Surabaya, Cyberdakwah — Sejumlah elemen masyarakat di Surabaya mempersoalkan keberadaan Sekolah Tinggi Agama Islam Ali bin Abi Thalib. Karena kampus yang berada di kawasan Sidotopo ini berpandangan bahwa peringatan Isra’ Mi’raj, Nuzulul Qur’an, Maulid Nabi sebagai kegiatan bid’ah. Tidak sampai di situ, lewat Bulletin Al-Iman edisi 205 yang diterbitkan, mereka menyatakan bahwa kegiatan tersebut sebagai musyrik, kafir dan bisa masuk neraka.
Dan Sabtu sore (2/5/2015), sejumlah tokoh masyarakat setempat mengunjungi PWNU Jawa Timur di jalan Masjid al-Akbar Timur 9 Surabaya untuk mengadukan permasalahan ini. Mereka diterima langsung oleh KH Miftachul Akhyar, Rais PWNU Jawa Timur di ruang pertemuan kantor tersebut.
Dan usai silaturahim, PWNU Jawa Timur berharap pemerintah segera tanggap dengan tindakan pengacau keamanan yang dilakukan kelompok masyarakat di akar rumput. Modusnya lewat adu-domba dengan topeng masalah khilafiyah yang kalau dibiarkan dapat menimbulkan konflik horizontal.
“Kalau terjadi kekacauan di kawasan tertentu, maka yang akan rugi adalah pemerintah sendiri lantaran dianggap gagal memberikan rasa aman bagi masyarakatnya,” kata KH Miftachul Akhyar.
Bagi Pengasuh Pondok Pesantren Miftahus Sunnah Kedungtarukan Surabaya ini, sebenarnya NU telah banyak menerima laporan dari masyarakat terhadap sejumlah aliran keagamaan yang membuat resah. “Mereka mempersoalkan tahlilan, manaqiban, maulidan atau kegiatan keagamaan lain yang telah mengakar di masyarakat, khususnya warga NU,” katanya.
Pada saat yang sama, upaya tabayyun dan mediasi juga kerap dilakukan dengan dibantu pihak keamanan setempat. “Namun anehnya hal ini tidak membuahkan hasil, dan pihak yang mempermasalahkan tradisi NU tersebut cenderung bersikukuh dengan pandangannya,” ungkap Kiai Miftah, sapaan akrabnya.
“Inilah yang kami anggap sebagai begal akidah,” ungkap Kiai Miftah. Padahal sebagai organisasi sosial keagamaan, NU ingin agar ajaran dan keyakinan Ahlus Sunnah wal Jama’ah dapat lestari di bumi Nusantara ini. Namun pada kenyataannya, banyak kelompok masyarakat yang justru mempersoalkan dan mengkafirkan amaliyah warisan para ulama tersebut.
PWNU Jawa Timur saat menerima utusan dari masyarakat Surabaya ini akan terus mencoba mengakomodir dan menfasilitasi agar konflik di masyarakat tidak berkepanjangan. “Dalam pandangan kami, setelah mendapat masukan dari warga, jalan terbaik adalah lembaga yang menyebar kebencian dan mengolok-olok kelompok lain hendaknya ditutup atau direlokasi,” tandas Kiai Miftah.