Kementerian Agama RI menggelar konferensi tahunan ilmiah internasional atau Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) di Manado. Kegiatan bertema “Harmoni in Diversity: Promoting Moderation and Preventing Conflicts in Socio-Religious Life” tersebut berlangsung dari Kamis (3/9) sampai Ahad (6/9).
Menurut Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kamaruddin Amin, AICIS di-set up untuk menjadi media saling belajar di kalangan ilmuwan. “Ini merupakan salah satu tujuan dari penyelenggaraan AICIS,” katanya.
Lewat AICIS, lanjut dia, berbagai hasil penelitian dapat dibahas dan dibagi kepada ilmuwan lain. Para akademisi bisa bertukar gagasan, pikiran dan temuan-temuan terbarunya untuk didebat dan diuji oleh komunitas akademik.
“Dengan begitu, lewat perhelatan ini, mereka dapat saling memperkaya gagasan, dan saling menyapa. Tidak seperti dulu-dulu, meneliti sendiri, membaca sendiri, dan menerbitkan sendiri,” ujarnya seraya menambahkan bahwa model penelitian di masa lalu harus ditinggalkan.
Dulu, ujarnya, hasil-hasil penelitian disimpan rapi dalam ruang-ruang pengap dan sunyi, tidak dibaca dan tidak dikritik, tidak pula didialogkan. Selanjutnya dia berharap, AICIS juga akan mampu memperkuat konsorsium ilmu terutama untuk penguatan dan pengembangan integrasi ilmu yang sangat penting dan merupakan amanah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
AICIS, menurut Kamaruddin, juga dimaksudkan untuk membangun jejaring intelektual bagi dosen, untuk penguatan lembaga maupun untuk peningkatan kapasitas intelektual. AICIS membuka kesempatan bagi para dosen dan peminat kajian Islam untuk melakukan joint research dengan para peneliti dalam dan luar negeri.
Dia berharap, semua paper yang dibahas dalam AICIS dapat dicetak, diterbitkan, serta disebarluaskan melalui media agar masyarakat dunia dapat ikut mengambil manfaat dari kegiatan internasional ini. “Dunia sekarang ini sedang belajar pada Indonesia yang berhasil menjalankan perikehidupan damai meski masyarakatnya plural dan majemuk. Kita berharap, hasil-hasil dari AICIS ke-15 ini sekaligus akan menjadi sumbangan bangsa Indonesia untuk dunia internasional,” kata Kamaruddin.
Sementara Direktur Pendidikan Tinggi Islam (Diktis) Kementerian Agama RI Amsal Bakhtiar mengatakan, realitas keindonesiaan yang majemuk itu adalah sebuah keniscayaan. Bahkan menjadi rahmat dan seharusnya kita pandai-pandai mengelola Indonesia.
“Harmony in diversity. Hidup damai dalam perbedaan adalah dambaan kita semua. Hidup dengan penuh warna-warni juga sesuatu yang sangat indah,“ katanya.
Ia menambahkan, untuk penyelenggaraan AICIS tahun ini, Kementerian Agama memberikan kepercayaan kepada IAIN Manado sebagai tuan rumah. “Pemilihan Manado sebagai tempat penyelenggaraan AICIS tentulah didasari pada pemikiran bahwa Manado dalam aspek historis dan geografis memiliki keragaman budaya, agama, dan etnis,” ujarnya.
Kota Manado, lanjut dia, sejak lama dikenal sebagai kota multikultural dan multietnik namun masyarakatnya mampu menunjukkan semangat untuk selalu hidup berdampingan dalam damai. “Bingkai kebhinnekaan terajut dengan apik di Negeri Nyiur Melambai. Torang Samua Basudara,” tambah Amsal.
Dalam pertemuan ilmiah ini, Dr. (HC) K.H. Hasyim Muzadi (anggota Dewan Pertimbangan Presiden dan Prof. Dr. Barney Glover (Vice Chancellor di University of Western Sidney) akan tampil sebagai keynote speaker. Selain menyimak pandangan dari kedua tokoh ini, para peserta juga akan mengikuti 4 sesi pleno dan 8 sesi paralel yang masing-masing membahas topik menarik.
Pleno pertama bertajuk “Harmony in Diversity: Contemporary Thought on Inter-Religious Dialogue” dan akan menghadirkan lima orang pembicara, yakni Prof. Dr. Phillip Buckley (McGill University), Dr. Richard Siwu (Rektor Universitas Kristen Indonesia Tomohon), Prof. Dr. Nadirsyah Hosen (Monash University), Kevin Fogg, Ph.D (Oxford University), dan Dr. Haidar Bagir, penggagas Gerakan Islam Cinta.
Pada pleno kedua yang bertajuk “Cross Cultural Comparisons of Peace Building”, ditampilkan Prof. Dr. Riaz Hasan (Direktur International Center for Muslim and and Non- Muslim, UNISA Australia), Prof. Dr. Kevin Dunn (Dekan School Social Science and Psychology, University of Western Sydney), Sulaiman Mapiasse, Ph.D (IAIN Manado), dan Syamsul Maarif, Ph.D (CRCS UGM).
Lantas, pada pleno ketiga, yang bertajuk “Harmony in Diversity: Social and Political Dimension of Religion and Modernity”, akan tampil Prof. Dr. Robert W. Hefner (Boston University, USA), Prof. Dr. Nawal (Canberra University), Ali Munhanif, Ph. D (UIN Jakarta), dan Prof. Dr. Karel Steenbrink (Netherland).
Terakhir, pleno ke-4 yang mengangkat bahasan mengenai “Building Sustainable Future for Islamic Higher Education”, akan menghadirkan Prof. Dr. Imam Suprayogo, MA (UIN Malang), Prof. Dr. Kadarsyah Suryadi (Rektor ITB), Prof. Dr. Jamhari, MA (UIN Jakarta), dan Madjid Fauzi Abu Gazali, Ph.D (Yordania) sebagai pembicara.
Konferensi juga akan membahas ratusan paper yang dibawa peserta yang berkaitan dengan tema pendidikan, kewarganegaraan, dan perdamaian. Turut dibahas pula aspek syariah dalam mewujudkan moderasi Islam, teologi dalam dinamika pluralisme religius, dimensi sosial dan politik dari agama dan modernitas, serta dimensi ekonomi dalam perdamaian dan keharmonisan. Tema berikutnya adalah aspek psikologis kehidupan beragama, peran ilmu pengetahuan dalam perdamaian, serta aktivitas komunikasi dan jangkauan informasi untuk perdamaian. (Abdullah Alawi)