apa-apa yang dibenci oleh Allah ta’ala sesuai dengan larangan-Nya dalam ber-tasyabbuh (menyerupai) suatu kaum kafir.
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آمَنُوا أَن تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلَا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِن قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَكَثِيرٌ مِّنْهُمْ فَاسِقُونَ
“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik”(QS. Al-Hadiid : 16).
Imam Ibnu Katsir rahimahullah menafsirkan:
نهى الله تعالى المؤمنين أن يتشبهوا بالذين حملوا الكتاب من قبلهم من اليهود والنصارى, لما تطاول عليهم الأمد بدلوا كتاب الله الذي بأيديهم واشتروا به ثمناً قليلاً
“Allah ta’ala melarang orang-orang yang beriman untuk menyerupai orang-orang sebelum mereka yang telah diberi Al-Kitab dari kalangan orang Yahudi maupun Nashrani, di mana setelah beberapa waktu berlalu, mereka merubah Kitab Allah yang berada di tangan mereka dan menjualnya dengan harga yang sangat murah”[4].
Di samping itu pun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kaum muslimin untuk menyerupai kaum kafir sebagaimana beliau sabdakan:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk darinya”.[5]
Dengan begitu semakin jelas bagi kita bahwa menyerupai suatu kaum kafir dalam acara mereka adalah termasuk bentuk kecintaan dan keridhaan terhadap mereka apa yang mereka lakukan padahal seharusnya kita membenci acara peribadatan mereka karena kekufuran mereka terhadap Allah ta’ala.
Hakikat cinta kepada Allah dan Rasul-Nya adalah kita mencintai Allah dengan mentaati setiap perintah-Nya dan menjauhi setiap larangan-Nya, dalam hal ini telah kami kemukakan beberapa perkataan ulama dalam artikel yang berjudul “Hakikat Cinta Kepada Allah dan Rasul-Nya“. Sehingga apabila kita benar-benar mencintai agama Islam yang kita yakini sudah sewajibnya kita tidak mendukung acara orang-orang kafir maupun musyrik sebagai tanda cinta dan benci karena Allah ta’ala, Wallaahu a’lam wa zadanallahu ilman wa hirshan wa iimaanan wa taqwa.
Washalatu wassalamu ‘ala Rasulillah shallallahu ‘alaihi wa sallam walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.
HR. Ahmad (18524) di-hasan-kan oleh muhaqiq al-Musnad dan Syaikh al-Albani dalam Shahiih ath-Tharghiib (3030), [src/takhrij hadits].
Thabaaqatul Kubra’ Li-Sya’raani (1/108) Asy-Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani wa Aara’uhul I’tiqadiyah wash-Shufiyyah (hlm. 640).
3. Ref; website resmi syaikh Ibnu Baaz.
4. Tafsiir Al-Qur’aanil ‘Azhiim (8/53), al-Hafizh Ibnu Katsir, Daarul Kutub al-‘Ilmiyyah, Beirut.
5. HR. Abu Daud (no. 4031) dan di-shahih-kan oleh Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah (1/676).
Abu Hamzah