Siti Khadijah, istri Rasul yang pertama, adalah wanita kaya yang tidak hanya berasal dari keturunan bangsawan, beliau juga berwawasan luas dan memiliki kepribadian yang kuat. Empat unsur kelebihan yang beliau miliki tersebut membuatnya menjadi wanita yang tidak hanya berwibawa dan disegani, tapi sekaligus juga dihormati dan menarik banyak kalangan pria Arab bangsawan kaya antri untuk meminangnya, kendatipun waktu itu beliau sudah berusia cukup lanjut, 40 tahun.
Namun, sebagai pribadi yang memiliki wawasan luas dan berkepribadian kuat ia tidak mudah menjatuhkan pilihan pada sembarang pria. Baginya, harta yang melimpah dari para pria yang meminangnya tidak akan menjamin hidupnya bahagia. Begitu juga ketampanan seorang pria tidak membuatnya tergoda; ketampanan fisik hanya menarik kekaguman sekejap. Begitu juga kebangsawanan, keningratan, “kedarahbiruan” tidak menjamin seseorang memiliki kepribadian yang baik.
Oleh karena itu tidaklah aneh apabila Siti Khadijah tertarik pada seorang pria bernama Muhammad (waktu itu belum menjadi Nabi dan Rasul). Bukanlah kebangsawanan Muhammad—yang berasal dari suku Quraisy yang ternama—yang membuat hatinya tergerak untuk menikah lagi. Bukan pula ketampanan Muhammad yang mengesankannya.
Wanita yang baik hati, yang berilmu dan berkepribadian kuat akan selalu tertarik hatinya untuk menikah dengan pria yang menonjol kepribadiannya. Yang jujur, dapat dipercaya, memiliki sifat mengayomi, lemah lembut tapi tegas pada saat yang diperlukan, dan yang tak kalah pentingnya, memiliki wawasan atau ilmu yang mencukupi untuk menjadi pemimpin bahtera rumah tangga selamanya. Selama hidup di dunia.
Semua karakter atau kepribadian ideal yang diimpikan Siti Khadijah terkumpul pada diri Muhammad. Dan karena itu,wanita berkepribadian kuat seperti Siti Khadijah tidak merasa malu mengambil inisiatif meminang Muhammad sebagai calon suaminya. Pasangan ideal ini hidup dengan harmonis sampai Siti Khadijah wafat lebih dulu. Rasulullah sendiri sering memuji keagungan hatinya dan keluasan wawasannya serta kematangan sikapnya yang sampai mengundang rasa cemburu Siti Aisyah, salah seorang istri Nabi yang dinikahi setelah wafatnya Siti Khadijah.
Kehalusan budi, kematangan sikap dan keluasan wawasan adalah salah satu tanda seorang wanita yang memiliki kepribadian. Keteguhan dalam memegang prinsip nilai-nilai ajaran Islam dan kemauan untuk menjauhi perilaku yang ditabukan masyarakat setempat adalah standar sejauh mana kita akan dianggap sebagai wanita yang memiliki kepribadian atau tidak.
Perlu dicatat bahwa kepribadian kuat– yang antara lain ditandai dengan sikap tak mudah hanyut pada arus atau tren negatif– adalah timbul dari determinasi (kemauan kuat) untuk memperbaiki perilaku menjadi lebih baik setiap waktu; hari demi hari sepanjang hidup. Dan terkadang hal ini tidak selalu berkaitan dengan keilmuan yang dimiliki. Sering kita melihat wanita pintar yang berkepribadian sangat menjengkelkan, begitu juga sebaliknya, tak jarang kita menjumpai wanita yang tidak begitu pintar tapi memiliki kepribadian yang menyenangkan dan disukai yang mengundang rasa hormat kita.
Islam menganjurkan agar kita memiliki keduanya: ilmu dan wawasan yang luas (QS Al Mujadalah 58:11) serta kepribadian yang kuat (QS At Tin 95:4-6) sebagai salah satu kunci menuju kepribadian wanita salihah.
Wallahu a’lam bisshowab