Jakarta, Cyberdakwah — Seperti diketahui, beredar undangan di media sosial terkait perayaan pesta yang akan digelar anak-anak dari sejumlah SMA. Dalam undangan yang disebar antara lain oleh akun Twitter @Divine_prod itu, tertulis, akan diadakan pesta pada 25 April 2015 di The Media Hotel, Jalan Gunung Sahari Jakarta, sejak pukul 22.00 sampai selesai.
Bahkan dalam penelusuran sebuah portal berita, pesta tersebut ternyata pernah dilakukan 18 April lalu. Acara itu bertemakan ‘Break The Rules’. EO yang menggelar pun sama yaitu Divine Production. Di acara 18 April yang sudah digelar ini bertema good bye UN.
Terhadap kejadian tersebut, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengingatkan berbagai kalangan agar jangan mengais rezeki dengan cara merusak generasi muda.
Karenanya, Ketua KPAI Dr Asrorun Niam Sholeh dalam release yang diterima media ini meminta pihak sekolah SMA yang tercantum di video tersebut untuk segera mengambil tindakan. “Sekolah harus ambil langkah proaktif, lakukan pemantauan dan klarifikasi agar ada pencegahan,” kata Asrorun Niam, Kamis (23/4/2015).
Terkait hal ini, ia menandaskan bahwa tanggung jawab perlindungan anak tdak hanya oleh pemerintah dan juga orang tua. “Tapi masyarakat, termasuk pelaku usaha. Jangan mengais rezeki untuk sesuap nasi dengan merusak generasi,” tegasnya.
Untuk tindak lanjut dari beredarnya video tersebut, KPAI sudah melakukan sejumlah koordinasi. “Dengan Mabes Polri kami telah melakukan pencegahan guna menjamin perlindungan anak. Polri perlu ambil langkah preventif, dan orang tua tidak boleh lepas tangan,” terangnya.
Bagi dosen di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta ini, kelulusan hendaknya dapat dirayakan dengan positif. “Bukan malah hura-hura apalagi nanti menjurus ke hal negatif,” katanya .
Pada saat yang sama, ia berharap sekolah yang dicantumkan dalam iklan sebagai pendukung acara harus segera klarifikasi. “Kalau benar menjadi pendukung acara tersebut, maka Kemdikbud harus memeriksa sekolah tersebut,” ungkapnya. Dan kalau ternyata dicatut, sekolah harus bisa menuntut penyelenggara (Event Organizer) karena mencemarkan nama baik, dan sekolah menegaskan tidak terkait dengan kegiatan tersebut.
“Pihak sekolah harus bisa mengedukasi siswa agar tidak terpengaruh pada iklan menyesatkan dan provokatif tersebut,” pungkasnya. (s@if)