(Uraian singkat yang disampaikan oleh Habib Taufiq bin Abdul Qodir Assegaf di Ponpes Azzahra, Bondowoso. Ahad 11 Oktober 2015)
Hari Asyura adalah hari ke-10 dalam bulan Muharam.
Hari ini juga merupakan hari dimana Sayyidina Husain RA yang merupakan cucu tercinta Rasulullah Shallallahu `alaihi Wa Sallam dibunuh secara keji.
Sebagian umat Islam menjadikan hari tersebut sebagai hari untuk berkabung, melarang keluarga dan anak-anak mereka untuk bersenang-senang.
Bahkan Imam Abdullah Al Haddad yang merupakan Imam Ahlu sunnah, menyatakan bahwa Asyura merupakan hari sedih sebagaimana kalamnya di kitab “Tastbitul Fuad” :
واما عاشوراء فانما هو يوم حزن لا فرح فيه ، من ان قتل حسين كان فيه
“Adapun Asyura’ maka hari itu hanya menjadi menjadi hari sedih dan tidak ada kebahagian di dalamnya jika (mengingat) terbunuh Sayyidina Husein RA di hari itu.”
Nah sekarang apakah kita dibenarkan untuk menjadikannya sebagai hari berkabung bagi Umat Islam ?
Diriwayatkan dalam suatu hadits :
قالت أم سلمة كان النبي صلى الله عليه وسلم نائما في بيتي فجاء حسين يدرج ، قالت : فقعدت على الباب فأمسكته مخافة أن يدخل فيوقظه ، قالت : ثم غفلت في شيء فدب فدخل فقعد على بطنه ، قالت : فسمعت نحيب رسول الله صلى الله عليه وسلم فجئت فقلت : يا رسول الله والله ما علمت به ؟ فقال : « إنما جاءني جبريل عليه السلام وهو على بطني قاعد ، فقال لي أتحبه ؟ فقلت : نعم قال : إن أمتك ستقتله ألا أريك التربة التي يقتل بها ؟ قال : فقلت : بلى قال : فضرب بجناحه فأتاني بهذه التربة»قالت : فإذا في يده تربة حمراء ، وهو يبكي ويقول : « يا ليت شعري من يقتلك بعدي ؟»
Berkata Umi Salamah, sewaktu Nabi Shallallahu `alaihi Wa Sallam tidur ada di rumahku, tiba-riba Husein RA hendak masuk,
maka aku (Umi Salamah) duduk didepan pintu mencegahnya masuk karena khawatir membangunkan Nabi Shallallahu `alaihi Wa Sallam .
Umi Salamah berkata :
“ kemudian aku lupa akan sesuatu sehingga Husein RA merangkak masuk dan duduk di atas perut Rasulullah Shallallahu `alaihi Wa Sallam .
Lalu aku mendengar rintihan Rasulullah Shallallahu `alaihi Wa Sallam , akupun mendatangi-Nya dan bertanya :
“ apa yang engkau ketahui sehingga engkau merintih seperti itu “. Rasulullah Shallallahu `alaihi Wa Sallam menjawab :
“ Jibril datang kepada-Ku ketika Husein RA ada di atas perutku seraya berkata kepada-Ku :
“ apa Engkau mencintai-Nya (Husein ) ?,
maka akupun menjawab “ ya, Aku mencintai-Nya “,
lalu Jibril berkata “ sesungguhnya dari umat-Mu ada yang akan membunuh-Nya (Husein),
maukah Engkau aku tunjukkan tanah tempat pembunuhan-Nya ?,
maka Akupun menjawab “ ya “,
maka Jibrilpun mengepakkan sayapnya lalu memberikan kepadaku tanah ini “.
Umi salamah berkata :
“ maka nampak pada tangan Rasulullah tanah merah, dan Rasulullah Shallallahu `alaihi Wa Sallam menangis seraya berkata :
“ siapakah yang akan membunuhmu (wahai Husein) sepeninggal-Ku ?”.
(HR Ahmad)
(1)
Sebagian umat islam menjadikan hari itu sebagai hari berkabung atas kematian Sayyidina Husein RA, karena dalam hadits di atas disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu `alaihi Wa Sallam pun menangisi Sayidina Husain RA.
Tidak cukup dengan hanya berkabung, sebagian mereka bahkan menambahkan ratapan-ratapan sambil menyakiti diri sebagai bukti keprihatinan dan kecintaan kepada Sayyidina Husein RA.
Perbuatan seperti itu tentu tidak benar.
Karena Rasulullah Shallallahu `alaihi Wa Sallam tidak pernah menganjurkan umatnya untuk berbuat seperti itu, begitu juga halnya dengan Ahlil Bait dan para salaf, bahkan Rasulullah Shallallahu `alaihi Wa Sallam melarang umatnya untuk meratap dan menyakiti diri sendiri karena kematian seseorang sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang jahiliyah.
Diriwayatkan dalam hadits shahih :
لَيْسَ مِنَّا مَنْ ضَرَبَ الْخُدُودَ وَشَقَّ الْجُيُوبَ وَدَعَا بِدَعْوَى الْجَاهِلِيَّةِ
“Bukanlah termasuk golonganku, orang yang memukul-mukul pipi-pipinya (karena kematian seseorang), dan merobek pakaian-pakaiannya serta menjerit sebagaimana orang-orang jahiliyah “
(Mutafaq Alaih)
(2)
Larangan untuk meratap,
menampar pipi,
merobek pakaian, atau
memukul tangan ke paha karena kesedihan juga dapat kita ketemukan dalam kitab-kitab syiah.
Asyaikh kulani dalam Al Kafi meriwayatkan hadits dari Imam Ja`far Ashadiq :
لا ينبغي الصياح على الميت ولا شق الثياب.
“Meratapi dan merobek pakaian karena kematian merupakan perbuatan yang tidak semestinya”
Dalam riwayat lain Al Kulani meriwayatkan :
ضربالرجل يده على فخذه عند المصيبة إحباط لاجره
“Seorang yang memukulkan tangan ke pahanya karena musibah dapat mengugurkan pahalanya”
(3)
Begitu juga yang diriwayatkan dari Imam Ali RA ketika Rasulullah Shallallahu `alaihi Wa Sallam wafat, beliau berkata :
ولولا أنك أمرت بالصبر ونهيت عن الجزع لأنفدنا عليك ماء الشؤون
“Seandainya Bukan karena engkau telah memerintahkan untuk bersabar dan melarang untuk berkeluh kesah, tentu kami akan habiskan sumber air mata kami “
(4)
Perhatikan bagaimana Imam Ali RA menahan kesedihannya meskipun mendapatkan musibah yang demikian besar dengan wafatnya Rasulullah Shallallahu `alaihi Wa Sallam .
Sedangkan mengenai menangisnya Rasulullah Shallallahu `alaihi Wa Sallam ketika mendengar khabar dari malaikat Jibril bahwa Imam Husain RA akan dibunuh, hal ini tidak bisa dijadikan alasan untuk memperingatinya sebagai hari berkabung, karena Rasulullah Shallallahu `alaihi Wa Sallam juga menangis ketika meninggalnya :
Ibrahim putra beliau,
Khodijah istri beliau,
Abi Tholib paman beliau dan
Jakfar Atthayyar sepupu beliau,
juga anak dari Zaenab putri beliau dan masih banyak yang lainnya
(5).
Beliau juga tidak pernah mengadakan hari berkabung untuk kematian Nabi Zakariya AS dan Yahya AS yang juga dibunuh dengan cara dzalim. Seandainya ada hari berkabung dalam Islam tentunya hari wafatnya Rasulullah Shallallahu `alaihi Wa Sallam lebih layak untuk dijadikan hari berkabung.
Sedangkan perkataan Al Habib Abdullah Al Haddad mengenai hari Asyura` secara lengkap adalah :
واما عاشوراء فانما هو يوم حزن لا فرح فيه ، من ان قتل حسين كان فيه ، ولم يصح فيه اكثر من انه يصام ويوسع فيه على العيال ، ولكنه في نفسه يوم فاضل.
Adapun Asyura’ maka hari itu hanya menjadi menjadi hari sedih dan tidak ada kebahagian di dalamnya jika karena (mengingat) terbunuh Sayyidina Husein RA di hari itu.
Namun tidak dibenarkan pada hari itu melakukan ritual yang lain melebihi dari berpuasa dan tausi’ah (memberi belanja lebih) pada keluarga karena pada dasarnya hari itu sendiri adalah hari yang utama “
(6)
Perhatikanlah bagaimana Habib Abdullah Alhaddad menggunakan kata “انما” yang dalam bahasa arab bermakna Hasr(pembatasan).
Dengan kata lain Imam Abdullah Al haddad menyatakan bahwa hari Asyura pada dasarnya adalah hari yang mulia, karena banyak terjadi peristiwa-peristiwa agung di dalamnya.
Akan tetapi hari asyura dapat membuat kita sedih hanya jika kita mengingat terjadinya pembunuhan Sayidina Husain RA disitu, selain itu, hari Asyura adalah hari yang patut diagungkan, akan tetapi tentu saja pengagungan itu harus sesuai dengan syariat, oleh karena itu Imam Abdullah Alhaddad tidak membenarkan ritual-ritual yang tidak memiliki dasar Syariat.
Maka,
Janganlah kita melakukan perbuatan yang tidak diri dhoi oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala di hari yang mulia itu, apalagi dengan mengatas-namakan cinta kepada Ahlil bait.
Justru seharusnya kita meningkatkan ibadah di hari itu sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Nabi Shallallahu `alaihi Wa Sallam .
Inilah yang diserukan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul Shallallahu `alaihi Wa Sallam juga ahlil bait.
Wallahua’lam..
Semoga bermanfaat..
Silahkan share
——————————
Referensi:
1. Musnad Imam Ahmad, juz 3 hal 242
2. Shohih bukhori, juz 1 hal 435
3. Alkafi, Syeih Alkulaini, juz 3 hal 225
4. Nahjul balaghoh, juz 2 hal 228
5. Shohih bukhori, juz 5 hal 157
6. Tatsbitul Fu’ad, halaman 223
Sumber : Santri.net