Tidak Boleh Dikatakan : “Bagaimana?” , “Mengapa?”
Tidak Boleh Dikatakan :
“bagaimana?” dalam sifat-sifat Allah Ta’ala,
karena tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia.
Tidak boleh juga dikatakan :
“mengapa?” dalam perbuatan-perbuatanNya, karena sesungguhnya Dia memiliki hikmah yang sempurna, Dia melakukan apa yang Dia kehendaki, dan menetapkan keputusan yang Dia inginkan.
(Syaikh Abdullah bin Abdurrahman al-Jibrin rahimahullahu)
Termasuk anugerah Allah yang terbesar terhadap hamba yang mukmin adalah ketika Dia memberikan petunjuk kepadanya untuk berkawan dengan orang-orang shalih, dan termasuk balasan hukumanNya terhadap hambaNya adalah dengan memberikan ujian kepadanya berkawan dengan orang-orang buruk.
(Syaikh Abdurrahman as-Sa’di rahimahullahu, Bahjah Qulûb al-Abrâr wa Qurrah ‘Uyûn al-Akhyâr)
Mencari-cari aib kaum muslimin dan mengawasi kekeliruan dan ketergelinciran mereka adalah penyakit yang menghinggapi sebagian jiwa yang sakit dan lemah.
Diantara manusia ada orang yang senang dengan sebuah kekeliruan yang ia dengarkan dari fulan atau fulan, seakan-akan ia telah mendapatkan sebuah buruan yang sangat berharga, khususnya jika fulan tersebut cenderung kepada sesuatu yang bukan menjadi kecenderungannya.
Setelah itu Anda akan melihatnya menyebarkan perkara itu diantara manusia, demi untuk memuaskan keinginan jiwanya, balas dendam dan memenangkan diri sendiri.
Ia bolehkan perbuatan itu untuk dirinya dengan dalih “menyelamatkan orang lain dan memperingatkan mereka dari bahaya para perusak”…
“Diantara bentuk celaan yang paling jelas adalah
menampakkan keburukan sesuatu dan menyebarkannya dengan dalih bernasehat.
Ia mendakwakan bahwa yang membawanya melakukan itu adalah semata-mata keburukan tersebut, baik secara umum maupun khusus.
Namun dalam batinnya, tujuan utamanya adalah mencela dan menyakiti.
Orang seperti itu adalah saudara orang-orang munafik yang Allah telah mengecam mereka dalam Kitab-Nya di beberapa tempat.
Sungguh Allah telah mengecam orang yang menampakkan sebuah perbuatan dan perkataan yang baik, namun ia menginginkan dengannya untuk sampai kepada tujuan buruk yang ia maksudkan dalam batinnya.”
(Ibnu Rajab al-Hanbali rahimahullahu, al-Farq Baina an-Nashîhah wa at-Ta’yîr, hal. 44)
Kita memohon keselamatan kepada Allah…