Pendidikan Tauhid Keluarga

0
662

Kisah keluarga Ibrahim telah menjadi legenda sejak lebih dari 5.000 tahun silam. Inilah kisah keluarga teladan. Keluarga yang telah berhasil membangun dan menanamkan tauhid pada segenap sendi-sendi kehidupan. Ibrahim, Hajar, dan Ismail adalah potret anggota keluarga sempurna dalam pengabdian dan penghambaan kepada Allah SWT,Ā robbul ā€˜izzati.

Ų§Ł„Ł„Ł‡ Ų£ŁƒŲØŲ± Ų§Ł„Ł„Ł‡ Ų£ŁƒŲØŲ± Ų§Ł„Ł„Ł‡ Ų£ŁƒŲØŲ± Ā -Ų§Ł„Ł„Ł‡ Ų£ŁƒŲØŲ± ŁƒŲØŁŠŲ±Ų§ Łˆ Ų§Ł„Ų­Ł…ŲÆ Ł„Ł„Ł‡ ŁƒŲ«ŁŠŲ±Ų§ Łˆ Ų³ŲØŲ­Ų§Ł† Ų§Ł„Ł„Ł‡ ŲØŁƒŲ±Ų© Łˆ Ų£ŲµŁŠŁ„Ų§Ā  Ł„Ų¢Ų„Ł„Ł‡ Ų„Ł„Ų§ Ų§Ł„Ł„Ł‡ Łˆ Ł„Ų§ Ł†Ų¹ŲØŲÆ Ų„Ł„Ų§ Ų„ŁŠŲ§Ł‡ Ł…Ų®Ł„ŲµŁŠŁ† Ł„Ł‡ Ų§Ł„ŲÆŁŠŁ† ŁˆŁ„Łˆ ŁƒŲ±Ł‡ Ų§Ł„ŁƒŲ§ŁŲ±ŁˆŁ†Ā Ł„Ų¢Ų„Ł„Ł‡ Ų„Ł„Ų§ Ų§Ł„Ł„Ł‡ ŁˆŲ­ŲÆŁ‡ ŲµŲÆŁ‚ ŁˆŲ¹ŲÆŁ‡ Łˆ Ł†ŲµŲ± Ų¹ŲØŲÆŁ‡ Łˆ Ų£Ų¹Ų² Ų¬Ł†ŲÆŁ‡ Łˆ Ł‡Ų²Ł… Ų§Ł„Ų£Ų­Ų²Ų§ŲØ ŁˆŲ­ŲÆŁ‡Ł„Ų¢ Ų„Ł„Ł‡ Ų„Ł„Ų§ Ų§Ł„Ł„Ł‡ Ų§Ł„Ł„Ł‡ Ų£ŁƒŲØŲ± Ų§Ł„Ł„Ł‡ Ų£ŁƒŲØŲ± Łˆ Ł„Ł„Ł‡ Ų§Ł„Ų­Ł…ŲÆĀ 

Ā Ų§Ł„Ų­Ł…ŲÆ Ł„Ł„Ł‡ Ų§Ł„Ų°ŁŠ Ų£Ł„Ł ŲØŁŠŁ† Ł‚Ł„ŁˆŲØŁ†Ų§ ŁŲ£ŲµŲØŲ­Ł†Ų§ ŲØŁ†Ų¹Ł…ŲŖŁ‡ Ų„Ų®ŁˆŲ§Ł†Ų§Ā Ų§Ł„Ų­Ł…ŲÆ Ł„Ł„Ł‡ Ų§Ł„Ų°ŁŠ Ų£Ų±Ų³Ł„ Ų±Ų³ŁˆŁ„Ł‡ ŲØŲ§Ł„Ł‡ŲÆŁ‰ Łˆ ŲÆŁŠŁ† Ų§Ł„Ų­Ł‚ Ł„ŁŠŲøŁ‡Ų±Ł‡ Ų¹Ł„Ł‰ Ų§Ł„ŲÆŁŠŁ† ŁƒŁ„Ł‡Ā ŁˆŁ„Łˆ ŁƒŲ±Ł‡ Ų§Ł„Ł…Ų“Ų±ŁƒŁˆŁ† Ā 

Ų£Ų“Ł‡ŲÆ Ų£Ł† Ł„Ų¢Ų„Ł„Ł‡ Ų„Ł„Ų§ Ų§Ł„Ł„Ł‡ Łˆ Ų£Ų“Ł‡ŲÆ Ų£Ł† Ł…Ų­Ł…ŲÆŲ§ Ų±Ų³ŁˆŁ„ Ų§Ł„Ł„Ł‡Ā Ų§Ł„Ł„Ł‡Ł… ŲµŁ„ŁŠ Ų¹Ł„Ł‰ Ł…Ų­Ł…ŲÆ Łˆ Ų¹Ł„Ł‰ Ų¢Ł„Ł‡ Łˆ Ų£ŲµŲ­Ų§ŲØŁ‡ Łˆ Ų£Ł†ŲµŲ§Ų±Ł‡ Łˆ Ų¬Ł†ŁˆŲÆŁ‡Ā Łˆ Ł…Ł† ŲŖŲØŲ¹Ł‡Ł… ŲØŲ„Ų­Ų³Ų§Ł† Ų„Ł„Ł‰ ŁŠŁˆŁ… Ų§Ł„ŲÆŁŠŁ†Ā ŁŁ‚Ų§Ł„ Ų§Ł„Ł„Ł‡ ŲŖŲ¹Ų§Ł„Ł‰ ŁŁŠ ŁƒŲŖŲ§ŲØŁ‡ Ų§Ł„ŁƒŲ±ŁŠŁ… : Ų±ŁŽŲØŁŁ‘ Ł‡ŁŽŲØŁ’ Ł„ŁŁŠ Ł…ŁŁ†ŁŽ Ų§Ł„ŲµŁŽŁ‘Ų§Ł„ŁŲ­ŁŁŠŁ†ŁŽ Ā ŁŁŽŲØŁŽŲ“ŁŽŁ‘Ų±Ł’Ł†ŁŽŲ§Ł‡Ł ŲØŁŲŗŁŁ„ŁŽŲ§Ł…Ł Ų­ŁŽŁ„ŁŁŠŁ…Ł

Ų§ŁŽŁ…ŁŽŁ‘Ų§ ŲØŁŽŲ¹Ł’ŲÆŁ: ŁŁŽŁŠŁŽŲ§Ų¹ŁŲØŁŽŲ§ŲÆŁŽ Ų§Ł„Ł„Ł‡Ł : Ų§ŁŁˆŁ’ŲµŁŁŠŁ’ŁƒŁŁ…Ł’ ŁˆŁŽŁ†ŁŽŁŁ’Ų³ŁŁŠ ŲØŁŲŖŁŽŁ‚Ł’ŁˆŁŽ Ų§Ł„Ł„Ł‡Ł ŁˆŁŽŲ·ŁŽŲ§Ų¹ŁŽŲŖŁŁ‡Ł Ł„ŁŽŲ¹ŁŽŁ„ŁŽŁ‘ŁƒŁŁ…Ł’ ŲŖŁŁŁ’Ł„ŁŲ­ŁŁˆŁ’Ł†ŁŽ. Ł‚ŁŽŲ§Ł„ŁŽ Ų§Ł„Ł„Ł‡Ł ŲŖŁŽŲ¹ŁŽŲ§Ł„ŁŽŁ‰ ŁŁŁ‰ Ų§Ł„Ł’Ł‚ŁŲ±Ł’Ų¢Ł†Ł Ų§Ł„Ł’ŁƒŁŽŲ±ŁŁŠŁ’Ł….Ā  Ų£ŁŽŲ¹ŁŁˆŁ’Ų°Ł ŲØŁŲ§Ł„Ł„Ł‡Ł Ł…ŁŁ†ŁŽ Ų§Ł„Ų“ŁŽŁ‘ŁŠŲ·ŁŽŲ§Ł†Ł Ų§Ł„Ų±ŁŽŁ‘Ų¬ŁŁŠŁ’Ł…Ł ŁŠŁŽŲ§Ų§ŁŽŁŠŁŁ‘Ł‡ŁŽŲ§ Ų§Ł„ŁŽŁ‘Ų°ŁŁŠŁ’Ł†ŁŽ Ų§ŁŽŁ…ŁŽŁ†ŁŁˆŲ§ Ų§ŲŖŁŽŁ‘Ł‚ŁŁˆŲ§ Ų§Ł„Ł„Ł‡ŁŽ Ų­ŁŽŁ‚ŁŽŁ‘ ŲŖŁŁ‚ŁŽŲ§ŲŖŁŁ‡Ł ŁˆŁŽŁ„Ų§ŁŽ ŲŖŁŽŁ…ŁŁˆŁ’ŲŖŁŁ†ŁŽŁ‘ Ų§ŁŁ„Ų§ŁŽŁ‘ ŁˆŁŽŲ§ŁŽŁ†Ł’ŲŖŁŁ…Ł’ Ł…ŁŲ³Ł’Ł„ŁŁ…ŁŁˆŁ’Ł†ŁŽ. Ų§Ł„Ł„Ł‡ Ų£ŁƒŲØŲ± ŲŒ Ų§Ł„Ł„Ł‡ Ų£ŁƒŲØŲ±ŲŒ Ų§Ł„Ł„Ł‡ Ų£ŁƒŲØŲ± ŲŒ ŁˆŁ„Ł„Ł‡ Ų§Ł„Ų­Ł…ŲÆ

Maā€™asyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah.

Alhamdulillah, kita panjatkan segala puji dan syukur bagi Allah SWT. Allah satu-satunya Tuhan. Itu berarti tidak ada tuhan selain Dia. Tidak ada satu zat pun, apa punĀ  dan siapa pun yang pantas, yang berhak, yang layak, dan yang wajib kita ibadahi selain Allah. Peribadatan dan penghambaan hanya kita pasrahkan kepada Allah SWT. Allah Sang Pencipta dan Pemilik jagat raya,Ā  pemelihara langit dan bumi seisinya. Inilah tauhid, inti ajaranĀ  para rasul sejak Adam AS hingga Muhammad SAW. Tauhid yang harus kita pegang dengan teguh sampai kapan pun dan apa pun konsekwensinya.

Kemudian kita mohonkan agar shalawat dan salam tetap Allah limpahkah kepada Muhammad Rasulullah SAW. Khataman nabiyyin yang dengan risalah yang dibawanya, sanggup mengantarkanĀ  ummatnya pada kebahagiaan dunia dan akhirat. Pemimpin pemberi uswah terbaik yang tiada banding dan tiada tanding.

Hari ini gema takbir berkumandang memenuhi langit. Bersahut-sahutan tiada henti. Hati siapakah yang tidak tergetar mendengar keagungan dan kebesaran Allah terus-menerus dilantunkan oleh lebih dari 1,5 miliar manusia di seluruh pelosok bumi? Takbir itu terus bergema dan menggelegar, sambung-menyambung dari satu negeri ke negeri lain. Hanya hati yang telah mengeras bagai batu belaka yang tidak merespon dengan amat positif salah satu tanda-tanda kebesaran Allah ini.

 

1442977752

Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar

Jamaah Idul Adha yang dirahmati Allah

Setiap kali sampai pada momen Idul Adha, kita diingatkan kembali akan kisah agung keluarga Ibrahim AS. Kisah penuh teladan bagi segenap manusia sepanjang zaman. Kisah yang telah dengan amat indah Allah rekam dalam surat TQS. Ash Shafaat [37] : 100-113.

Kisah keluarga Ibrahim telah menjadi legenda sejak lebih dari 5.000 tahun silam. Inilah kisah keluarga teladan. Keluarga yang telah berhasil membangun dan menanamkan tauhid pada segenap sendi-sendi kehidupan. Ibrahim, Hajar, dan Ismail adalah potret anggota keluarga sempurna dalam pengabdian dan penghambaan kepada Allah SWT, robbul ā€˜izzati. Setiap individu dalam keluarga utama ini, benar-benar menunjukkan kwalitas ultraprima dalam bertauhid secara murni dan luar biasa.

Sejak kita kanak-kanak, kisah keluarga ini sudah begitu akrab. Di sekolah para guru menceritakannya. Di surau, langgar, dan mushola-mushola, para ustadz dan guru ngaji mengisahkannya. Seperti baru kemarin, kisah berusia ribuan tahun itu disampaikan kembali kepada kita. Kita masih ingat, bagaimana Ibrahim AS teramat sangat merindukan anak. Di usianya yang sudah renta, Allah belum juga menganugrahi keturunan baginya. Sementara Sarah, istrinya yang juga sudah tua, tidak kunjung menunjukkan tanda-tanda kehamilan. Buat Ibrahim AS, anak bukanlah sekadar pelanjut keturunan. Bagi sang khalilullah, kekasih Allah ini, anak juga sekaligus pewaris risalah kenabian.

Berapa lama di antara kita yang menanti kehadiran si buah hati dalam keluarga? Lima tahun? Tujuh tahun? 10 tahun, 12 tahun, atau mungkin bahkan 15 tahun? Suasana seperti apakah yang mewarnai kehidupan keluarga tanpa tangis bayi? Sepi. Sunyi. Sepertinya hari demi hari berlalu berselimut suram dan muram. Hampir pasti, hari-hari seperti itulah yang dijalani pasangan Ibrahim AS dan Sarah.Ā  Namun Ibrahim tidak putus-putusnya terus berdoa kepada Allah agar dikaruniai keturunan.

Ų±ŁŽŲØŁŁ‘ Ł‡ŁŽŲØŁ’ Ł„ŁŁŠ Ł…ŁŁ†ŁŽ Ų§Ł„ŲµŁŽŁ‘Ų§Ł„ŁŲ­ŁŁŠŁ†ŁŽ (100) ŁŁŽŲØŁŽŲ“ŁŽŁ‘Ų±Ł’Ł†ŁŽŲ§Ł‡Ł ŲØŁŲŗŁŁ„ŁŽŲ§Ł…Ł Ų­ŁŽŁ„ŁŁŠŁ…Ł (101

Ā 

Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh. Maka Kami beri Dia khabar gembira dengan seorang anak yang Amat sabar. (TQS. Ash Shafaat [37] : 100-101)

Alhamdulillah, sejarah akhirnya mengabarkan, melalui Hajar, Allah menganugrahi Ibrahim AS keturunan. Lahirlah Ismail, bayi laki-laki yang telah teramat lama didamba. Kalau saja kita mencoba hadir pada peristiwa itu, maka akan dapat kita rasakan betapa kebahagiaan membuncah dari dada Ibrahim AS dan istrinya Hajar. Anak yang diharapkan telah hadir di pangkuan. Sejuta doa dan harapan tumpah-ruah kepada si bayi. Kasih dan sayang tercurah bagi penyambung risalah dan keturunan, Ismail kecil. Hari-hari pun bagai dipenuhi pelangi. Warna-warni indah senantiasa mengiringi. Senyum dan tawa bahagia setiap saat pecah menghiasi kehidupan keluarga utama ini.

Namun agaknya Allah punya rencana sendiri. Allah ingin menguji cinta Ibrahim kepadaNya. Adakah cinta kepada Allah itu adalah cinta yang tidak tertandingi? Atau, jangan-jangan Ismail yang amat rindukan itu menjadi ā€œpesaingā€ cinta Ibrahim kepada Allah Tuhannya yang Maha Agung?

ŁŁŽŁ„ŁŽŁ…ŁŽŁ‘Ų§ ŲØŁŽŁ„ŁŽŲŗŁŽ Ł…ŁŽŲ¹ŁŽŁ‡Ł Ų§Ł„Ų³ŁŽŁ‘Ų¹Ł’ŁŠŁŽ Ł‚ŁŽŲ§Ł„ŁŽ ŁŠŁŽŲ§ ŲØŁŁ†ŁŽŁŠŁŽŁ‘ Ų„ŁŁ†ŁŁ‘ŁŠ Ų£ŁŽŲ±ŁŽŁ‰ ŁŁŁŠ Ų§Ł„Ł’Ł…ŁŽŁ†ŁŽŲ§Ł…Ł Ų£ŁŽŁ†ŁŁ‘ŁŠ Ų£ŁŽŲ°Ł’ŲØŁŽŲ­ŁŁƒŁŽ ŁŁŽŲ§Ł†Ł’ŲøŁŲ±Ł’ Ł…ŁŽŲ§Ų°ŁŽŲ§ ŲŖŁŽŲ±ŁŽŁ‰ Ł‚ŁŽŲ§Ł„ŁŽ ŁŠŁŽŲ§ Ų£ŁŽŲØŁŽŲŖŁ Ų§ŁŁ’Ų¹ŁŽŁ„Ł’ Ł…ŁŽŲ§ ŲŖŁŲ¤Ł’Ł…ŁŽŲ±Ł Ų³ŁŽŲŖŁŽŲ¬ŁŲÆŁŁ†ŁŁŠ Ų„ŁŁ†Ł’ Ų“ŁŽŲ§Ų”ŁŽ Ų§Ł„Ł„ŁŽŁ‘Ł‡Ł Ł…ŁŁ†ŁŽ Ų§Ł„ŲµŁŽŁ‘Ų§ŲØŁŲ±ŁŁŠŁ†ŁŽ (Ų§Ł„ŲµŲ§ŁŲ§ŲŖ: 102

Ā 

Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku Termasuk orang-orang yang sabar”. (TQS. Ash Shafaat [37] ; 102)

Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar

Bapak-bapak, Ibu-ibu, dan saudara-saudara yang saya hormati

Perasaan seperti apakah yang menyelimuti Ibrahim saat mendapat perintah menyembelih Ismail, putra yang amat dikasihinya? Dapatkah kita bayangkan, setelah puluhan tahun menanti keturunan, bahkan ketika fisiknya sudah semakin renta, lalu ketika anak yang teramat didamba itu ada, Allah perintahkan untuk menyembelih? Ibrahim pun menghadapi dua pilihan, mengikuti perasaan hatinya dengan ā€menyelamatkanā€ Ismail buah cinta keluarga. Atau, menaati perintah Allah dengan ā€mengorbankanā€ putra kesayangannya.

Situasi seperti inilah yang sejatinya setiap saat kita hadapi dalam hidup sehari-hari. Mengutamakan Allah dan rasulNya, atau memilih tetap menggenggam ā€˜Ismail-Ismailā€™ lain di sekeliling kita? Walau sering lidah kita mengatakan, ā€œini adalah karunia Allahā€, namun praktiknya kita sering merasa menjadi ā€˜pemilikā€™ karunia itu.

Sekarang, mari kita kenali segala sesuatu yang kita cintai. Begitu kita cintai sesuatu itu, hingga kita rela mengorbankan apa saja untuknya. Ketahuilah, itulah ā€˜Ismailā€™ kita. ā€˜Ismailā€™ kita adalah segala sesuatu yang dapat melemahkan iman dan dapat menghalangi kita menuju taat kepada Allah. Setiap sesuatu yang dapat membuat diri kita tidak mendengarkan perintah Allah dan enggan mengikuti kebenaran. ā€˜Ismailā€™ kita adalah setiap sesuatu yang menghalangi kita untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban syarā€™i. Setiap sesuatu yang menyebabkan dan menjadikan kita mengajukan bermacam alasan dan dalih untuk menghindar dari perintah Allah SWT.

Anak, istri, keluarga, kerabat, harta benda, perniagaan/bisnis, rumah-rumah tinggal sejatinya adalah ā€˜Ismail-ismailā€™ buat kita. Jika semua itu lebih kita cintai daripada cinta kepada Allah, Rasul-Nya, dan jihad di jalan Allah, maka sungguh, kita sudah membuat pilihan yang keliru. Karena dengan demikian, berbagai karunia yang Allah anugrahkan tadi, buat kita telah menjadi tuhan-tuhan tandingan bagi Allah. Dan itu artinya, kita sedang menanam benih-benih yang akan berujung pada panen kemurkaan Allah. Naudzu billahi mindzalik!

Ā Ł‚Ł„ Ų„Ł† ŁƒŲ§Ł† Ų¢ŲØŲ§Ų¤ŁƒŁ… ŁˆŲ£ŲØŁ†Ų§Ų¤ŁƒŁ… ŁˆŲ„Ų®ŁˆŲ§Ł†ŁƒŁ… ŁˆŲ£Ų²ŁˆŲ§Ų¬ŁƒŁ… ŁˆŲ¹Ų“ŁŠŲ±ŲŖŁƒŁ… ŁˆŲ£Ł…ŁˆŲ§Ł„ Ų§Ł‚ŲŖŲ±ŁŲŖŁ…ŁˆŁ‡Ų§ ŁˆŲŖŲ¬Ų§Ų±Ų© ŲŖŲ®Ų“ŁˆŁ† ŁƒŲ³Ų§ŲÆŁ‡Ų§ ŁˆŁ…Ų³Ų§ŁƒŁ† ŲŖŲ±Ų¶ŁˆŁ†Ł‡Ų§ Ų£Ų­ŲØ Ų„Ł„ŁŠŁƒŁ… Ł…Ł† Ų§Ł„Ł„Ł‡ ŁˆŲ±Ų³ŁˆŁ„Ł‡ ŁˆŲ¬Ł‡Ų§ŲÆ ŁŁŠ Ų³ŲØŁŠŁ„Ł‡ ŁŲŖŲ±ŲØŲµŁˆŲ§ Ų­ŲŖŁ‰ ŁŠŲ£ŲŖŁŠ Ų§Ł„Ł„Ł‡ ŲØŲ£Ł…Ų±Ł‡ ŁˆŲ§Ł„Ł„Ł‡ Ł„Ų§ ŁŠŁ‡ŲÆŁŠ Ų§Ł„Ł‚ŁˆŁ… Ų§Ł„ŁŲ§Ų³Ł‚ŁŠŁ†

Katakanlah: “Jika bapa-bapa kamu, anak-anak kamu, saudara-saudara kamu, isteri-isteri kamu, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan NYA”. dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik (Al-taubah; 24).

Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar

Maā€™asyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah.

Ā Hikmah lain yang bisa kita petik dari kisah agung ini adalah betapa luar biasanya Ismail. Sebagai seorang pemuda, yang tengah tumbuh dengan segala potensinya, yang masa depan gemilang menantinya, Ismail telah menunjukkan kualitas jauh di atas rata-rata. Tauhid telah terpatri dengan sangat kokoh di dadanya.

Bisakah kita membayangkan, perasaan seperti apakah yang kira-kira berkecamuk di dada seorang pemuda, ketika ayah yang amat dicintai dan mencintainya, berkata akan menyembelihnya? Benarkah ayahandanya itu sungguh-sungguh mencintainya? Kalau benar, cinta seperti apakah yang mampu menggerakkan lidah ayahandanya untuk mengucapkan kata-kata itu?

Tapi lagi-lagi Ismail bukanlah seorang pemuda rata-rata. Perintah yang amat berat itu pun disambut Ismail dengan penuh kesabaran. Dia menyanggupi menyerahkan lehernya untuk disembelih. Bukan itu saja, Ismail yang tahu persis bahwa perintah itu pasti amat berat bagi ayahandanya, bahkan mendorong keteguhan jiwa Ibrahim AS untuk melaksanakan perintah Allah tersebut.

Wahai bapakku, lakukanlah apa yang diperintahkan kepadamu. Insyaā€™a Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabarā€ (TTQS ash-Shaffat [37]: 102)

Pertanyaan besar yang bisa diajukan dari adegan luar biasa ini adalah, gerangan apakah yang membuat Ismail menjadi setegar ini? Menu apakah yang setiap hari mengisi kepala dan dadanya, sehingga dia bisa dengan rela menyerahkan lehernya untuk disembelih ayahnya? Pendidikan seperti apa yang bahkan membuat Ismail juga meneguhkan hati ayahnya agar tidak ragu-ragu melaksanakan perintah Allah?

Tentu saja kehebatan Ismail itu bukanlah sesuatu yang instan apalagi sim salabim. Keluarbiasaan Ismail adalah buah dari pendidikan dan bimbingan dari seorang ibu yang juga sangat luar biasa. Inilah peran dahsyat dari Siti Hajar, perempuan yang telah dipilih Allah untuk mendampingi Ibrahim AS dan melahirkan keturunan para nabi. Dia telah mampu membentuk bayi merah Ismail yang ditinggalkan suaminya di tengah padang gersang tak berpenghuni, menjadi anak muda istimewa. Hajar telah suskes mentransformasikan kesalehan, kesabaran, kepasrahan, dan ketakwaannyaĀ Ā  kepada anak yang amat dicintainya.Ā  Dan, proses transformasi itu berlangsung setiap hari, setiap detik, setiap saat.

Bagaimana dengan pemuda-pemuda kita hari ini? Adakah mereka mewarisi kedahsyatan Ismail? Sayang sekali, yang terjadi justru sebaliknya. Sebagian (besar) anak-anak muda kita, pelajar dan mahasiswa kita, hari-harinya dipenuhi dengan berbagai perilaku memprihatinkan. Tawuran pelajar, penyalahgunaan narkoba, dan seks bebas telah menjadi konsumsi harian mereka.

Data-data yang tersaji tentang perilaku anak-anak muda kita sungguh membuat miris. Menurut Komisi Perlindungan Anak (KPAI), misalnya, pada semester satu 2012 saja ada 229 kasus tawuran antarpelajar, 19 tewas dan sisanya luka berat dan ringan. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2011, yaitu 128 kasus tawuran.

Badan Narkotika Nasional (BNN) menyebut pada 2008 terdapat 3,4 juta penyalahgunaan narkoba. Angkanya naik menjadi 3,83 juta pada 2010. Pada 2015, diperkirakan jumlah pengguna narkoba menembus 5,13 juta jiwa.

Sementara itu, seks bebas juga marak di kalangan remaja. Hal itu antara lain ditandai dengan tingginya angka aborsi di kalangan remaja. Komnas Perlindungan Anak (PA) mencatat, pada periode 2008ā€“2010 terjadi 2,5 juta kasus, 62,6% dilakukan anak di bawah umur 18 tahun.

Sementara berdasarkan data dari BKKBN Ā tahun 2013, anak usia 10-14 tahun yang telah melakukan aktivitas seks bebas atau seks di luar nikah mencapai 4,38%. Sedangkan padausia 14-19 tahun sebanyak 41,8% telah melakukan aktivitas seks bebas.Ā  Data lain mengatakan bahwa tidak kurang dari 700.000 siswi melakukan aborsi setiap tahunnya.

Apa yang terjadi dengan pemuda-pemudi kita? Kenapa ini bisa terjadi? Benarkah anak-anak muda itu nakal? Kurang ajar, tidak bermoral, dan berkhlak rendah? Sudah berapa lama ini semua terjadi?

Semestinya bukan pertanyaan-pertanyaan bernada kecaman seperti itu yang kita sorongkan. Pertanyaan yang seharusnya diajukan adalah, dimana saja selama ini kita; para orang tua, guru, dan pemerintah berada? Apa yang telah kita lakukan dan berikan kepada anak-anak itu?

Sebagai orang tua, bukankah selama ini nyaris tidak ada apa pun yang kita berikan kepada anak-anak itu? Kita sudah merasa menuntaskan kewajiban jika sudah menjejali mereka dengan aneka hadiah dan kebutuhan fisiknya. Pertanyaannya, adakah perhatian dan kasih-sayang kita masih tercurah kepada mereka? Bagaimana dengan waktu dan kebersamaan di rumah dan keluarga? Masihkah kita shalat berjamaah dan membaca al quran bersama mereka? Dan, di atas semua itu, masih adakah teladan yang kita tunjukkan kepada anak-anak itu?

Bukankah di rumah kita telah menjadi para diktator bagi anak-anak. Kita melarang mereka melakukan ini-itu. Namun pada saat yang sama kita tetap saja asyik dengan larangan tersebut. Para ayah melarang anak-anaknya merokok, sementara di sela-sela jemarinya terselip rokok yang masih mengepulkan asap. Para ibu menyuruh anak-anaknya belajar dan melarang mereka menonton tv, sementara dia sendiri asyik duduk di sofa sambil matanya tidak lepas dari sinetron pengumbar mimpi dan nafsu.

Para guru di sekolah mengajarkan moral kepada para siswanya, sementara berbagai kecurangan terus dilakukan. Tidak disiplin dengan kehadiran yang membuat anak-anak gaduh di kelas. Sibuk mencari tambahan di luar kelas hingga kwalitas pengajaran terus melorot. Para kepala sekolah sibuk mengutak-atik anggaran bantuan operasional sekolah (BOS) untuk kepentingan sendiri.

Para pejabat publik di eksekutif, legislatif, dan yudikatif yang digaji dengan uang rakyat, tidak lagi memikirkan dan bekerja dengan sungguh-sungguh agar rakyatnya sejahtera dan tercerahkan. Mereka justru sibuk bermanuver untuk melanggengkan jabatan untuk menumpuk harta dan kekuasaan, kekuasaan dan harta.

Teladan telah menjadi barang amat langka di negeri ini. Anak-anak kita tidak lagi bisa menemukan contoh hidup sederhana, arif, santun, dan penuh kasih kepada sesama yang bisa ditiru. Yang ada, setiap hari mereka dijejali dengan budaya hedonis, konsumtif, koruptif, dan manipulatif. Dan semua hal buruk itu setiap saat dipertontonkanĀ  dengan sangat telanjang oleh para orang tua di rumah, guru di sekolah, dan para pejabat di kursi-kursi kekuasaannya.

Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar

Jamaah Idul Adha yang dirahmati Allah

Kalau kita ingin memiliki anak seperti Ismail, maka dengan sendirinya diperlukan seorang bapak seperti Ibrahim AS. Tentu saja, tidak 100% seperti Ibrahim. Mungkin cuma 50%, 25%, 10%, bahkan mungkin 1% dari kualitas Ibrahim. Anak-anak seperti Ismail juga memerlukan seorang ibu seperti Hajar. Tentu saja, tidak 100% seperti Hajar. Cukup 50%, 25%, 10%, bahkan mungkin 1% dari kualitas bunda Hajar.

Pertanyaannya sekarang, seper berapa persenkah para bapak dan suamiĀ  zaman ini dari Ibrahim? Apakah ada tanda-tanda bunda Hajar pada istri dan para ibu di rumah tangga kita sekarang? Dimanakah kita bertemu jodoh yang kemudian berlanjut pada pernikahan dan keluarga? Apakah di night club, karaoke atau lokasi-lokasi maksiat lain yang menjadi tempat pertemuan dengan jodoh kita?

Jangan pernah berharap di rumah kita akan hadir anak-anak sekelas Ismail, kalau kita sendiri sebagai orang tua tidak mewarisi keutamaan Ibrahim dan Hajar. Sebagai kepala keluarga, sudahkah para bapak hanya memberi nafkah anak dan istri dengan harta yang halal? Adakah rupiah yang kita bawa pulang benar-benar bersih dari unsur haram? Sah dan halalkah kelebihan penghasilan di luar gaji yang kita berikan kepada anak istri dalam bentuk nafkah, rumah, vila, tabungan dan deposito, saham dan obligasi, mobil, dan harta benda lain?

Ibu seperti apakah yang mampu melahirkan dan membimbing anak-anaknya seperti Ismail? Atau, ibu yang bagaimanakah yang memiliki surga di bawah telapak kakinya? Al-jannatu tahta aqdamil ummahat, surga di bawah telapak kaki ibu. Sebagian ulama memang menyebut ini hadits palsu. Sebagian lain mengatakan munkar, karena ada Manshur dan Abu Nadzhar, sebagai perawi tidak dikenal. Bahkan Al-Hafidz menyebutkan perawi lain hadits ini, yaitu Musa, adalah al-kadzdzabatau pendusta.

Meski demikian, ada hadits lain yang senada namun punya kedudukan shahih. Sanad hadits ini oleh banyak ulama diterima sebagai hadits yang hasan. Bahkan Al-Hakim dan Adz-Dzahabi menyebutnya sebagai hadits shahih. Hadits itu adalah hadits dari Mu’awiyah bin Jahimah. Beliau pernah mendatangi Rasulullah SAW dan bertanya :

Ya, Rasulallah. Aku ingin ikut dalam peperangan, tapi sebelumnya Aku minta pendapat Anda”. Rasulullah SAW bertanya, “Apakah kamu masih punya ibu?”. “Punya”, jawabnya. Rasulullah SAW,” Jagalah ibumu, karena sesungguhnya surga itu di bawah kedua telapak kakinya“. (HR. An-Nasai, Ahmad dan Ath-Thabarani).

Pesan yang ingin disampaikan di sini adalah, hanya para ibu utama dan mulia saja yang mampu menyediakan surga di bawah telapak kakinya. Dan para ibu itu juga tidak sendiri. Mereka harus didampingi para suami yang sholeh, yang memurnikan tauhidnya sesuai dengan millah Ibrahim yang hanif.

Di tangan para orang tua seperti inilah kelak akan lahir dan terbentuk anak-anak yang berakhalak mulia. Generasi muslim yang juga memegang tahuid dengan teguh dan istiqomah. Sebab, pada dasarnya tiap anak lahir dengan bersih. Ibu dan bapaknyalah yang akan mewarnai anak-anak itu menjadi ā€œsesuaiā€ di kemudian hari.

ŁŠŁ…Ų¬Ų³Ų§Ł†Ł‡ Ų£Łˆ ŁŠŁ†ŲµŲ±Ų§Ł†Ł‡ Ų£Łˆ ŁŠŁ‡ŁˆŲÆŲ§Ł†Ł‡ ŁŲ£ŲØŁˆŲ§Ł‡ Ų§Ł„ŁŲ·Ų±Ų© Ų¹Ł„Ł‰ ŁŠŁˆŁ„ŲÆ Ł…ŁˆŁ„ŁˆŲÆ ŁƒŁ„

ā€œSetiap anak dilahirkan dlm keadaan fitrah (Islam), maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nashrani atau Majusi.ā€ (HR. al-Bukhari&Muslim)

ŲØŁ†ŁŲ³Łƒ Ų„ŲØŲÆŲ”,

mulailah dari dirimu sendiri.

Demikian Muhammad Rasulullah SAW bersabda. Jika para orang tua memulai dari diri sendiri, baik dalam hal kebaikan dan menghindari keburukan, maka anak-anak akan menemukan teladan. Para pemuda-pemudi kita bisa menduplikasi perilaku mulia dari orang tua, guru, dan para pejabat publik negeri ini. Alangkah indahnya hidup ini dan damainya Indonesia, jika tiap keluarga hanya menularkan kebaikan dalam perilaku sehari-harinya. Tidak ada lagi perkelahian antarpelajar. Tidak ada lagi tawuran antakampung. Tidak ada lagi korupsi yang menyengsarakan rakyat. Sungguh, Indonesia akan menjadi baldatun thoyibatun warobbun ghafur. Sebuah negara yang baik dan berada di bawah perlindungan Allah yang Maha Pengampun. Insya Allah, aamiin…

 

Ų£Ų¹ŁŁˆŁ’Ų°Ł ŲØŁŲ§Ł„Ł„Ł‡Ł Ł…ŁŁ†ŁŽ Ų§Ł„Ų“Ł‘ŁŽŁŠŁ’Ų·Ł†Ł Ų§Ł„Ų±Ł‘ŁŽŲ¬ŁŁŠŁ’Ł…Ł. ŲØŁŲ³Ł’Ł…Ł Ų§Ł„Ł„Ł‡Ł Ų§Ł„Ų±Ł‘ŁŽŲ­Ł’Ł…Ł†Ł Ų§Ł„Ų±Ł‘ŁŽŲ­ŁŁŠŁ…Ł. Ų„ŁŁ†Ł‘ŁŽŲ§ Ų£ŁŽŲ¹Ł’Ų·ŁŽŁŠŁ’Ł†ŁŽŲ§ŁƒŁŽ Ų§Ł„Ł’ŁƒŁŽŁˆŁ’Ų«ŁŽŲ±ŁŽ ŁŁŽŲµŁŽŁ„Ł‘Ł Ł„ŁŲ±ŁŽŲØŁ‘ŁŁƒŁŽ ŁˆŁŽŲ§Ł†Ł’Ų­ŁŽŲ±Ł’ Ų„ŁŁ†Ł‘ŁŽ Ų“ŁŽŲ§Ł†ŁŲ¦ŁŽŁƒŁŽ Ł‡ŁŁˆŁŽ Ų§Ł„Ł’Ų£ŁŽŲØŁ’ŲŖŁŽŲ±ŁĀ ŲØŁŽŲ§Ų±ŁŽŁƒŁŽ Ų§Ł„Ł„Ł‡Ł Ł„ŁŁŠ ŁˆŁŽŁ„ŁŽŁƒŁŁ…Ł’ ŁŁŁŠ Ų§Ł„Ł’Ł‚ŁŲ±Ł’Ų¢Ł†Ł Ų§Ł„Ł’Ų¹ŁŽŲøŁŁŠŁ’Ł…Ł. ŁˆŁŽŁ†ŁŽŁŁŽŲ¹ŁŽŁ†ŁŁŠ ŁˆŁŽŲ§ŁŁŠŁ‘ŁŲ§ŁƒŁŁ…Ł’ ŲØŁ…Ų§ ŁŁŠŁ‡ Ł…ŁŁ†ŁŽ Ų§Ł„Ų¢ŁŠŁŽŲ§ŲŖŁ ŁˆŁŽŲ§Ł„Ų°Ł‘ŁŁƒŁ’Ų±Ł Ų§Ł„Ł’Ų­ŁŽŁƒŁŁŠŁ’Ł…Ł. ŁˆŁŽŲŖŁŽŁ‚ŁŽŲØŁ‘ŁŽŁ„Ł’ Ł…ŁŁ†Ł‘ŁŁŠŁ’ ŁˆŁŽŁ…ŁŁ†Ł’ŁƒŁŁ…Ł’ ŲŖŁŁ„Ų§ŁˆŁŽŲŖŁŽŁ‡Ł Ų§ŁŁ†Ł‘Ł‡Ł Ł‡ŁŁˆŁŽ Ų§Ł„Ų³Ł‘ŁŽŁ…ŁŁŠŁ’Ų¹Ł Ų§Ł’Ł„Ų¹ŁŽŁ„ŁŁŠŁ’Ł…Ł. ŁŁŽŲ§Ų³Ł’ŲŖŁŽŲŗŁ’ŁŁŲ±ŁŁˆŁ’Ų§ Ų§ŁŁ†Ł‘ŁŽŁ‡Ł Ł‡ŁŁˆŁŽŲ§Ł’Ł„ŲŗŁŽŁŁŁˆŁ’Ų±Ł Ų§Ł„Ų±Ł‘ŁŽŲ­ŁŁŠŁ’Ł…Ł

KHUTBAH KEDUA:

Ų§Ł„Ł„Ł‡Ł Ų§ŁŽŁƒŁ’ŲØŁŽŲ±Ł’ (3Ɨ) Ų§Ł„Ł„Ł‡Ł Ų§ŁŽŁƒŁ’ŲØŁŽŲ±Ł’ (4Ɨ) Ų§Ł„Ł„Ł‡Ł Ų§ŁŽŁƒŁ’ŲØŁŽŲ±Ł’ ŁƒŲØŁŠŲ±Ų§ ŁˆŁŽŲ§Ł’Ł„Ų­ŁŽŁ…Ł’ŲÆŁ Ł„Ł„Ł‡Ł ŁƒŁŽŲ«ŁŁŠŁ’Ų±Ł‹Ų§ ŁˆŁŽŲ³ŁŲØŁ’Ų­ŁŽŲ§Ł†ŁŽ Ų§Ł„Ł„Ł‡ ŲØŁŁƒŁ’Ų±ŁŽŲ©Ł‹ ŁˆŁŽ Ų£ŁŽŲµŁ’ŁŠŁ’Ł„Ų§Ł‹ Ł„Ų§ŁŽ Ų§ŁŁ„ŁŽŁ‡ŁŽ Ų§ŁŁ„Ų§Ł‘ŁŽ Ų§Ł„Ł„Ł‡Ł ŁˆŁŽŲ§Ł„Ł„Ł‡Ł ŁˆŁŽ Ų§Ł„Ł„Ł‡Ł Ų§ŁŽŁƒŁ’ŲØŁŽŲ±Ł’ Ų§Ł„Ł„Ł‡Ł Ų§ŁŽŁƒŁ’ŲØŁŽŲ±Ł’ ŁˆŁŽŁ„Ł„Ł‡Ł Ų§Ł’Ł„Ų­ŁŽŁ…Ł’ŲÆŁ

Ų§ŁŽŁ„Ł’Ų­ŁŽŁ…Ł’ŲÆŁ Ł„Ł„Ł‡Ł Ų¹ŁŽŁ„Ł‰ŁŽ Ų§ŁŲ­Ł’Ų³ŁŽŲ§Ł†ŁŁ‡Ł ŁˆŁŽŲ§Ł„Ų“Ł‘ŁŁƒŁ’Ų±Ł Ł„ŁŽŁ‡Ł Ų¹ŁŽŁ„Ł‰ŁŽ ŲŖŁŽŁˆŁ’ŁŁŁŠŁ’Ł‚ŁŁ‡Ł ŁˆŁŽŲ§ŁŁ…Ł’ŲŖŁŁ†ŁŽŲ§Ł†ŁŁ‡Ł. ŁˆŁŽŲ§ŁŽŲ“Ł’Ł‡ŁŽŲÆŁ Ų§ŁŽŁ†Ł’ Ł„Ų§ŁŽ Ų§ŁŁ„ŁŽŁ‡ŁŽ Ų§ŁŁ„Ų§Ł‘ŁŽ Ų§Ł„Ł„Ł‡Ł ŁˆŁŽŲ§Ł„Ł„Ł‡Ł ŁˆŁŽŲ­Ł’ŲÆŁŽŁ‡Ł Ł„Ų§ŁŽ Ų“ŁŽŲ±ŁŁŠŁ’ŁƒŁŽ Ł„ŁŽŁ‡Ł ŁˆŁŽŲ§ŁŽŲ“Ł’Ł‡ŁŽŲÆŁ Ų§ŁŽŁ†Ł‘ŁŽ Ų³ŁŽŁŠŁ‘ŁŲÆŁŽŁ†ŁŽŲ§ Ł…ŁŲ­ŁŽŁ…Ł‘ŁŽŲÆŁ‹Ų§ Ų¹ŁŽŲØŁ’ŲÆŁŁ‡Ł ŁˆŁŽŲ±ŁŽŲ³ŁŁˆŁ’Ł„ŁŁ‡Ł Ų§Ł„ŲÆŁ‘ŁŽŲ§Ų¹ŁŁ‰ Ų§ŁŁ„Ł‰ŁŽ Ų±ŁŲ¶Ł’ŁˆŁŽŲ§Ł†ŁŁ‡Ł. Ų§Ł„Ł„Ł‡ŁŁ…Ł‘ŁŽ ŲµŁŽŁ„Ł‘Ł Ų¹ŁŽŁ„ŁŽŁ‰ Ų³ŁŽŁŠŁ‘ŁŲÆŁŁ†ŁŽŲ§ Ł…ŁŲ­ŁŽŁ…Ł‘ŁŽŲÆŁ ŁˆŁŁŽŲ¹ŁŽŁ„ŁŽŁ‰ Ų§ŁŽŁ„ŁŁ‡Ł ŁˆŁŽŲ§ŁŽŲµŁ’Ų­ŁŽŲ§ŲØŁŁ‡Ł ŁˆŁŽŲ³ŁŽŁ„Ł‘ŁŁ…Ł’ ŲŖŁŽŲ³Ł’Ł„ŁŁŠŁ’Ł…Ł‹Ų§ ŁƒŁŁŽŲ«ŁŠŁ’Ų±Ł‹Ų§

Ų§ŁŽŁ…Ł‘ŁŽŲ§ ŲØŁŽŲ¹Ł’ŲÆŁ ŁŁŽŁŠŲ§ŁŽ Ų§ŁŽŁŠŁ‘ŁŁ‡ŁŽŲ§ Ų§Ł„Ł†Ł‘ŁŽŲ§Ų³Ł Ų§ŁŲŖŁ‘ŁŽŁ‚ŁŁˆŲ§ Ų§Ł„Ł„Ł‡ŁŽ ŁŁŁŠŁ’Ł…ŁŽŲ§ Ų§ŁŽŁ…ŁŽŲ±ŁŽ ŁˆŁŽŲ§Ł†Ł’ŲŖŁŽŁ‡ŁŁˆŁ’Ų§ Ų¹ŁŽŁ…Ł‘ŁŽŲ§ Ł†ŁŽŁ‡ŁŽŁ‰ ŁˆŁŽŲ§Ų¹Ł’Ł„ŁŽŁ…ŁŁˆŁ’Ų§ Ų§ŁŽŁ†Ł‘ŁŽ Ų§Ł„Ł„Ł‡Ł‘ Ų§ŁŽŁ…ŁŽŲ±ŁŽŁƒŁŁ…Ł’ ŲØŁŲ§ŁŽŁ…Ł’Ų±Ł ŲØŁŽŲÆŁŽŲ£ŁŽ ŁŁŁŠŁ’Ł‡Ł ŲØŁŁ†ŁŽŁŁ’Ų³ŁŁ‡Ł ŁˆŁŽŲ«ŁŽŁ€Ł†ŁŽŁ‰ ŲØŁŁ…ŁŽŁ„Ų¢ Ų¦ŁŁƒŁŽŲŖŁŁ‡Ł ŲØŁŁ‚ŁŲÆŁ’Ų³ŁŁ‡Ł ŁˆŁŽŁ‚ŁŽŲ§Ł„ŁŽ ŲŖŁŽŲ¹Ų§ŁŽŁ„ŁŽŁ‰ Ų§ŁŁ†Ł‘ŁŽ Ų§Ł„Ł„Ł‡ŁŽ ŁˆŁŽŁ…ŁŽŁ„Ų¢ Ų¦ŁŁƒŁŽŲŖŁŽŁ‡Ł ŁŠŁŲµŁŽŁ„Ł‘ŁŁˆŁ’Ł†ŁŽ Ų¹ŁŽŁ„Ł‰ŁŽ Ų§Ł„Ł†Ł‘ŁŽŲØŁŁ‰ ŁŠŲ¢ Ų§ŁŽŁŠŁ‘ŁŁ‡ŁŽŲ§ Ų§Ł„Ł‘ŁŽŲ°ŁŁŠŁ’Ł†ŁŽ Ų¢Ł…ŁŽŁ†ŁŁˆŁ’Ų§ ŲµŁŽŁ„Ł‘ŁŁˆŁ’Ų§ Ų¹ŁŽŁ„ŁŽŁŠŁ’Ł‡Ł ŁˆŁŽŲ³ŁŽŁ„Ł‘ŁŁ…ŁŁˆŁ’Ų§ ŲŖŁŽŲ³Ł’Ł„ŁŁŠŁ’Ł…Ł‹Ų§. Ų§Ł„Ł„Ł‡ŁŁ…Ł‘ŁŽ ŲµŁŽŁ„Ł‘Ł Ų¹ŁŽŁ„ŁŽŁ‰ Ų³ŁŽŁŠŁ‘ŁŲÆŁŁ†ŁŽŲ§ Ł…ŁŲ­ŁŽŁ…Ł‘ŁŽŲÆŁ ŲµŁŽŁ„Ł‘ŁŽŁ‰ Ų§Ł„Ł„Ł‡Ł Ų¹ŁŽŁ„ŁŽŁŠŁ’Ł‡Ł ŁˆŁŽŲ³ŁŽŁ„Ł‘ŁŁ…Ł’ ŁˆŁŽŲ¹ŁŽŁ„ŁŽŁ‰ Ų¢Ł„Ł Ų³ŁŽŁŠŁ‘ŁŲÆŁŁ†Ų§ŁŽ Ł…ŁŲ­ŁŽŁ…Ł‘ŁŽŲÆŁ ŁˆŁŽŲ¹ŁŽŁ„ŁŽŁ‰ Ų§ŁŽŁ†Ł’ŲØŁŁŠŲ¢Ų¦ŁŁƒŁŽ ŁˆŁŽŲ±ŁŲ³ŁŁ„ŁŁƒŁŽ ŁˆŁŽŁ…ŁŽŁ„Ų¢Ų¦ŁŁƒŁŽŲ©Ł Ų§Ł’Ł„Ł…ŁŁ‚ŁŽŲ±Ł‘ŁŽŲØŁŁŠŁ’Ł†ŁŽ ŁˆŁŽŲ§Ų±Ł’Ų¶ŁŽ Ų§Ł„Ł„Ł‘Ł‡ŁŁ…Ł‘ŁŽ Ų¹ŁŽŁ†Ł Ų§Ł’Ł„Ų®ŁŁ„ŁŽŁŁŽŲ§Ų”Ł Ų§Ł„Ų±Ł‘ŁŽŲ§Ų“ŁŲÆŁŁŠŁ’Ł†ŁŽ Ų§ŁŽŲØŁŁ‰ ŲØŁŽŁƒŁ’Ų±ŁŁˆŁŽŲ¹ŁŁ…ŁŽŲ±ŁˆŁŽŲ¹ŁŲ«Ł’Ł…ŁŽŲ§Ł† ŁˆŁŽŲ¹ŁŽŁ„ŁŁ‰ ŁˆŁŽŲ¹ŁŽŁ†Ł’ ŲØŁŽŁ‚ŁŁŠŁ‘ŁŽŲ©Ł Ų§Ł„ŲµŁ‘ŁŽŲ­ŁŽŲ§ŲØŁŽŲ©Ł ŁˆŁŽŲ§Ł„ŲŖŁ‘ŁŽŲ§ŲØŁŲ¹ŁŁŠŁ’Ł†ŁŽ ŁˆŁŽŲŖŁŽŲ§ŲØŁŲ¹ŁŁŠ Ų§Ł„ŲŖŁ‘ŁŽŲ§ŲØŁŲ¹ŁŁŠŁ’Ł†ŁŽ Ł„ŁŽŁ‡ŁŁ…Ł’ ŲØŁŲ§ŁŲ­Ł’Ų³ŁŽŲ§Ł†Ł Ų§ŁŁ„ŁŽŁ‰ŁŠŁŽŁˆŁ’Ł…Ł Ų§Ł„ŲÆŁ‘ŁŁŠŁ’Ł†Ł ŁˆŁŽŲ§Ų±Ł’Ų¶ŁŽ Ų¹ŁŽŁ†Ł‘ŁŽŲ§ Ł…ŁŽŲ¹ŁŽŁ‡ŁŁ…Ł’ ŲØŁŲ±ŁŽŲ­Ł’Ł…ŁŽŲŖŁŁƒŁŽ ŁŠŁŽŲ§ Ų§ŁŽŲ±Ł’Ų­ŁŽŁ…ŁŽ Ų§Ł„Ų±Ł‘ŁŽŲ§Ų­ŁŁ…ŁŁŠŁ’Ł†ŁŽ

Ā 

Ų§ŁŽŁ„Ł„Ł‡ŁŁ…ŁŽŁ‘ Ų§ŲŗŁ’ŁŁŲ±Ł’ Ł„ŁŁ„Ł’Ł…ŁŲ¤Ł’Ł…ŁŁ†ŁŁŠŁ’Ł†ŁŽ ŁˆŁŽŲ§Ł’Ł„Ł…ŁŲ¤Ł’Ł…ŁŁ†ŁŽŲ§ŲŖŁ ŁˆŁŽŲ§Ł’Ł„Ł…ŁŲ³Ł’Ł„ŁŁ…ŁŁŠŁ’Ł†ŁŽ ŁˆŁŽŲ§Ł’Ł„Ł…ŁŲ³Ł’Ł„ŁŁ…ŁŽŲ§ŲŖŁ Ų§ŁŽŁ„Ų§ŁŽŲ­Ł’ŁŠŲ¢Ų”Ł Ł…ŁŁ†Ł’Ł‡ŁŁ…Ł’ ŁˆŁŽŲ§Ł’Ł„Ų§ŁŽŁ…Ł’ŁˆŁŽŲ§ŲŖŁ Ų§Ł„Ł„Ł‡ŁŁ…ŁŽŁ‘ Ų§ŁŽŲ¹ŁŲ²ŁŽŁ‘ Ų§Ł’Ł„Ų§ŁŲ³Ł’Ł„Ų§ŁŽŁ…ŁŽ ŁˆŁŽŲ§Ł’Ł„Ł…ŁŲ³Ł’Ł„ŁŁ…ŁŁŠŁ’Ł†ŁŽ ŁˆŁŽŲ£ŁŽŲ°ŁŁ„ŁŽŁ‘ Ų§Ł„Ų“ŁŁ‘Ų±Ł’ŁƒŁŽ ŁˆŁŽŲ§Ł’Ł„Ł…ŁŲ“Ł’Ų±ŁŁƒŁŁŠŁ’Ł†ŁŽ ŁˆŁŽŲ§Ł†Ł’ŲµŁŲ±Ł’ Ų¹ŁŲØŁŽŲ§ŲÆŁŽŁƒŁŽ Ų§Ł’Ł„Ł…ŁŁˆŁŽŲ­ŁŁ‘ŲÆŁŁŠŁŽŁ‘Ų©ŁŽ ŁˆŁŽŲ§Ł†Ł’ŲµŁŲ±Ł’ Ł…ŁŽŁ†Ł’ Ł†ŁŽŲµŁŽŲ±ŁŽ Ų§Ł„ŲÆŁŁ‘ŁŠŁ’Ł†ŁŽ ŁˆŁŽŲ§Ų®Ł’Ų°ŁŁ„Ł’ Ł…ŁŽŁ†Ł’ Ų®ŁŽŲ°ŁŽŁ„ŁŽ Ų§Ł’Ł„Ł…ŁŲ³Ł’Ł„ŁŁ…ŁŁŠŁ’Ł†ŁŽ ŁˆŁŽ ŲÆŁŽŁ…ŁŁ‘Ų±Ł’ Ų§ŁŽŲ¹Ł’ŲÆŁŽŲ§Ų”ŁŽŲ§Ł„ŲÆŁŁ‘ŁŠŁ’Ł†Ł ŁˆŁŽŲ§Ų¹Ł’Ł„Ł ŁƒŁŽŁ„ŁŁ…ŁŽŲ§ŲŖŁŁƒŁŽ Ų§ŁŁ„ŁŽŁ‰ ŁŠŁŽŁˆŁ’Ł…ŁŽ Ų§Ł„ŲÆŁŁ‘ŁŠŁ’Ł†Ł. Ų§Ł„Ł„Ł‡ŁŁ…ŁŽŁ‘ Ų§ŲÆŁ’ŁŁŽŲ¹Ł’ Ų¹ŁŽŁ†ŁŽŁ‘Ų§ Ų§Ł’Ł„ŲØŁŽŁ„Ų§ŁŽŲ”ŁŽ ŁˆŁŽŲ§Ł’Ł„ŁˆŁŽŲØŁŽŲ§Ų”ŁŽ ŁˆŁŽŲ§Ł„Ų²ŁŽŁ‘Ł„Ų§ŁŽŲ²ŁŁ„ŁŽ ŁˆŁŽŲ§Ł’Ł„Ł…ŁŲ­ŁŽŁ†ŁŽ ŁˆŁŽŲ³ŁŁˆŁ’Ų”ŁŽ Ų§Ł’Ł„ŁŁŲŖŁ’Ł†ŁŽŲ©Ł ŁˆŁŽŲ§Ł’Ł„Ł…ŁŲ­ŁŽŁ†ŁŽ Ł…ŁŽŲ§ ŲøŁŽŁ‡ŁŽŲ±ŁŽ Ł…ŁŁ†Ł’Ł‡ŁŽŲ§ ŁˆŁŽŁ…ŁŽŲ§ ŲØŁŽŲ·ŁŽŁ†ŁŽ Ų¹ŁŽŁ†Ł’ ŲØŁŽŁ„ŁŽŲÆŁŁ†ŁŽŲ§ Ų§ŁŁ†Ł’ŲÆŁŁˆŁ†ŁŁŠŁ’Ų³ŁŁŠŁŽŁ‘Ų§ Ų®Ų¢ŲµŁŽŁ‘Ų©Ł‹ ŁˆŁŽŲ³ŁŽŲ§Ų¦ŁŲ±Ł Ų§Ł’Ł„ŲØŁŁ„Ł’ŲÆŁŽŲ§Ł†Ł Ų§Ł’Ł„Ł…ŁŲ³Ł’Ł„ŁŁ…ŁŁŠŁ’Ł†ŁŽ Ų¹Ų¢Ł…ŁŽŁ‘Ų©Ł‹ ŁŠŁŽŲ§ Ų±ŁŽŲØŁŽŁ‘ Ų§Ł’Ł„Ų¹ŁŽŲ§Ł„ŁŽŁ…ŁŁŠŁ’Ł†ŁŽ. Ų±ŁŽŲØŁŽŁ‘Ł†ŁŽŲ§ Ų¢ŲŖŁŁ†Ų§ŁŽ ŁŁŁ‰ Ų§Ł„ŲÆŁŁ‘Ł†Ł’ŁŠŁŽŲ§ Ų­ŁŽŲ³ŁŽŁ†ŁŽŲ©Ł‹ ŁˆŁŽŁŁŁ‰ Ų§Ł’Ł„Ų¢Ų®ŁŲ±ŁŽŲ©Ł Ų­ŁŽŲ³ŁŽŁ†ŁŽŲ©Ł‹ ŁˆŁŽŁ‚ŁŁ†ŁŽŲ§ Ų¹ŁŽŲ°ŁŽŲ§ŲØŁŽ Ų§Ł„Ł†ŁŽŁ‘Ų§Ų±Ł. Ų±ŁŽŲØŁŽŁ‘Ł†ŁŽŲ§ ŲøŁŽŁ„ŁŽŁ…Ł’Ł†ŁŽŲ§ Ų§ŁŽŁ†Ł’ŁŁŲ³ŁŽŁ†ŁŽŲ§ŁˆŁŽŲ§ŁŁ†Ł’ Ł„ŁŽŁ…Ł’ ŲŖŁŽŲŗŁ’ŁŁŲ±Ł’ Ł„ŁŽŁ†ŁŽŲ§ ŁˆŁŽŲŖŁŽŲ±Ł’Ų­ŁŽŁ…Ł’Ł†ŁŽŲ§ Ł„ŁŽŁ†ŁŽŁƒŁŁˆŁ’Ł†ŁŽŁ†ŁŽŁ‘ Ł…ŁŁ†ŁŽ Ų§Ł’Ł„Ų®ŁŽŲ§Ų³ŁŲ±ŁŁŠŁ’Ł†ŁŽ. Ų¹ŁŲØŁŽŲ§ŲÆŁŽŲ§Ł„Ł„Ł‡Ł ! Ų§ŁŁ†ŁŽŁ‘ Ų§Ł„Ł„Ł‡ŁŽ ŁŠŁŽŲ£Ł’Ł…ŁŲ±ŁŁ†ŁŽŲ§ ŲØŁŲ§Ł’Ł„Ų¹ŁŽŲÆŁ’Ł„Ł ŁˆŁŽŲ§Ł’Ł„Ų§ŁŲ­Ł’Ų³ŁŽŲ§Ł†Ł ŁˆŁŽŲ„ŁŁŠŁ’ŲŖŲ¢Ų”Ł Ų°ŁŁ‰ Ų§Ł’Ł„Ł‚ŁŲ±Ł’ŲØŁ‰ŁŽ ŁˆŁŽŁŠŁŽŁ†Ł’Ł‡ŁŽŁ‰ Ų¹ŁŽŁ†Ł Ų§Ł’Ł„ŁŁŽŲ­Ł’Ų“Ų¢Ų”Ł ŁˆŁŽŲ§Ł’Ł„Ł…ŁŁ†Ł’ŁƒŁŽŲ±ŁŁ ŁˆŁŽŲ§Ł’Ł„ŲØŁŽŲŗŁ’ŁŠ ŁŠŁŽŲ¹ŁŲøŁŁƒŁŁ…Ł’ Ł„ŁŽŲ¹ŁŽŁ„ŁŽŁ‘ŁƒŁŁ…Ł’ ŲŖŁŽŲ°ŁŽŁƒŁŽŁ‘Ų±ŁŁˆŁ’Ł†ŁŽ ŁˆŁŽŲ§Ų°Ł’ŁƒŁŲ±ŁŁˆŲ§Ų§Ł„Ł„Ł‡ŁŽ Ų§Ł’Ł„Ų¹ŁŽŲøŁŁŠŁ’Ł…ŁŽ ŁŠŁŽŲ°Ł’ŁƒŁŲ±Ł’ŁƒŁŁ…Ł’ ŁˆŁŽŲ§Ų“Ł’ŁƒŁŲ±ŁŁˆŁ’Ł‡Ł Ų¹ŁŽŁ„Ł‰ŁŽ Ł†ŁŲ¹ŁŽŁ…ŁŁ‡Ł ŁŠŁŽŲ²ŁŲÆŁ’ŁƒŁŁ…Ł’ ŁˆŁŽŁ„ŁŽŲ°ŁŁƒŁ’Ų±Ł Ų§Ł„Ł„Ł‡Ł Ų§ŁŽŁƒŁ’ŲØŁŽŲ±Ł’

 

H. Edy Mulyadi (Ketua Korps Muballigh Jakarta (KMJ), Ketua Badan Koordinasi Muballigh se-Indonesia) Ā Khotbah disampaikan pada Khutbah Idul Adha 10 Zulhijjah 1436 H/24 September 2015 M di Masjid At Taufiq, Tanjung Duren, Jakarta Barat

Sumber : NU Online

Tinggalkan Balasan