Catatan Untuk Pejuang SNMPTN
Kalau nggak salah dengar, hari ini pengumuman hasil SNMPTN, ya? Artinya, sudah empat tahun berlalu sejak saya menerima pengumuman SNMPTN soal diterimanya saya di salah satu universitas negeri. Damn, I’m bloody old! Tahu-tahu sudah semester tua lagi.
Bicara soal pengumuman, bagaimana perasaan para pejuang SNMPTN? Resah? Khawatir? Tegang? Gemetaran dengan kekuatan 6 Skala Richter? Itu normal, sama sekali normal. Mengingat pengumuman ini bisa dibilang menjadi salah satu penentu arah masa depan, meski memang bukan satu-satunya.
Karena pengumuman ini sifatnya kualitatif, tentu cuma ada opsi “Lulus” dan “Tidak Lulus”, nggak ada yang namanya “Lulus Bersyarat”. Ini bukan ospek, masalahnya. Maka, bagi mereka yang masuk dalam kedua kategori itu, saya punya beberapa catatan.
Buat yang nanti bakalan mendapat pengumuman lulus, maka bersyukurlah pada Allah, karena kalian telah berhasil melewati tahapan seleksi yang superketat atas izinNya. Betul, hukum kausalitas tetap berlaku di sini, tapi apakah kita mengabaikan peran Allah dalam hasil tersebut? Jangan sampai, na’udzubillah. Betapa banyak orang yang pada dasarnya, secara hitung-hitungan, nggak diunggulkan untuk masuk kampus lewat SNMPTN, tapi justru masuk. Sementara, yang secara teknis harusnya lebih mampu diterima ketimbang yang sebelumnya, malah gagal.
Dalam hal SNMPTN, kita nggak punya kuasa apa-apa buat memengaruhi hasil. SNMPTN itu berada di luar lingkaran kekuasaan manusia. Jadi qadha’ Allah yang berlaku. Maka, kalau ada yang sampai nggak bersyukur pada Allah soal ini, itu keterlaluan.
Selain itu, mohon untuk memikirkan juga yang namanya beban akademis. Bukan istilah dalam perkuliahan, tapi ini soal status kalian sebagai calon mahasiswa baru. Kalian berhasil diterima di sebuah kampus dengan menyingkirkan puluhan, ratusan, bahkan ribuan pendaftar lain. Secara perbandingan, yang lulus itu cuma satu orang dari sekian puluh atau sekian ratus pendaftar. Misalnya, mengacu pada data tahun-tahun sebelumnya, yang masuk ke Teknik Nuklir UGM itu perbandingannya 1:30. Dari 30 orang, cuma satu yang masuk. Jurusan lain bisa sampai 1:100!
Dengan kata lain, calon mahasiswa baru ini punya beban terhadap para pendaftar yang gagal. Kalian ‘menghilangkan’ kesempatan pendaftar lain untuk menimba ilmu di jurusan bersangkutan. Maka, tolong agar kalian jangan melepasnya. Jangan sampai misalnya karena kalian gagal masuk ke jurusan pilihan utama, yaitu Fisika Sosial, dan malah masuk ke jurusan pilihan kedua, Filsafat Inti Atom, dan karena nggak suka pilhan kedua, malah pilihan kedua itu nggak diambil. Kalau memang kasusnya nggak suka, maka saya tanya, kenapa malah memilih jurusan yang nggak disukai sejak awal??? SNMPTN itu punya risiko. Risiko untuk mengorbankan impian utama jika cuma dianggap layak untuk masuk impian kedua. Kalau ingin mati-matian berjuang di impian utama, seharusnya jangan ikut SNMPTN. Fokus saja di SBMPTN dan Jalur Mandiri Universitas, kalau ada. Yang ikut SNMPTN harusnya sudah paham risiko ini.
Bayangkan, kalau kalian memilih untuk nggak mengambil kelulusan kalian di Filsafat Inti Atom. Jika yang diterima itu 20 orang, dan salah satunya memilih mundur, apa yang bakalan dirasakan oleh pendaftar yang ada di urutan 21? Sakit hati setengah mati. Padahal, bisa jadi berkuliah di Filsafat Inti Atom adalah impiannya sejak dulu. Dan kalian menggagalkannya dengan begitu menyakitkan karena ego kalian sendiri.
Pikirkan itu baik-baik. Bukan cuma kalian yang ingin mengecap pendidikan tinggi. Ada ratusan ribu lulusan SMA/K dan MA yang juga ingin mendapatkan hak yang sama.
Kalau buat yang belum berhasil? Jangan kuatir, banyak jalan menuju Helsinki. Kalau nggak bisa lewat udara? Ya lewat darat, meski harus sampai mendaki gunung melewati lembah sungai mengalir indah ke samudera bersama teman bertualang. Nggak bisa juga? Muter lewat laut nggak masalah. Jadi bajak laut, pirate, viking, kembali ke tanah asal di sekitar Skandinavia. Asalkan sampai. Mau lebih instan? Pakai pesawat Endurance, melewati jalur wormhole.
Intinya, mengikuti pepatah usang yang maknanya nggak pernah usang, “Di mana ada kemauan, di situ ada jalan”.
Gagal SNMPTN bukan akhir dunia. Ratusan ribu siswa lain di luar sana juga gagal, jangan hiperbolik menanggapi kegagalan itu. Masih ada jalan lain, SBMPTN dan Jalur Mandiri Universitas. Perjuangkan di dua kesempatan itu, jangan mau gagal lagi—walau secara teknis, tentu bakalan ada yang gagal lagi. Masih gagal juga di dua kesempatan itu? Banyak alternatif di swasta, kalau mampu. Kalau nggak ada yang dikehendaki di swasta? Ya tunggu tahun depan. Nggak usah kecil hati, banyak yang gagal di tahun pertama tapi berhasil di tahun kedua. Bahkan ada adik kelas saya yang gagal dua tahun berturut-turut, tapi nggak pernah menyerah. Alhamdulillah, sekarang dia bisa berkuliah di salah satu universitas tertua di Yogyakarta.
Lihat? Nggak ada yang perlu dikhawatirkan.
Kalau misalnya belum berhasil di SNMPTN, yang pertama harus diperhatikan itu adalah diri sendiri. Apa yang sudah dilakukan selama tiga tahun yang begitu membosankan dan menyiksadi SMA? Sudah optimal belajarnya? Persoalan Para Pencari Nilai ini memang jadi perkara kurikulum yang nggak beres, tapi secara filosofis, pemahaman itu akan berbanding linier dengan nilai. Karena faktor belajar di SMA-lah yang satu hal yang bisa menentukan keberhasilan atau kegagalan di SNMPTN.
Kalau merasa sudah belajar serius dan optimal, tapi masih gagal juga? Ya sudah, legowo ae.Bisa jadi itu ketetapan Allah yang lebih baik buat kalian. Berprasangka baik saja, Allah nggak pernah menginginkan yang buruk buat hambaNya, kok. Siapa yang tahu skenario kita di masa depan? Kita nggak akan tahu apa yang akan kita lakukan ketika masuk jurusan ini dan itu. Perencanaan belum tentu linier dengan realisasi. Bisa jadi, kita akan terhindar dari keburukan jika kita nggak masuk jurusan tersebut. Meski sekali lagi, semuanya ini bersifat spekulatif dan probabilistik. Tetap kembali ke kaliannya juga.
Singkatnya, buat yang diterima, jangan lupa bersyukur dengan benar, dengan cara yang diridhai Allah. Bukan seperti para siswa pandir yang corat-coret bahkan pesta seks setelah UN, itu hina sehina-hinanya. Dan ingat juga kalian punya beban akademis, beban amanah dari para pendaftar dari seluruh negeri yang gagal masuk ke jurusan kalian. Jangan disia-siakan amanah itu!
Buat yang belum lulus, jangan berkecil hati. Banyak jalan menuju Helsinki (karena Roma sudah terlalu mainstream), jangan menyerah cuma gara-gara gagal dalam satu jalan. Ambil jalan lain. Kalau tahun ini gagal, masih ada tahun depan dan tahun depannya lagi. Dan selama setahun itu, jangan nganggur. Persiapkan segala sesuatu, buat diri kalian produktif dengan kegiatan bermanfaat. Mengaji Islam, dakwah, belajar materi-materi ujian, apapun. Dan Allah nggak pernah melupakan hambaNya, jadi sangat disarankan untuk banyak mengingat Allah. Apalah arti masuk kampus tanpa ridhaNya?
Sumber : Gaul Fresh